- Seekor Dugong (Dugong dugon) jantan ditemukan mati di perairan kota Waisai, Ibukota Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Belum diketahui penyebab kematian duyung alias dugong yang diobservasi dengan sejumlah luka ini.
- Mamalia herbivora ini ditemukan di Raja Ampat sebelumnya karena masih memiliki ekosistem padang lamun sebagai makanan Dugong.
- Dugong merupakan mamaliat laut dan menyusui anaknya dengan status satwa dilindungi. Dugong telah diamati ditemukan di seluruh Indonesia, termasuk di perairan pesisir Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku dan Papua Barat
- Pemandu wisata berharap makin banyak informasi kode perilaku pengamatan mamalia dan megafauna lain karena banyak melintas di kawasan wisata populer Raja Ampat ini.
Seekor Dugong (Dugong dugon) disebutkan terdampar dalam kondisi mati (kode 2), dengan sejumlah luka. Penyebab kematian belum diketahui karena tidak dinekropsi. Pemandu wisata di Raja Ampat berharap mendapat penjelasan kode perilaku berinteraksi dengan megafauna dan bagaimana menangani satwa laut terdampar.
Dugong yang ditemukan berjumlah satu ekor dengan kesimpulan kategori terdampar tunggal dan berjenis kelamin jantan pada Minggu (23/01/2022) di ibukota Kabupaten Raja Ampat, Waisai, Papua Barat. Laporan respon cepat menyatakan Dugong ditemukan sekitar pukul 17.30 waktu setempat di Pantai WTC, Kota Waisai oleh Hermis Mambrasar.
Kepala Balai Konservasi Kawasan Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Imam Fauzi yang membawahi wilayah kerja (wilker) delapan kawasan seperti Raja Ampat, Laut Sawu, Gili Matra, Laut Banda, Aru, dan lainnya ini mengatakan penyebab kematian dan luka belum bisa disimpulkan karena tidak ada nekropsi.
“Tim tidak melakukan nekropsi karena tidak adanya sarana pendukung. Ada dokter hewan, tapi sarana tidak memadai, dilakukan pemeriksaan fisik saja,” jelasnya pada Mongabay Indonesia, Senin (24/01/2022).
Hasil pengukuran morfometrik yang dilakukan menyebutkan panjang total 278 cm, lingkar dada 131 cm, lingkar perut 150 cm, panjang ekor 85 cm. Lainnya, lebar ekor 51 cm dan panjang sirip 38 cm.
baca : Dugong Mati Terdampar di Polewali Mandar, Perlunya Dorongan Penelitian
Laporan ini juga menyebutkan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter hewan yang membantu penanganan diketahui penyebab kematian diperkirakan karena kematian alami yang disebabkan usia. Perkiraan usia Dugong itu antara 10 – 20 tahun.
Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan dua luka di depan sirip kiri dengan panjang 11,2 cm dan 10 cm dengan dalam luka 2 cm. Selain itu ada beberapa goresan/parutan di kulit yang disebabkan proses pemindahan bangkai Dugong dari laut ke pinggir pantai.
“Luka baru karena proses evakuasi. Dugong kelihatan kurus, ini jadi pertanyaan kenapa?” tanya Imam. Terkait kemungkinan luka karena dampak aktivitas laut seperti kapal, Imam tidak memiliki informasi soal itu.
Setelah pengukuran dan pemeriksaan luar, Dugong dikubur di sebelah kantor PSDKP Tual Wilker Raja Ampat pada pukul 22.15 WIT.
Seingat Imam, kejadian Dugong terdampar di Raja Ampat adalah bayi Dugong terpisah dari induknya. Setelah dilepas, bayi itu balik lagi. Habitat makanan Dugong yakni sea grass (lamun) menurutnya masih banyak di perairan Raja Ampat.
Lokasi penemuan Dugong terakhir ini di luar kawasan konservasi. Tim Quick Response BKKPN Kupang wilker Raja Ampat bersama PSDKP Tual wilker Raja Ampat, Dinas Perikanan Kabupaten Raja Ampat, dokter hewan dari Stasiun Karantina Pertanian dan Hewan Sorong wilker Raja Ampat, BBKSDA Papua Barat Seksi Wilayah I Raja Ampat beserta masyarakat melakukan penanganan dugong tersebut dengan melakukan evakuasi, pengukuran morfometrik, identifikasi, dan penguburan.
baca juga : Kisah Mempertemukan Bayi Duyung dengan Induknya di Raja Ampat
Ranny Iriani Tumundo, Ketua DPC Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Raja Ampat yang menjadi salah satu pemberi informasi mengatakan tidak melihat langsung peristiwa terdamparnya Dugong itu. Ia mendapat informasi di grupnya bahwa seekor Dugong sudah mati dan dikerubungi banyak orang di Pantai WTC. Pantai di tengah kota ini menurutnya ramai aktivitas warga seperti olahraga.
Sebagai pemandu wisata di laut dan darat, Ranny berharap pihak terkait membagi informasi penting terkait keberadaan satwa laut dilindungi ini, misalnya dengan rambu-rambu. “Sebagai guide, pengalaman saya ada daerah yang mudah mengamati paus, dugong, dan mamalia lain. Perlu ada papan informasi atau peringatan,” pintanya. Terutama kode perilaku berinteraksi dan penanganan jika mendapati satwa terdampar atau luka-luka.
Ia mencontohkan informasi soal kode perilaku Manta Ray, untuk snorkeling dan penyelam yang sudah banyak diketahui para pemandu. Sedangkan untuk satwa lain seperti Dugong dan Paus, menurutnya kurang informasi bagaimana berperilaku karena paus banyak melintas di Raja Ampat.
Ranny mengingat peristiwa paus terdampar sebelumnya di Raja Ampat, satwa ditarik ke pulau kosong agar tidak berbahaya. “Buat kita seru juga jika tahu caranya, kontak siapa? Agar tidak hanya petugas saja yang tahu,” harapnya. Ia menyampaikan beberapa pertanyaan. Kalau bertemu lumba-lumba terluka bagaimana caranya? Jika bertemu orca, jarak berapa dari jarak pantai, keamanannya bagaimana?
baca juga : Kisah Pilu Dugong di Perairan Pulau Bangka
Bukan Putri Duyung
Anugerah Nontji dalam laporannya bertajuk Dugong Bukan Putri Duyung di laman LIPI menyatakan dugong (Dugong dugon) adalah satwa mamalia yang hidup di perairan laut dangkal yang makanannya boleh dikatakan eksklusif lamun (seagrass).
Dugong diambil dari bahasa Tagalog, sedangkan dari bahasa Melayu, “duyung” atau “duyong” yang berarti “perempuan laut”. Istilah ini menurutnya mungkin didasarkan pada banyaknya cerita atau dongeng lama tentang mahluk laut yang bentuknya setengah manusia (biasanya putri cantik) dan setengah ikan. Kisah tentang “putri duyung” sudah sangat populer. Kekacauan istilah yang juga banyak terjadi ialah anggapan dugong itu adalah ikan, padahal mamalia laut karena bernapas dengan insang, dan umumnya bersisik.
Di Indonesia dugong diberi nama beragam di berbagai daerah. Di tempat lain di Sumatra disebut juga babi laut. Di Sulawesi Selatan disebut ruyung, sedangkan di masyarakat Suku Bajo di Torosiaje (Gorontalo) disebut dio.
Dalam klasifikasi hewan, dugong termasuk dalam kelas mammalia yang dicirikan dengan hewan yang menyusui anaknya, dan di bawah ordo Sirenia yang dicirikan mamalia laut yang herbivora. Di bawah Ordo Sirenia hanya ada dua kelompok yakni Familia Dugongidae dan Trichechidae.
Di bawah Familia Dugongidae sekarang hanya terdapat satu spesies yakni Dugong dugon. Kerabat terdekatnya sesama Dugong adalah Hydrodamalis gigas yang telah punah di abad 18. Kerabat lainnya di bawah Trichechidae adalah genus Trichechus yang lebih dikenal dengan nama Manatee yang hidup dari perairan pantai hingga di perairan tawar, dan makanannya pun lebih beragam dibandingkan dengan Dugong.
baca juga : Bangkai Dugong Diambil untuk Obat Tradisional, Ini Penjelasan PSPL Sorong
Laman Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait Dugong menyebutkan Dugong dugon terdaftar dalam IUCN Red List of Threatened Species dengan kategori ‘vulnerable’ atau rentan terhadap kepunahan. Dugong dilindungi secara nasional melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.7 Tahun 1999 dan merupakan salah satu spesies dari 20 spesies prioritas.
Populasi dugong diperkirakan terus mengalami penurunan di Indonesia yang disebabkan oleh adalah kerusakan dan degradasi padang lamun, polusi pantai yang berasal dari daratan maupun lautan, penangkapan ikan dengan metode yang destruktif, penangkapan dugong tidak sengaja (bycatch), akibat terdampar, perburuan oleh masyarakat lokal, dan tertabrak kapal.
Dikutip dari Konservasi Dugong dan Lamun, informasi ilmiah tentang kelimpahan, penyebaran, dan perilaku duyung di perairan Indonesia sangat terbatas, tetapi telah diamati di seluruh Indonesia, termasuk di perairan pesisir Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku dan Papua Barat.
Perkiraan pada 1970-an dan 1994 masing-masing menunjukkan bahwa populasi dugong Indonesia terdiri dari 10.000 dan 1.000 individu. Namun, angka-angka ini dianggap tidak lebih dari tebakan. Duyung dipercaya mewakili wanita yang bereinkarnasi dan dihormati serta dilindungi,namun, di tempat lain gigi, taring, puting susu dan air mata mereka (diambil dari saluran air mata mereka) dianggap memiliki sifat magis. Sebagian besar sebagai afrodisiak, sehingga kerap diburu untuk tujuan ini.