- Dari rumah pribadi Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin-angin, ada temuan satwa langka dilindungi juga di sana. Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Peranginangin diduga jadi kolektor satwa langka dilindungi secara ilegal.
- Latar belakang penyitaan satwa ini dari informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
- Atas temuan satwa dilindungi di rumah Bupati Langkat non aktif ini, dugaan gratifikasi pun muncul, di mana satwa-satwa hutan jadi obyek hadiah oleh oknum ke pejabat.
- Panut Hadisiswoyo, Pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) mendesak, KLHK dan penegak hukum, untuk memproses hukum dan mengusut tuntas asal usul satwa-satwa dari rumah pribadi Bupati Langkat non aktif ini.
Ternyata tak hanya kerangkeng manusia yang terungkap dari rumah pribadi Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin-angin, usai Komisi Pemberantasan Korupsi lakukan penggeledahan atas kasus dugaan korupsi. Ada ‘koleksi’ satwa langka dilindungi juga di sana. Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Peranginangin diduga jadi kolektor satwa langka dilindungi secara ilegal.
Tim Balai Besar KSDA Sumatera Utara pun menyita dan evakuasi satwa-satwa liar dilindungi dari rumah pribadi Bupati Langkat non aktif di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Selasa (25/1/22).
Latar belakang penyitaan satwa ini dari informasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Di lokasi tim menemukan beberapa jenis satwa liar dilindungi UU yakni, satu orangutan Sumatera (Pongo abelii) jantan, satu monyet hitam Sulawesi (Cynopithecus niger), satu elang brontok (Spizaetus cirrhatus), dua jalak bali (Leucopsar rothschildi), dan dua beo (Gracula religiosa).
“Saat proses evakuasi, kami melaporkan perkembangan kepada Dirjen KSDA dan sudah berkoordinasi dengan KPK,” kata Irzal Azhar, Plt. Kepala BBKSDA Sumut, dalam rilis kepada media.
Baca juga: Kasus Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Modus Perbudakan di Kebun Sawit?
Setelah itu, bersama Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera dan lembaga mitra kerjasama BBKSDA Sumut, Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC), melakukan mengamankan satwa-satwa liar dilindungi itu. Orangutan kemudian mereka titipkan di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Batu Mbelin, Sibolangit.
Selanjutnya, orangutan mendapatkan perawatan dan jalani rehabilitasi untuk kembali ke habitat mereka. Untuk monyet hitam Sulawesi, elang brontok, jalak Bali dan beo dievakuasi ke Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Sibolangit.
Untuk proses hukum selanjutnya, kata Irzal, akan ditindaklanjuti oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Wilayah Sumatera.
Satwa jadi alat gratifikasi?
Atas temuan satwa dilindungi di rumah Bupati Langkat non aktif ini, dugaan gratifikasi pun muncul, di mana satwa-satwa hutan jadi obyek hadiah oleh oknum ke pejabat. Panut Hadisiswoyo, Pendiri Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Center (YOSL-OIC) mengatakan, satwa-satwa dilindungi kadang jadi obyek gratifikasi oleh oknum-oknum tertentu.
Dia mendesak, KLHK dan penegak hukum, untuk memproses hukum dan mengusut tuntas asal usul satwa-satwa ini. “Sulit memang ditelusuri, tapi harus diusut tuntas,” katanya kepada Mongabay, Rabu (26/1/22).
Panut menduga, satwa-satwa dalam kandang di rumah sang bupati itu bersumber dari hasil perburuan dan perdagangan satwa dilindungi secara ilegal. “Keberadaan satwa dilindungi di rumah Bupati Langkat lagi-lagi membuktikan masih ada oknum pejabat dan tokoh masyarakat yang hobi memelihara satwa dilindungi,” katanya.
Ode Kalashnikov, Manager Wildlife Protection Unit Yayasan International Animal Rescue (IAR) Indonesia kepada Mongabay mengatakan, meminta KLHK mengusut tuntas hingga bisa diketahui status satwa legal atau ilegal. Banyak kejadian, katanya, pejabat daerah memelihara satwa dilindungi tanpa izin.
Dia bilang, perdagangan satwa ilegal bisa meningkat karena ada permintaan antara lain oleh para pejabat dan tidak jarang aktivitas pemeliharaan itu terang benderang di depan atau di lingkungan rumah dinas.
Seharusnya, otoritas dalam hal ini KLHK mengungkap hingga masyarakat jadi tahu apakah mereka benar-benar terlibat dalam jaringan rantai pasok dalam perdagangan ilegal atau melakukan konservasi.
Ode mengatakan, dari catatan mereka sampai sekarang belum ada satupun pejabat publik atau oknum aparat penegak hukum yang diproses hukum karena kepemilikan satwa liar dilindungi ilegal.
Dari yang mereka pelajari, katanya, paling proses hukum adalah pelaku pedagang bukan pejabat publik atau memiliki posisi strategis. Ada yang menyerahkan ketika sudahterungkap, ramai di media sosial tetapi tidak proses hukum.
Untuk kasus satwa satwa dilindungi di rumah Bupati Langkat nonaktif, katanya, harus diselidiki dan proses lanjut. Dia bilang, kasus itu menarik jadi bisa kolaborasi antara KPK dengan KLHK dalam memperdalam kasus ini.
******