Mongabay.co.id

Bagaimana Peran Pemuda Gerakkan Ekonomi Sirkular Sampah?

 

 

 

 

Sampah jadi persoalan dunia, termasuk Indonesia. Konsep ekonomi sirkular bisa jadi salah satu jalan penanganan persoalan sampah di negeri ini. Konsep ini bertujuan memaksimalkan penggunaan material secara sirkular untuk meminimalisir limbah dengan cara memulihkan dan menggunakan kembali produk dan menghasilkan secara ekonomi. Bagaimana peran pemuda dalam menggerakkan ekonomi sirkular sampah ini?

Aristin Tri Apriani dari Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, ekonomi sirkular sebagai bagian dari payung pembangunan rendah karbon.

“Sirkular ekonomi lebih dari sekadar pengelolaan limbah. Indikator lingkungan juga melihat aspek penurunan emisi maupun resource efficiency termasuk penggunaan air, energi dan bahan baku,” katanya.

KLHK pun, katanya, membuat rencana strategis 2020-2024 mengenai ekonomi sirkular sampah ini antara lain berisi arah kebijakan menghadapi perubahan iklim.

Ekosistem ekonomi sirkular ini, katanya, meliputi recycling industry, bank sampah, TPS 3R, recycling center, sektor informal (pemulung /pelapak), sosial entrepreneur dan lain-lain.

Adapun pelaksanaan teknis dari konsep ini dalam pengelolaan sampah di lapangan, katanya, bisa dengan cara, pertama, mulai dari produsen. Selaku penghasil kemasan sebagai sumber sampah, produsen harus mampu memanfaatkan daur ulang. Ia sejalan dengan PermenLHK No 75/2019 tentang peta jalan pengurangan sampah oleh produsen.

Kedua, dari rumah tangga. Selaku konsumen, rumah tangga perlu memilah sampah, menjual atau menabung sampah ke bank sampah. Hal ini sesuai suat edaran menteri soal gerakan nasional pilah sampah dari rumah.

Ketiga, dari bank sampah, sebagai penerima dan pembeli sampah dari masyarakat. Bank sampah, katanya, mengelompokkan sampah sesuai jenis, maupun mengedukasi masyarakat sesuai aturan pengelolaan bank sampah.

Keempat, industri daur ulang. Pihak ini dapat menerima dan membeli sampah dari bank sampah. Pakai sampah sebagai bahan baku industri daur ulang kertas dan plastik.

“Jika pihak yang tercantum itu konsisten dan mengerjakan dengan profesional, sampah akan bernilai ekonomi,” katanya.

 

Baca juga : Produksi Sampah dari Rumah Meningkat di Masa Pandemi Corona, Kok Bisa?

Generasi muda yang terlibat dalam aksi perduli iklim ‘monster sampah’ di Makassar beberapa waktu lalu. Generasi muda yang paham dan perduli akan perubahan iklim dinilai akan lebih sukses dalam karier di masa yang akan datang. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Peran pemuda?

Aristin mengatakan, pemuda bisa memimpin dalam arti sebagai agen perubahan. Mereka bisa mulai dari diri sendiri atau bergabung dengan komunitas terkait dan terdekat.

Pemuda, dapat jadi promotor dengan pandangan inovatifnya. Mereka dapat melakukan pemanfaatan sampah menjadi kompos, pupuk cair, bahan bakar atau energi, dan hal inovatif lain. Mereka juga dapat mengelola sampah karena berbagai manfaat, dari ada peluang bisnis, pencegah banjir, kota bersih nyaman, investasi masa depan.

“Mengutip pernyataan Menteri Siti Nurbaya, generasi muda dapat berperan dalam pengelolaan sampah dan limbah, bergerak bersama-sama menjadi ecopreneur dengan menerapkan konsep sirkular ekonomi dan mendorong upaya pengelolaan sampah dan limbah yang berkelanjutan,” katanya.

Pemuda, katanya, dapat jadi pengedukasi melalui kampanye lingkungan di sektor sampah dengan cara mengkomunikasikan melalui berbagai cara sesuai potensi yang dimiliki.

Meti Ekayani, akademisi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) mengatakan, ekonomi sirkular penting terlebih di kalangan muda.

Bicara sampah, sebenarnya ada konsep yang bisa jadi prinsip yakni, polluter pays principle (penghasil polusi/ sampah, yang bertanggung jawab), baik individu atau kolektif.

Mekanismenya, menggunakan sirkuler ekonomi. “Maka sampah dapat berguna dan bernilai. Ekonomi sirkular bisa mulai dari skala kecil, seperti rumah tangga atau tingkat RT/RW, sekolah, dan kantor.”

Data The Economist Intelligence Unit menyebutkan, ada empat negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia. Dalam setahun, setiap orang di Arab Saudi menghasilkan 427 kg. Indonesia 300 kg. USA   277 kg. Uni Emirat Arab 196 kg. Di Indonesia, ada sekitar 13 ton makanan terbuang setiap tahun yang dapat memberi makan 28 juta orang. Berdasarkan Global Hunger Index, kelaparan di Indonesia masih 20,1 %.

 

Baca juga: Daur Ulang Sampah Plastik di Indonesia Rendah

 

Sejak 2008, UKM Adhytya mengolah berbagai macam sampah dari plastik dan kertas. Ia didaur ulang menjadi berbagai macam kerajinan, antara lain tas, topi, sendal, kotak tisue dan berbagai produk lain. Dalam sebulan omzet penjualan berkisar antara R 6 juta – Rp10 juta. Foto: Wahyu Chandra

 

Bagaimana cara mencegah food waste? Pertama, terapkan denda makanan sisa, bisa di cafe atau resto. Kedua, kampanye makan tanpa sisa. Hotel, katanya,  bisa memberikan program yesterday food waste. “Misal kemarin ada sisa 5,9 kg, hotel bisa bagikan dengan menyisakan untuk mengambil seperlunya. Ini dicontohkan Hotel Cokro, Bandung.”

Ketiga, memanfaatkan food waste. “Untuk pakan ternak atau diberikan kepada ternak.”

Menurut dia, pemuda potensi dalam ekonomi sirkular ini, terutama memadukan dengan dunia digital. Pemuda juga perlu menyadari untuk menanamkan prinsip prinsip pencemar membayar atau sampahmu tanggung jawabmu. Bisa juga dengan kelola sampah dari sumber, berbasis masyarakat atau komunitas.

Andy Bahari Dari World Cleanup Day Indonesia menyatakan, dengan ada konsep ekonomi sirkular, istilah buang sampah pada tempatnya sudah tidak relevan. Sampah, katanya,  dapat dikelola dan bernilai ekonomi.

Meskipun begitu, katanya, ekonomi sirkular tidak bisa tercapai kalau terjadi beberapa hal ini, antara lain, siklus sampah bocor. Siklus itu, katanya, meliputi material mentah desain produksi distribusi yang sampai ke konsumen.

“Di sini terkadang siklus sampah itu bocor. Karena masih banyak konsumen abai sampah. Atau bisa juga sampah itu dibuang ke TPA, jadi sampah residu. Alam pun jadi korban,” katanya.

Ada juga orang tidak peduli. Berdasarkan BPS 2017, 72% penduduk Indonesia belum peka isu sampah. Mungkin mereka beranggapan sampah itu urusan tukang bersih-bersih atau petugas.

Kemudian, sampah tak dipilah dari rumah. Data BPS 2014 menunjukkan, 10 % sampah terpilah dicampur lagi, 9% sampah terpilah dan dimanfaatkan, 81% tidak terpilah.

Data KLHK 2015 menunjukkan, sampah 7,5% didaur ulang dan jadi kompos, 69% berakhir di TPA, 10% dikubur, 5% dibakar dan 8,5 % tidak terkelola.

Hal lain, soal sampah plastik makin banyak dan tidak terkendali maupun infrastruktur sangat tak memadai.

ling Nasihin, dosen Universitas Kuningan Jakarta mengatakan, sampah sesuatu yang unik, kurang dilirik karena wujud dan labeling bekas atau kotor padahal punya banyak potensi. Masyarakat, katanya, belum melihat manfaat sampah.

 

Sampah yang dibuang warga relatif beragam, diantaranya seperti sampah plastik, styrofoam, sampah rumah tangga hingga kasur tidur yang sudah rusak. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

******

Exit mobile version