Mongabay.co.id

Dilema Warga Meski Sampah di Cilincing Sudah Dibersihkan

 

Dilema, begitu yang dirasakan Suparman (55) seorang petugas pemungut sampah asal Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Sore itu pria bertopi ini terpaksa harus membuang sampah di pinggiran kawasan pemukiman padat penduduk yang membentang diantara tanggul pemecah ombak di pesisir kelurahan tersebut.

Akibatnya sampah pun menumpuk di pinggir kawasan tanggul laut nasional atau Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang dijadikan ruang bermain warga. Selain itu, kawasan tersebut juga merupakan akses bagi nelayan untuk menyandarkan perahunya.

Saat membuang sampah itu pria berkulit sawo matang ini tidak sendiri, dengan menggunakan gerobak dorong ia ditemani seorang rekannya. Karena muatannya berlebihan, sebagian sampah berjatuhan ke jalan, tidak sedikit pula yang jatuh di parit. Sebelum akhirnya mereka tumpahkan ditumpukan sampah yang sudah menggunung.

baca : Tempat Sampah Ilegal di Bekasi Cemari Lingkungan, Pengelola Ditahan

 

Alat berat usai digunakan membersihkan sampah di kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (03/03/2021). Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dari kejauhan tumpukan sampah ini bisa terlihat jelas, karena kebanyakan sampah yang dibuang yaitu beragam sampah plastik, stereofom, sampah rumah tangga hingga kasur tidur yang sudah rusak.

Padahal, sampah-sampah di kawasan itu sedang dibersihkan oleh petugas gabungan dari aparat Kecamatan dan Kelurahan setempat, Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Dinas Sumber Daya Air.

Namun, karena tidak ada tempat penampungan sampah sementara sehingga membuatnya harus membuang sampah dilokasi tersebut.

“Kalau tidak disediakan bak sampah yang besar ya percuma dibersihkan, lama-lama juga menumpuk lagi. Padahal sebenarnya saya juga merasa dilema membuang sampah disini,” ujar Suparman, disela membuang sampah, Kamis (03/03/2022). Dalam sehari, pria berkumis tipis ini mengaku bisa membuang 3-5 gerobak sampah yang dipungut dari setiap rumah secara bergilir. Selain itu juga berasal dari pasar.

baca juga : Sampah Plastik Kemasan, Persoalan Lingkungan yang Harus Diselesaikan

 

Warga membawa sampah botol dari kawasan kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Sampah-sampah tersebut masih bisa diolah lagi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Khawatir Terpapar Penyakit

Keberadaan sampah selain dapat merusak kelestarian lingkungan juga bisa menganggu kesehatan masyarakat. Pencemarannya bisa melalui tanah, air, udara ataupun kontak dengan organisme lain, hal ini bisa menimbulkan penyakit. Tasmita (55), warga yang bermukim di RW 4 RT 6 Kelurahan Kalibaru, mengaku dengan menumpuknya sampah yang berada di samping rumahnya itu ia merasa sangat terganggu.

Selain menimbulkan bau yang tidak sedap, adanya sampah itu juga mendatangkan nyamuk (Culicidae) dan tikus (Muridae), karena keduanya merupakan hewan yang berhabitat dengan tumpukan sampah. Bersama keluarganya dia merasa khawatir terpapar penyakit demam berdarah, apalagi saat ini sedang musim hujan.

“Makan juga terganggu sekali. Ini sudah mending karena dibersihkan, saya berharap segera dibangun bak kontainer biar warga tidak kembali membuang sampah disini,” harap bapak lima anak ini.

Pria yang mengaku sudah turun temurun tinggal di kawasan tersebut mengaku, dari dulu warga sudah membuang sampah di daerah Pesisir kelurahan Kalibaru. Hanya dulunya sampah bisa langsung hanyut terseret ombak. Namun, begitu ada proyek tanggul laut NCICD sampah-sampah itu jadinya terhalang, dan akhirnya menumpuk.

baca juga : Kampung Iklim jadi Model Kelola Sampah Masyarakat, Seperti Apa?

 

Sampah yang dibuang warga relatif beragam, diantaranya seperti sampah plastik, styrofoam, sampah rumah tangga hingga kasur tidur yang sudah rusak. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Muhammad Andri, Camat Cilincing dilansir dari Kompas.com mengatakan, warga memanfaatkan tempat tersebut untuk membuang sampah karena proyek tanggul laut NCICD belum sepenuhnya selesai. Selain dari warga, sampah-sampah itu juga berasal dari sungai.

Dia bilang, warga memilih membuang sampah dilokasi tersebut karena kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) juga belum membangun jalan inspeksi dan jalur hijau yang seharusnya dibangun disekitar tanggul, hal ini seperti yang dilakukan di sebelah timur. Untuk itu, kementerian PUPR diminta untuk menyelesaikan pembangunan jalan inspeksi dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

 

Produsen Perlu Tanggung Jawab

Berdasarkan sifatnya, sampah dapat dibagi menjadi tiga yaitu sampah anorganik (undegradable), merupakan sampah yang tidak mudah membusuk, misalnya sampah plastik, kaca, styrofoam, dll. Berikutnya adalah sampah organik (degradable), yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, daun-daun kering, sisa makanan, dsb.

Selanjutnya adalah sampah B3, yaitu limbah dari bahan-bahan berbahaya dan beracun seperti halnya limbah rumah sakit dan pabrik. Di Indonesia sendiri keberadaan sampah seringkali bercampur aduk tidak karuan, Bella Nathania, peneliti Indonesia Centre for Enviromental Law (ICEL) saat dihubungi menjelaskan, kebiasaan mencampuradukkan sampah tersebut bisa menimbulkan masalah baik dari aspek kesehatan maupun lingkungan.

baca juga : Sampah Organik Dijadikan Pupuk Cair, Cara Efektif Kurangi Beban TPA

 

Petugas pemungut sampah terpaksa membuang sampah di pesisir kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Belum adanya bak kontainer sampah membuat petugas merasa dilema. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Karena sampahnya tercampur aduk, kemungkinan juga akan banyak ditemukan sampah plastik dalam tumpukan sampah di kawasan tersebut. Selain bisa mendatangkan nyamuk, kata perempuan 26 tahun itu, keberadaan sampah plastik ini juga lama-lama akan menjadi partikel kecil yang disebut dengan mikroplastik.

Ukuran mikroplastik sangat kecil, sehingga bisa ditemukan di perairan laut, sedimen sungai, estuari, sedimen di lingkungan terumbu karang, bahkan di dalam perut ikan. Keberadaan mikroplastik di dalam perut ikan dan sumber air tawar bisa menjadi jalan masuk ke tubuh manusia.

Untuk itu, lanjut Bella, penanganan sampah ini Pemerintah Daerah (Pemda) sudah seharusnya meninggalkan sistem kumpul-angkut-buang sampah. Selain itu, produsen juga harus bertanggung jawab terhadap sampah yang diproduksinya.

“Ketika produsen tidak bertanggung jawab yang dirugikan ya masyarakat dan pemerintah, kembali mungutin sampahnya lagi,” tandas perempuan jebolan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini, Sabtu (05/03/2022).

 

Seorang warga menggendong anaknya melewati tumpukan sampah. Keberadaan sampah selain dapat merusak kelestarian lingkungan juga bisa menganggu kesehatan masyarakat. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version