Mongabay.co.id

Pelawan, Pohon Unik Warna Merah di Bangka Belitung

 

 

Pohon pelawan ini sangat unik. Seluruh bagian tubuhnya, mulai batang, akar, hingga ujung rantingnya berwarna merah. Warna merahnya kian terlihat jelas, ketika kulit luar batangnya mulai terkelupas.

Dr. Dian Akbarini, peneliti pelawan, menuturkan pohon tersebut merupakan anggota suku jambu-jambuan [Myrtaceae]. Kulitnya yang mengelupas, merupakan ciri khas.

“Saya belum dapat informasi, umur berapa mengelupasnya. Namun, pohon yang di rumah saya mengelupas sekitar lima tahun,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Kamis [24/02/2022].

Berdasarkan pengamatan Dian, pelawan tidak hanya berwarna merah. Ada tiga jenis yang pernah ia jumpai, dinamai masyarakat Bangka Belitung sesuai warna.

Ada pelawan merah atau pelawan padang [Tristaniopsis merguensis], pelawan kepoh atau pelawan tudag [Tristaniopsis obovata], dan pelawan putih atau pelawan air [Tristaniopsis whiteana].

“Pelawan putih agak langka, terakhir terlihat di Pulau Lepar, Kabupaten Bangka Selatan,” katanya.

Secara umum, spesies Tristaniopsis dapat tumbuh di dataran rendah hingga hutan pegunungan di bawah 1300 m, seringnya di sepanjang sungai atau dekat pantai, mereka jarang ditemukan berkelompok. T. whiteana, dapat tumbuh pada petak-petak terbuka di sepanjang aliran sungai, dan di hutan sekunder [Sosef & Prawirohatmodjo 1998].

Khusus di Bangka Belitung, pelawan dapat tumbuh di hutan dataran rendah hingga perbukitan, dengan ketinggian sekitar 300 meter. Namun, menurut Dian, hingga saat ini belum ada penelitian khusus mengapa pelawan mempunyai beragam warna.

“Asumsi saya, ini terkait daya tahan yang dapat tumbuh di lahan pH asam [5-6]. Hasil penelitian saya dua tahun menunjukkan, pelawan merah bisa hidup di hutan kerangas, jadi salah satu ciri pelawan merah lahannya asam,” katanya.

Baca: Mengkubung yang Tak Lagi Nyaman di Hutan Bangka Belitung

 

Jamur pelawan yang terdapat di Hutan Adat Bukit Tuing, Bangka. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Penelitian Novi Yarli berjudul “Ekologi Pohon Pelawan [Tristaniopsis merguensis Griff.] Sebagai Inang Jamur Pelawan di Kabupaten Bangka Tengah”, memberikan petunjuk. Hasil analisisnya pada lahan bekas tambang timah yang direvegetasi PT. Koba Tin di Kabupaten Bangka Tengah, memaparkan bahwa T. merguensis atau pelawan merah baru muncul pada areal yang sudah direvegetasi selama 16 tahun [Novera 2008].

“Artinya, T. merguensis membutuhkan lingkungan spesifik untuk tumbuh. Faktor lingkungan dan dukungan unsur biotik maupun abiotik sangat penting,” jelasnya.

Sebagai informasi, spesies Tristaniopsis spp. tidak tersebar merata sebagaimana anggota Myrtaceae lainnya.

Tristaniopsis obovata hanya tersebar di Semanjung Malaysia, Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka, Belitung, Kepulauan Lingga, dan Borneo. Tristaniopsis whiteana, tersebar di Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka, Belitung, Borneo, Kepulauan Maluku, dan Papua.

Sedangkan Tristaniopsis merguensis tersebar di Selatan Burma [Myanmar], Selatan Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka, Belitung, Kepulauan Lingga, Jawa Barat, dan Borneo [Sosef & Prawirohatmodjo 1998].

Baca juga: Kelekak, “Rumah Terakhir” Kukang Bangka yang Terancam Punah

 

Kulit luar pohon pelawan yang mulai terkelupas saat memasuki usia lima tahun. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Spesies kunci

Pohon pelawan merupakan spesies kunci bagi keberlanjutan keanekaragaman hayati di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dalam komunitas biologi, spesies kunci mempunyai peranan penting dalam suatu ekosistem, yaitu dapat menentukan kemampuan sejumlah besar spesies lain untuk bertahan hidup.

Merujuk penelitian berjudul “Pohon Pelawan [Tristaniopsis merguensis]: Spesies Kunci Keberlanjutan Taman Keanekaragaman Hayati Namang-Bangka Tengah” oleh Dian Akbarini,  pelawan telah mewujudkan keberlanjutan secara ekologi [lingkungan]. Wujudnya, dengan menjamin keberlangsungan dan daya dukung serta pemanfaatan sumber daya alam [tidak terjadi konversi lahan].

Pohon pelawan juga dimanfaatkan masyarakat di Bangka Belitung sebagai kayu bakar, karena menghasilkan api yang bagus, panas lebih lama, dan sedikit abu, serta dijadikan bahan bangunan. Dari sisi ekonomi, madu dan jamur pelawan memiliki kemanfaatan, mempunyai nilai jual sangat tinggi.

“Satu kilogram jamur pelawan bernilai 800 ribu Rupiah, bahkan jika sulit diperoleh dipasaran bisa mencapai 1,2 juta per kilogram. Sedangkan madu pelawan, ukuran 300 ml nya sekitar 200 ribu Rupiah,” tulis Dian dalam penelitiannya tahun 2016.

Pohon pelawan, khususnya pelawan merah, telah menjelma menjadi spesies kunci untuk keberlanjutan hutan di Bangka Belitung.

“Fungsinya menjamin kebelanjutan pembangunan ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan sekitarnya,” lanjut Dian.

 

Sejumlah pohon pelawan tumbuh subur di Bukit Tuing, Bangka, yang memiliki ketinggian sekitar 300 meter. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Prioritas konservasi

Dalam kehidupan masyarakat Suku Mapur, suku melayu tertua di Pulau Bangka, pelawan merah digunakan sebagai bahan obat tradisional. Seperti yang diungkapkan dalam penelitian Hartanto dkk [2019], berjudul “Etnomedisin Tumbuhan Pelawan [Tristaniopsis spp.] dalam Kehidupan Masyarakat Lom Pulau Bangka”.

Pelawan dapat digunakan untuk mencegah kehamilan, penanganan penyakit koreng, luka bakar, dan gatal-gatal alergi. Sementara, dalam bentuk ramuan untuk mengobati cacar air, luka baru, malaria, diare, sariawan, infeksi luka, dan iritasi kulit.

“Uji fitokimia kualitatif pada ketiga jenis pelawan menunjukkan hasil positif mengandung senyawa glikosida, triterpenoid, saponin, alkaloid, hidrokuinon, tanin dan flavonoid,” kata Hartanto dan kolega.

Henri, peneliti biologi dari Universitas Bangka Belitung, menuturkan keberadaan pohon pelawan seharusnya bisa menjadi spesies prioritas konservasi. Mengingat, banyak manfaat yang diberikan terhadap lingkungan dan manusia.

“Pohon pelawan dapat menghasilkan metabolit sekunder, sehingga tumbuhan ini kebal akan kondisi tanah yang asam. Senyawa metabolit yang dihasilkan berupa fenol, salah satunya tanin, berguna untuk mengobati diare hingga menghentikan peradangan,” kata Henri.

Dengan menjaga pohon pelawan, berarti ikut menjaga keberlanjutan ekologi hutan.

“Kita juga turut mempertahankan ragam pengetahuan masyarakat adat di Bangka Belitung terkait pohon tersebut,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version