Mongabay.co.id

Viral Penampakan Harimau Jawa di Media Sosial, Mengapa Masih Percaya Ada Meski Dinyatakan Punah? 

 

Secara resmi, International Union for Conservation Nature secara resmi mengumumkan bahwa harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada tahun 1980-an. Harimau jawa terlihat terakhir di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur tahun 1976.

Apa faktor yang menyebabkan raja rimba Jawa itu punah? Dari berbagai riset menyebutkan bahwa habitat harimau jawa makin menyempit seiring hilangnya hutan Jawa. Di sisi lain, terjadi perburuan harimau karena setelah hutan semakin menyempit terjadi konflik dengan manusia. Konflik itulah yang kemudian memicu perburuan besar-besaran.

Tahun 1940, harimau jawa diperkirakan masih mencapai 200-300 ekor. Namun kemudian semakin sedikit jumlahnya dan tersisa 25-an ekor pada 1950. Pada 1976 inilah terlihat terakhir sang raja hutan dan dinyatakan punah tahun 1980-an.

Meski secara resmi dinyatakan punah, tetapi cerita mengenai raja hutan Jawa ini kerap masih terdengar. Bahkan pada 8 Oktober 2021 lalu, muncul di media sosial mengenai klaim anak harimau jawa. Kemudian pada 10 Februari 2022 ada yang mengunggah sebuah foto yang diklaim sebagai harimau jawa.

Warganet langsung heboh ketika muncul unggahan mengenai keberadaan dua ekor anakan harimau jawa yang lahir di Dukuh Kemojing Karangnangka, Desa Lebakwangi, Kecamatan Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Dalam caption yang disampaikan oleh pengunggah yang beredar di media sosial menuliskan begini: Kie apa bener lur telah ditemukan 2 anak harimau jawa (harimau jawa dinyatakan punah) nang daerah Pagedongan. Intinya, peungunggah masih mempertanyakan keaslian foto dan jenis harimaunya.

baca : Wawancara Profesor Gono Semiadi: Harimau Jawa Sudah Punah Secara Ilmiah

 

Foto yang diakui sebagai anakan Harimau Jawa dan setelah dicek ternyata hoaks. Foto : istimewa

 

Kepala Resort Konservasi Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jateng wilayah Wonosobo, Adi Antoro, melakukan klarifikasi terhadap beredaranya foto yang diunggah di Instagram tersebut. “Kami melakukan penelusuran dan langsung datang ke lapangan. Kami menelusuri, apakah benar ada warga yang mengamankan dua ekor harimau tersebut. Ternyata tidak ada sama sekali. Mungkin saja itu hanya iseng,” kata Adi yang dihubungi Kamis (17/2/2022).

Begitu juga BKSDA melakukan klarifikasi terhadap keberadaan gambar yang dalam keterangan atau caption-nya di postingan akun Instagram @sutarwinarno. Akun tersebut memberi keterangan foto: “Penampakan harimau jawa alias Panthera tigris sondaica di salah satu kawasan hutan di wilayah Temanggung yang difoto oleh salah seorang penduduk, baru-baru ini saja. Hal ini mengindikasi bahwa harimau loreng Jawa belum punah di Jawa.”

Dengan adanya informasi tersebut, maka Adi langsung melakukan kontak dengan berbagai pihak, salah satunya adalah penyuluh kehutanan yang ada di sekitar lokasi. “Dari unggahan itu, bisa dilihat jika lokasinya berada di Temanggung. Setelahnya, saya mengontak penyuluh kehutanan terlebih dahulu. Ternyata, teman saya penyuluh kehutanan tersebut sudah tahu mengenai postingan tersebut. Dia memastikan kalau foto tersebut bukanlah harimau Jawa, melainkan hanya anjing,” ungkap Adi.

Adi mengatakan bahwa lokasi tepatnya adalah di wilayah Candiroto yang merupakan lereng Gunung Sindoro. Lokasinya jauh dari hutan. Dari informasi itulah, pihaknya memastikan klaim foto harimau jawa tersebut tidaklah benar. “Terkait dengan isu-isu semacam ini, kami, BKSDA harus benar-benar hati-hati dan cermat. Kami perlu memverifikasi informasi dan melakukan pengecekan serta pembuktian secara benar,” tegasnya.

Apalagi, lanjutnya, harimau jawa sudah dinyatakan punah sejak tahun 1980-an silam. Sehingga berbagai informasi mengenai harimau jawa harus benar-benar dicek. Bahkan, beberapa waktu lalu juga pernah ada yang melaporkan dari daerah Bruno, Purworejo. “Itu laporan dari masyarakat. Namun, setelah didatangi, jejaknya sudah tidak ada. Jadinya sulit untuk membuktikan,” katanya.

baca juga : Peneliti LIPI: Satwa yang Tertangkap Kamera Itu, Lebih Tepat Macan Tutul Ketimbang Harimau Jawa

 

Klaim foto harimau jawa di Kabupaten Temanggung, Jateng, yang setelah dicek oleh BKSDA Jateng ternyata tidak benar. Foto : Instagram Sutarwinarno

 

Dihubungi terpisah, Ketua Forum Harimau Kita Ahmad Faisal mengatakan bahwa harimau jawa memang telah dinyatakan punah sejak 1980-an silam. Kalau memang ada isu-isu beredar sampai hari ini, kata Faisal, tidak ada atau belum ada data secara saintifik yang menujukkan masih ada harimau jawa.

“Mengenai foto yang sempat beredar di media sosial, sesungguhnya fotonya tidak terlalu jelas dan agak blur. Kalau sekarang, orang sangat kreatif, bisa copot sana tempel sini. Sehingga saya pesimis kalau itu harimau,” jelasnya saat dihubungi Mongabay Indonesia pekan lalu.

Kalau dilihat dari fotonya, penampakannya tidak seperti seekor harimau. Ia juga mempertanyakan posisi satwa tersebut yang terlalu baik untuk difoto. “Kalau memang penampakan harimau, itu terlalu cakep. Saya setuju kalau itu bukan harimau dan saya rasa itu hoaks,”ungkapnya.

Menurutnya, munculnya isu-isu mengenai harimau jawa masih terjadi karena memang ada sejumlah individu yang merindukan dapat melihatnya berkeliaran di alam. “Sejak dulu, harimau merupakan satwa yang kharismatik. Orang seluruh dunia pasti sangat mengenal tiger. Di Jawa, harimau tidak bisa dilepaskan dari budaya. Misalnya sejarah reog. Masih pakai loreng-loreng yang menyerupai kulit harimau,”ujarnya.

Namun demikian, kata Faisal, masih ada sebagian orang yang ingin membuktikan kepercayaannya, bahwa Harimau Jawa masih ada. “Saya sih melihatnya, ada yang berambisi untuk membuktikan. Antara keyakinan dan realitas bisa beda, akan terjebak pada ambisi pembuktian,” katanya.

Kalau di Jawa ini, yang jelas-jelas masih ada adalah macan tutul. Kalau macan tutul dan macan kumbang, predator ini masih terlihat di alam. Namun demikian, kondisinya sangat terancam dengan berbagai aktivitas manusia.

“Oleh karena itu, saya kira menjadi tugas bersama untuk menjaga mereka agar tetap eksis. Tak cukup hanya menjaga habitat mereka, melainkan juga menjaga satwa yang menjadi mangsa mereka. Macan tutul memiliki kemampuan memanjat pohon yang bagus. Sehingga, monyet juga menjadi mangsanya selain babi hutan, kancil, rusa dan lainnya,” tambahnya.

baca juga : Ekspedisi Harimau Jawa, Pencarian Tanpa Lelah Karnivora yang Dinyatakan Punah

 

Macan Kumbang yang tertangkap kamera video di Pulau Nusakambangan. Foto : BKSDA Jateng RKW Cilacap

 

Benar apa yang disampaikan Faisal, bahwa khususnya macan kumbang (Panthera pardus melas) masih eksis di Jawa, salah satunya di hutan Pulau Nusakambangan, Cilacap. Beberapa waktu lalu, BKSDA Jateng Resor Konservasi Wilayah (RKW) Cilacap berhasil mengabadikan sejumlah macan kumbang yang berkeliaran di hutan Pulau Nusakambangan.

Kepala RKW Cilacap BKSDA Jateng Dedi Rusyanto mengatakan sampai sekarang, macan kumbang masih eksis di hutan Pulau Nusakambangan. “Dari hasil pemantauan yang kami lakukan, setidaknya masih ada 18 ekor. Meski demikian, diperlukan pemantauan ulang secara keseluruhan titik dengan motode dan strategi sesuai standar inventarisasi pemantauan jenis satwa liar,” jelasnya.

Dari 18 ekor macan kumbang yang terdeteksi, 4 ekor di antaranya hidup di Cagar Alam Nusakambangan wilayah timur. Sedangkan sisanya berada di sejumlah titik hutan Nusakambangan. “Beberapa waktu lalu, kami mendapatkan gambar-gambar macan kumbang yang berkeliaran. Selain soal eksistensi, macam kumbang juga terlihat masih cukup baik kondisinya karena lingkungan mendukung termasuk masih cukup hewan-hewan yang menjadi mangsanya,” katanya.

baca juga : Macan Tutul Jawa, Sang “Penjaga” Hutan yang Semakin Terdesak Hidupnya

 

Tangkapan layar dari video BKSDA Jateng RKW Cilacap di hutan Nusakambangan. Foto : BKSDA Jateng RKW Cilacap

 

Sehingga, lanjut Dedi, macan tersebut tidak memiliki insting menyerang manusia karena mangsanya seperti babi hutan, kancil, kijang, dan sejumlah hewan lainnya masih mencukupi. “Kami berharap, bersama seluruh stakeholders agar tetap berupaya menjaga keberlangsungan ekosistem Nusakambangan melalui kegiatan patroli maupun penanaman pohon,” ujarnya.

Di sisi lain, lanjut Dedi, pihaknya rutin menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak mengganggu atau berburu satwa liar yang dilindungi tersebut karena bagi siapa saja yang melanggarkanya akan dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara lima tahun dan denda Rp500 juta.

 

Exit mobile version