Mongabay.co.id

Bagaimana Kelanjutan Kasus Kepemilikan Satwa Dilindungi Bupati Langkat?

Anak orangutan sumatera yang diselamatkan dari perdagangan ilegal di Aceh beberapa waktu lalu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Setelah jadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi proyek infrastrktur di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin juga berstatus terlapor atas dugaan kepemilikan sejumlah satwa dilindungi secara ilegal. Terbit juga disidik dalam kasus dua kerangkeng manusia di kediaman pribadinya.

Untuk kasus kepemilikan satwa dilindungi, dua lembaga penegak hukum, yaitu Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut berkolaborasi dengan penyidik Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum KLHK) Wilayah Sumatera menyidik kasus ini. Pada 8 Februari lalu, Gakum keluarkan surat perintah dimulai penyidikan (SPDP). Surat sudah sampai ke Kejaksaan Tinggi Sumut.

Dalam surat itu, status Terbit sebagai terlapor atas kasus kejahatan satwa liar. Terbit diduga memelihara tujuh satwa liar dilindungi dengan status terancam punah, seperti orangutan Sumatera.

Kombes Pol Hadi Wahyudi, Kabid Humas Polda Sumut, Rabu 16 Februari lalu mengatakan, Gakum KLHK berkoordinasi dengan Dit Reskrimsus Polda Sumut untuk menyidik temuan satwa ini.

“SPDP temuan satwa langka ilegal dari penyidik Gakum sudah dikirim ke Dit Reskrimsus Polda Sumut. Kemudian diserahkan ke Kejati Sumut pada 8 Februari lalu,” katanya.

 

Baca juga: Kasus Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Modus Perbudakan di Kebun Sawit?

Burun-burung yang disita dari rumah Bupati Langkat, non aktif. Terbit Rencana Perangin-angin. Foto: KLHK

 

Haluanto Ginting, Kepala Seksi Wilayah I LHK Balai Gakum Wilayah Sumatera saat diwawancarai Mongabay mengatakan, saat ini penyidik sudah memeriksa setidaknya enam saksi mulai dari tiga petugas, dan seorang ahli. Juga, dua warga, antara lain yang memberikan makan satwa di kediaman pribadi sang bupati.

Penyidik menemukan sejumlah alat bukti kuat hingga meningkatkan kasus ini dari penyelidikan ke penyidikan.

Dari pemeriksaan, kuasa hukum terlapor menyerahkan kepada penyidik sertifikat penangkaran burung jalak bali dan beo yang turut diamankan. Untuk melihat kebenaran sertifikat itu, penyidik berkoordinasi dengan BBKSDA Sumut termasuk memeriksa ring cincin satwanya.

Setelah memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti, selanjutnya mereka akan gelar perkara di Polda Sumut.

“Kita juga meminta petunjuk Dirjen Gakum terkait teknis pemeriksaan bupati nonaktif,” katanya.

Yos A Tarigan, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumut mengatakan, telah menerima SPDP dari penyidik Gakum Sumatera untuk kasus kepemilikan tujuh satwa liar dilindungi diduga dikuasai ilegal oleh Terbit.

Setelah menerima berkas itu, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut membentuk tim jaksa yang akan menangani kasus ini hingga nanti masuk proses pengadilan.

Dalam dokumen yang mereka terima dari penyidik Gakum, pertimbangan meningkatkan kasus ini dari penyelidikan naik ke penyidikan karena yang bersangkutan diduga melanggar beberapa peraturan perundang-undangan.

Semua yang diamankan petugas, katanya, jenis satwa dilindungi Undang-undang Nomor 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

“Setelah ini kita akan menunggu pelimpahan berkas tahap pertama dari penyidik. Kami akan memberitahukan informasi berikutnya kepada kawan-kawan media.”

 

 

Baca juga: Satwa Dilindungi Sitaan dari Rumah Bupati Langkat, Ini Foto-fotonya

 

Marison Guciano, Direktur Eksekutif Flight Protecting Indonesia’s Birds diwawancarai Mongabay mengatakan, kasus ini sebuah hal positif dalam upaya penegakan hukum tindak pidana satwa dilindungi.

Biasanya, kepemilikan satwa liar dilindungi hanya diserahkan ke BKSDA dan pemilik tak terjerat hukum. Meskipun begitu, katanya, jangan hanya berpuas diri melihat langkah ini, perlu memantau bagaimana penegak hukum memproses dari tuntutan sampai vonis.

Kasus kepemilikan satwa dilindungi ilegal oleh pejabat ini, katanya, harus mendapatkan vonis tinggi karena sang bupati mengerti hukum. “Orang-orang seperti inilah yang justru pemicu maraknya perburuan di alam dan perdagangan satwa langka. Ada orang-orang seperti ini permintaan satwa langka makin tinggi.”

Kasus ini, katanya, makin menarik karena belum pernah ada pejabat publik yang memelihara satwa liar dilindungi ilegal diproses hukum. Beberapa tahun lalu juga ada sejumlah pejabat publik memiliki satwa liar dilindungi maupun ofsetan, tetapi tak tersentuh hukum.

Dalam kasus Terbit, sekarang sudah jadi pesakitan atas kasus dugaan korupsi. Marison menduga, ada kemungkinan berbeda kalau bupati ini tidak terseret kasus hukum KPK, kalau tidak, bisa jadi tak tersentuh hukum.

Dalam kasus Terbit juga ada temuan berbagai jenis burung. Marison bilang, hasil kajian dan temuan lapangan, jenis-jenis burung yang sering dipelihara pejabat banyak dari Indonesia Timur, mulai kakatua, nuri, cendrawasih, merak dan kasuari. Jenis-jenis burung itu, katanya, jadi primadona para pejabat dan tak ada proses hukum.”Penegakan hukum terhadap kejahatan satwa liar dilindungi seharusnya tidak pandang bulu. Semua sama di mata hukum.”

Jadi, katanya, kasus Bupati Langkat nonaktif ini sebenarnya merupakan puncak gunung es. Di bawah, katanya, masih banyak pejabat publik memiliki dan memelihara satwa dilindungi tetapi tak terungkap ke publik.

 

Rantai jaringan ilegal

Rantai perburuan dan perdagangan satwa dilindungi ini, katanya, cukup panjang mulai pemburu sampai pengepul yang biasa tinggal di sekitar kawasan hutan, pemasok kepada jaringan lebih tinggi lagi hingga satwa dilindungi diselundupkan sampai ke luar negeri.

Seorang pengepul, katanya, memberikan biaya kepada pemburu untuk mendapatkan target satwa dilindungi. Para pemburu berada kawasan hutan bisa lebih 10 hari, logistik makanan hingga keperluan lain biasa disiapkan pengepul. Setelah hasil buruan dapat lalu pengepul menjual ke pedagang lebih besar.

Penyelundupan satwa-satwa liar dilindungi ini kebanyakan ke Pulau Jawa. Wilayah ini masih jadi pasar sangat besar bagi burung-burung ilegal baik dari Aceh dan Sumatera Utara. Dari pedagang di Jawa inilah, burung sampai ke tangan pembeli atau rantai terakhir yang memelihara secara ilegal.

 

Orangutan Sumatera di kandang yang berada di rumah kediaman Bupati Langat, non aktif, Terbit Perangin-angin saat akan proses penyitaan dan penyelamatan. Foto: Bobi Septian

 

*******

Foto utama: Ilusttrasi.  Petugas menyita satwa-satwa dilindungi , antara lain oranutan, dari rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit R Perangin-angin. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version