Mongabay.co.id

Sano Nggoang, Danau Kawah Terdalam di Dunia

 

“Permailah, pemandangan, Wae Sano indah. Riak alunnya, bergantilah, pantai membusa. Birulah warnanya, sangatlah moleknya. Indahnya untuk seluruhnya. Pujaan Mangggarai Barat, banggaan rakyatnya. Wae Sano sangatlah indah”.

“Di baratnya terletaklah pulau nan kecil. Nama Nuncung menganjurlah, terputus tertimbun. Sekitarnya melingkar, gunungnya membujur. Indahnya untuk seluruhnya. Pujaan Manggarai Barat, banggaan rakyatnya. Wae Sano sangatlah indah, pujaan bagi bangsanya”.

Syair lagu yang bercerita tentang Danau Sano Nggoang dinyanyikan Maximus Taman dan Servatius Senaman, warga Desa Wae Sano saat ditemui Mongabay Indonesia akhir Desember 2021 di tepi danau.

Bau belerang sangat menyengat saat berada di tepi danau. Sebelah timurnya terdapat sebuah kolam pemandian air panas. Beberapa pondok sedang dibangun untuk wisatawan.

Maximus, pensiunan PNS ini menyebutkan, danau Sano Nggoang memiliki luas sekitar 512 hektar dan berada di ketinggian 757 mdpl.

“Sering ada wisatawan mancanegara yang datang berkunjung melihat keindahan danau ini sebelum pandemi COVID-19 melanda,” ujarnya.

baca : Eloknya Puncak Kelimutu, Danau Kawah yang Terus Berubah Warna

 

Danau Sano Nggoang, danau kawah belerang di Kecamatan Sano Nggoang, Mangggarai Barat, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dalam dokumen Proyek Eksplorasi Panas Bumi Waesano, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan Sosial (ESIA) PT.SMI disebutkan, Danau Sano Nggoang merupakan danau kawah belerang.

Danau ini memiliki diameter 2,5 km di pusat Gunung Waesano, yang terletak di barat daya Pulau Flores. Danau ini dikelilingi oleh tiga desa di Kecamatan Sano Nggoang yang meliputi Desa Wae Sano, Sano Nggoang dan Pulau Nuncung.

Pada kedalaman maksimal 500 m, danau ini adalah danau vulkanik terdalam dan terbesar di Indonesia Timur.

Danau Sano Nggoang dan keseluruhan ekosistemnya secara luas dipublikasikan sebagai ekosistem yang unik. Danau ini dikatakan sebagai satu diantara danau kawah terdalam di dunia.

Danau dan area sekitarnya dengan luas secara keseluruhan sebesar 5.500 hektar sebagian besar merupakan hutan lindung karena masih berupa kawasan hutan. Terdapat spesies burung endemik seperti gagak flores (flores crow) dan flores monarch asli.

 

Legenda Hadirnya Danau

Danau Sano Nggoang merupakan salah satu obyek wisata di Kabupaten Manggarai Barat, Pulau Flores bagian barat.

Menurut Maximus, dari fakta sejarah tidak ditemukan dokumen apakah manusia ada lebih dahulu atau danaunya. Ia mengaku hanya diceritakan mengenai legenda terjadinya danau ini.

baca juga : Rinjani dan Mimpi Taman Bumi

 

Danau Sano Nggoang, danau kawah belerang di Kecamatan Sano Nggoang, Mangggarai Barat, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Ia bertutur, dahulu kala hidup si buta dan si lumpuh. Keduanya tinggal di pondok yang jaraknya tidak terlalu jauh sekitar 50 meter. Suatu ketika, Si buta tidak mempunyai api dan si lumpuh memiliki api yang masih menyala di tungku.

Si buta berteriak meminta api namun si lumpuh tidak bisa mengantarkannya sementara si buta pun tidak bisa mengambilnya. Si buta pun menyuruh anjingnya ke pondok si lumpuh.

Puntung api yang masih menyala diikat di ekor anjing lalu si buta pun memanggil anjingnya agar bisa berlari ke pondoknya. Anjing tersebut pun berlari dengan api yang masih menyala di ekornya.

Saat si anjing  itu berlari, api tersebut menyala dan membakar bulu di tubuhnya.Anjing tersebut berlari terbirit-birit dan tidak beraturan. Si buta dan si lumpuh pun tertawa melihat kelucuan ini.

Tiba-tiba muncul seorang tua yang waktu itu dinamakan Mpo Tae dan menanyakan kepada keduanya mau minta bubur atau nasi kering. Keduanya kompak mengatakan minta bubur.

“Mpo Tae lalu menancapkan tombaknya di tanah sehingga keluarlah air sehingga menggenangi wilayah tersebut hingga terjadilah Danau Sano Nggoang,” tuturnya.

baca juga : Geopark Kaldera Toba, Akankah Terwujud Sebagai Geopark Dunia? (Bagian 2)

 

Perumahan warga Desa Wae Sano yang berada di pinggir Danau Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat,NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Menurut Badrudin drr (1994), batuan Danau Sano Nggoang adalah batuan tertua yang terdapat di sekitarnya. Batuan vulkanik tersebut berasal dari erupsi Gunung Sano Nggoang yang membentuk kaldera Sano Nggoang dan batuan vulkanik tua sebelum erupsi Gunung Sano Nggoang.

Ciri paling jelas di antaranya adalah selang-seling antara breksi tuf terubah, andesit, andesit basaltik, dan tuf terubah.

Di Danau Wae Sano terdapat sebuah pulau kecil di bagian barat yang dinamakan Pulau Nuncung. Nama pulau dan danau ini pun diabadikan menjadi nama 2 desa di Kecamatan Sano Nggoang.

 

Tingkat Keasaman Tinggi

Dalam dokumen ESIA PT.SMI dikatakan,kedalaman Danau Sano Nggoang hanya berkisar 40 – 90 m dengan kedalaman maksimum dasar danau 90 m berada di tengah-tengah danau.

Dari hasil survei bathymetry juga diperoleh data pH air Danau Sano Nggoang yang rendah atau kurang dari 3 (pH <3) serta adanya bau belerang yang cukup kuat sekitar danau. Air untuk konsumsi manusia biasanya memilik pH 7.

Ini yang membuat air Danau Sano Nggoang tidak digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air bersih maupun pertanian. Data ini sesuai dengan dokumen Laporan Survei Bathymetry, PT Surveyor Indonesia (Agustus 2018).

Tua Golo Desa Wae Sano, Maximus mengatakan, tidak ada ikan dan binatang lainnya yang hidup di danau ini. Air danau berbau belerang dan rasanya asam namun kerbau dan kuda sering meminum air ini.

“Pada saat-saat tertentu, biasanya di musim panas, ada itik danau yang memenuhi danau. Pernah dicoba melepas ikan lele di danau tetapi tidak hidup,” ungkapnya.

baca juga : Proyek Geothermal Wae Sano: Antara Penolakan, Kepentingan Pariwisata dan Pengurangan Energi Fosil

 

Rerumputan yang berada di rawa-rawa bagian timur Danau Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Servatius menambahkan, dulu sewaktu kecil sepulang sekolah mereka sering mandi dan berenang di pinggir danau. Kalau untuk mandi tidak bermasalah, asal jangan diminum.

Selain itu kata dia, ada keunikan khusus yang masyarakat juga belum mendapatkan jawaban yang pasti hingga saat ini.

Dijelaskannya, biasanya di bulan Februari saat hujan terus menerus terdengar bunyi letusan seperti bunyi meriam di dekat Wae Bobok, wilayah di pinggir danau. Setelah letusan,racun mengalir masuk ke danau.

Bila racunnya masih ada di danau maka masyarakat sekitar danau terserang flu dan rumput di sekitarnya pun layu. Bila racunnya sudah mengalir ke luar ke air tawar di timur danau,maka belut di air tawar ini mati mendadak. Ada juga tanda lainnya.

“Kalau racunnya masih ada di danau, semua daun dan ranting yang ada di dalam danau akan tegak lurus atau terlihat berdiri. Kalau daunnya terapung maka racunnya sudah tidak ada lagi di danau,”ucapnya.

Servatius katakan, seorang insiyur dari Belanda sekitar tahun 70-an mengatakan, racun tersebut mempengaruhi berat jenis air sehingga daun pun akan tegak berdiri.

“Sampai sekarang pun kami tidak mengetahui racun ini. Makanya sekarang hampir tidak ada orang yang mandi di danau ini,” ujarnya.

 

Exit mobile version