Mongabay.co.id

Tempoyak, Kuliner Khas Masyarakat Melayu Hasil Fermentasi Durian

Durian, buah yang sangat diminati masyarakat Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Baca sebelumnya:

Bengkulu Juga Punya Varietas Durian Unggulan

Durian Juga Terdampak Perubahan Iklim

**

 

Buah durian paling enak dimakan saat sudah matang, setelah tercium harum wanginya. Namun, buah berduri ini rasanya akan menjadi asam bila terlalu lama dibiarkan, setelah dibuka.

Untuk memperpanjang masa simpan dan penganekaragaman produk, durian dapat diolah melalui serangkaian pengolahan. Proses yang melibatkan mikroba atau diproses secara mikrobiologi [fermentasi].

Proses pengolahan yang melibatkan bakteri asam laktat atau fermentasi ini, dikenal dengan nama tempoyak.

Santo Repi, petani durian dari Kepahiang, Bengkulu, mengatakan tempoyak dibuat dengan daging buah durian sebagai bahan utamanya.

“Daging buah yang kami gunakan biasanya yang terlalu matang atau kualitasnya kurang baik,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Selasa [22/02/2022].

Proses pembuatan tempoyak, diawali dengan pemeraman daging buah durian di toples tertutup rapat yang ditambahkan garam [fermentasi tradisional].

“Banyak sedikitnya garam mempengaruhi jenis tempoyak yang akan dihasilkan. Tempoyak asam bila penambahan garam kurang 5 persen dan tempoyak asin bila penambahan garam lebih dari 5 persen.”

Menurut Repi, tempoyak asam dan tempoyak asin memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tempoyak asin memiliki umur simpan lebih baik bila dibandingkan tempoyak asam. “Proses pembuatan ini memerlukan waktu 3-7 hari,” ujarnya.

Baca: Tidak Hanya Dimakan, Buah Durian Juga Bisa Dijadikan Bahan Masakan

 

Durian, buah yang digandrungi masyarakat Indonesia. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Penelitian Rapeka Reli, Endang Warsiki, dan Mulyorini Rahayuningsih dari Institut Pertanian Bogor [IPB] menunjukkan, bakteri asam laktat dari proses fermentasi tradisional akan mengalami fermentasi cepat melalui mitosis [proses membelah diri].

Kondisi ini akan menurunkan mutu produk, lalu menghasilkan alkohol serta CO2 sebagai hasil samping.

“Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada tempoyak sehingga umur simpan pendek. Modifikasi pengolahan dan perbaikan kemasan diharapkan dapat mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan tempoyak,” jelas peneliti.

Baca: Durian asal Banyumas J-Queen Sempat Dihargai Hingga Rp14 Juta. Layakkah?

 

Tempoyak ikan patin bercita rasa manis dan pedas, khas masakan Palembang, Sumatera Selatan. Foto: Wikimedia Commons/Gunawan Kartapranata/CC BY-SA 4.0

 

Berasal dari Suku Melayu

Berdasarkan riset Neti Yuliana dalam Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian diketahui durian fermentasi atau tempoyak digunakan sebagai bumbu masakan di beberapa daerah Indonesia, terutama masyarakat Melayu. Sebut saja di Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jambi,  Sumatera Barat [juga dikenal sebagai durian asam], Aceh, dan Kalimantan Barat.

“Tempoyak memiliki cita rasa dan aroma kuat. Terbentuk karena keseimbangan antara komponen gula dari buah dan asam laktat selama fermentasi,” tulisnya.

Secara fisik, tempoyak merupakan massa yang bersifat semi padat, berwarna putih sampai kekuning-kuningan. Warna ditentukan oleh warna asli daging durian sebagai bahan utama, yang umumnya bergantung dari varietas durian.

“Teksturnya lunak, berserat halus, lembut agak kental, seperti bubur durian sampai penampakan sedikit berair,” jelas laporan tersebut.

Dengan karakteristik itu, tempoyak tidak dikonsumsi begitu saja. Melainkan, digunakan sebagai sambal, bumbu penyedap pada gulai ikan dan pepes ikan air tawar.

Neli Dekriyanti, ibu rumah tangga di Kepahiang, Bengkulu, mengatakan tempoyak dapat diolah menjadi bahan pelengkap masakan. Sebut saja sambal tempoyak mentah, sambal tempoyak tumis, iwak masak tempoyak, pindang patin tempoyak, hingga brengkes tempoyak.

“Dimasak apapun, tempoyak akan membuat masakan enak.”

Neli juga menjelaskan, selain dibuat tempoyak, buah durian bisa dijadikan produk olahan lain. “Umumnya selai, dodol, maupun lempok,” ujarnya.

Baca: Merdeka dari ‘Kolonial’, Pelajaran dari Buah Durian

 

Masakan asam durian yang berbahan dari buah durian ini, di Aceh dinamakan jruk drien atau asam drien. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jangan dimakan langsung

Dalam Jurnal Agritech, Vol. 30, No.  4, November 2010, berjudul Mikroflora pada Tempoyak, karya Hasanuddin dari Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, diketahui isolat bakteri yang teridentifikasi pada tempoyak sebanyak  enam spesies. Ada P. acidilactici, L. plantarum, L. curvatus, Leu. mesentroides, S. saprophyticus dan M. varians.

Dari enam spesies tersebut, empat spesies berperanan positif pada fermentasi tempoyak, yaitu P. acidilactici, L. Plantarum,  L. curvatus, dan Leu. mesentroides.

Ada tiga spesies jamur yang terlibat dalam proses fermentasi tempoyak guna memproduksi asam laktat, yaitu Rhizopus oryzae, Monilia sitophila, dan Mucor roxii.

Jamur lain yang terisolasi dari tempoyak adalah Penicillium, sebagai spesies yang belum bisa diketahui keterlibataannya dalam proses fermentasi. Terdapatnya Penicillium perlu diwaspadai karena jamur ini ada yang menghasilkan mycotoxin.

“Masyarakat disarankan untuk tidak mengkonsumsi langsung tempoyak, tanpa dimasak, dikarenakan ada dua spesies bakteri yang tidak menguntungkan,” jelasnya.

Mengutip dari Buku Yuk, Mengenal Makanan Hasil Fermentasi Khas Indonesia karya Esti Asmalia, terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, diketahui tempoyak memiliki sejumlah kandungan gizi.

Dalam setiap 100 gram, tempoyak mengandung 67 gram air; 28,3 gram karbohidrat; 2,5 gram lemak; 2,5 gram protein; dan 1,4 gram serat.

“Durian juga mengandung vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, kalium, kalsium, dan fosfor,” jelasnya.

 

 

Exit mobile version