Mongabay.co.id

Curhatan Pengangkut Ikan, Sandarkan Penghasilan dari Nelayan

 

Di kejauhan, diantara kapal-kapal ponton yang sedang bersandar, perahu berukuran tak lebih dari 5 meter itu melaju dengan cepat menuju ke dermaga kecil di kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Perahu tak beratap itu berisi dua orang. Seorang sebagai nahkoda, lainnya terlihat menjaga keranjang plastik berisi ikan-ikan yang sudah tertata.

Tak lama dua perahu lainnya muncul dan menyusul dibelakang, sehingga terlihat seperti sedang arak-arakan. Suara mesin diesel makin terdengar tatkala perahu sampai di dermaga yang dirangkai dari batang bambu.

Sementara, di atas dermaga sejumlah pekerja sudah menunggu kedatangan perahu-perahu itu. Begitu perahu diikat, para pekerja ini kemudian saling bahu-membahu memindahkan ikan dari atas geladak ke dermaga, sebelum kemudian membentuk barisan lagi untuk memindahkan ikan-ikan tersebut ke daratan.

Karena lokasi dermaga itu berada di tanggul pemecah ombak yang ketinggiannya sekitar 3 meter sehingga membuat beberapa pekerja itu nampak ngos-ngosan.

“Baru seminggu ini mulai aktivitas lagi setelah tiga bulan lalu ikan sepi,” kata Nurbani, disela kesibukannya memindahkan ikan, Senin (21/02/2022).

baca :  Cerita Tragis Para Nelayan Penyelam Kompresor

 

Perahu pengangkut ikan melaju menuju ke dermaga kecil di kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Pria 32 tahun ini mengaku, penghasilan dari jasa mengangkut ikan ini tidak tentu, sepi dan ramainya pendapatan bergantung pada hasil ikan yang tangkapan para nelayan. Saat sepi, dalam sehari dia bisa membawa sedikinya 24 keranjang ikan. Kalau ramai orderan bisa sampai 150 keranjang ikan yang diangkut.

Sementara untuk perhitungan dalam satu keranjang krat plastik itu dihargai oleh nelayan atau pengepul Rp3 ribu. Dalam sehari bapak tiga anak ini memperoleh upah antara Rp50 ribu hingga Rp450 ribu.

“Perahu yang saya gunakan ini masih sewa, sehingga uangnya nanti masih harus saya bagi dengan pemilik perahu,” terang pria yang sudah lima tahun berkecimpung di jasa pengangkutan ikan tersebut.

Selain pendapatan, waktu untuk melakukan aktivitas mengangkut ikan ini juga tidak pasti, karena kedatangan tangkapan ikan nelayan juga tidak menentu. Biasanya dia memulai pekerjaannya itu setelah adzan subuh atau sebelum matahari terbit.

Terkadang jam 01:00 dinihari, dia mulai beraktivitas mengangkut ikan-ikan dari pasar tradisional pelelangan ikan Kalibaru Cilincing ke tempat pengasinan ikan yang jaraknya terpaut sekitar 10-15 menit.

“Kalau bos bilang ada ikan, baru kami berangkat. Jam 22:00 WIB juga kadang ditelepon disuruh mengangkut ikan,” ujar pria asal Brebes, Jawa Tengah ini.

baca juga : Jadilah Nelayan yang Menyesuaikan Kondisi Alam

 

Para pekerja saling bahu-membahu memindahkan ikan dari atas geladak ke dermaga. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Bersama teman-teman lainnya Nurbani biasa menyebut profesi ini dengan sebutan “ojek perahu online”. Marta (43), jasa pengangkut ikan lainnya mengaku memilih profesi ini karena dirasa lebih enak dibandingkan saat dia menjadi anak buah kapal (ABK).

Selain beresiko tinggi, saat ini hasil tanggkapan ikan di laut juga semakin hari semakin berkurang, sementara kebutuhan hidup juga semakin naik. Untuk itu, agar dapur tetap mengepul dia memilih untuk mencoba peruntungan dengan berpindah profesi lain.

“Kerjaan mana yang enak saja asal tidak kena angin dan basah. Kalau jasa mengangkut ikan ini kan nggak harus lama-lama di laut,” kata bapak dua anak ini, yang mengaku baru setahun menjalani profesi tersebut.

Dia bilang, untuk ikan yang diangkut merupakan jenis ikan yang biasa dikeringkan, seperti jenis ikan teri (Engraulidae), kembung (Rastrelliger), layur (Trichiurus lepturus), jambal roti (Ariidae). Selain itu, ada juga cumi-cumi (Loligo). Hanya untuk kelompok hewan sefalopoda besar ini proporsinya lebih sedikit dibandingkan dengan ikan-ikan yang diangkut.

baca juga : Subsidi Pemerintah, Solusi untuk Nelayan Natuna Saat Paceklik

 

Selain ikan teri (Engraulidae), ikan seperti kembung (Rastrelliger), layur (Trichiurus lepturus) juga diangkut ke darat untuk dikeringkan di Cilincing, Jakarta Utara. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Jumlah Nelayan Menurun

Nelayan merupakan profesi yang mempunyai peranan sangat penting sebagai penyedia sumber daya laut yang dikonsumsi masyarakat. Meski begitu, tantangan yang dihadapi nelayan saat ini juga semakin pelik. Hal ini menyebabkan jumlah nelayan semakin menurun.

Dani Setiawan, Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah nelayan di Indonesia. Pertama, karena ruang gerak nelayan semakin sempit.

Adanya pembangunan proyek-proyek besar yang mereklamasi kawasan pesisir pantai selain membuat tempat bermukim nelayan menjadi ketat, ruang untuk menangkap ikan di laut juga semakin jauh.

Selain itu, kondisi cuaca makin tidak menentu sehingga sukar diprediksi ini juga turut mempengaruhi nelayan enggan melaut, sehingga mereka lebih sering berada di daratan.

“Belakangan cuaca ekstrem seperti angin kencang semakin meningkat,” terang pria yang juga aktivis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) ini saat dihubungi, Kamis (24/02/2022).

baca juga : Hari Nelayan: Benarkah Mereka Disingkirkan, Bukan Diperjuangkan?

 

Para nelayan menepikan perahunya di sungai Cilincing, Jakarta Utara, usai mencari ikan di laut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ketidakstabilan cuaca ini juga membuat beberapa nelayan harus beradaptasi dengan pekerjaan lain selain menangkap ikan. Meski resiko yang dihadapi besar sebagian nelayan juga masih memilih nekat melaut.

Faktor lainnya, lanjutnya, pemerintah belum mempunyai satu agenda yang kuat untuk mengatasi problem kemiskinan masyarakat pesisir. Dari beberapa faktor itu yang membuat sebagian nelayan akhirnya memilih untuk berhenti, dan berpindah ke profesi lain.

“Soal harga ikan hasil tangkapan nelayan juga belum pasti, hal ini seperti yang dirasakan nelayan-nelayan tradisional di pulau-pulau kecil,” ujarnya.

Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan, tren penurunan jumlah nelayan ini sejak 2017. Saat itu, jumlah nelayan di Indonesia sempat mengalami kenaikan 1% dari 2,64 juta menjadi 2,67 juta.

Di tahun 2018 jumlah itu menurun 1,1%, sehingga kembali menjadi 2,64% lagi. Tahun 2019 angkanya pun kembali menurun 9,5% menjadi 2,39%. Nelayan ini mencakup nelayan laut, nelayan perairan umum darat dan pembudidaya.

 

Exit mobile version