Mongabay.co.id

Kebun Botani Atok Man dan Misi Pelestarian Anggrek Bangka Belitung

 

 

Mata Sartini [55] berkaca-kaca, saat mengenang suaminya Sulaiman [59], biasa dipanggil Atok Man. Lelaki yang meninggal pada September 2016 lalu.

“Dia senang anggrek,” kata Sartini, di kebunnya, di Desa Petaling, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, akhir Februari 2022.

Sartini bercerita, dulu banyak orang heran dengan hobi Atok, mengumpulkan anggrek dari hutan.

“Dia rutin menempelkan anggrek di sejumlah pohon durian, kopi, atau manggis, yang ada di kebun.”

Niat Atok hanya menyelamatkan sekaligus menyalurkan hobinya mengoleksi anggrek.

“Bukan untuk dijual, hanya sebagai pemanis kebun kami seluas 3,5 hektar,” katanya.

Baca: Dian Rossana Anggraini, Pelestari Anggrek di Bangka Belitung

 

Anggrek bulan di Kebun Botani Atok Man, di Desa Petaling, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Desa Petaling yang luasnya 2.515 hektar, mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani. Dulunya, mereka menanam lada dan karet yang kini beralih ke sawit.

“Banyak warga menyesal menjual tanah. Beruntung, Atok tidak melakukan karena dia yakin kebun ini berguna untuk anak cucu,” lanjutnya.

Beragam jenis anggrek tumbuh subur di kebun Atok Man, yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Pangkalpinang, Ibukota Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jenis yang mendominasi adalah anggrek bulan [Phalaenopsis Sumatrana], bunga nasional Indonesia.

Ada juga jenis pohon-pohon khas Bangka Belitung yang mulai sulit dicari, seperti nyatoh, gerunggang, dan petaling.

“Semoga kepedulian Atok terhadap hutan, menular ke generasi muda,” kata Sartini.

Baca: Sungai Upang dan Masa Depan Konservasi Pulau Bangka

 

Jenis anggrek yang berasal dari Bukit Maras ini tumbuh subur di Kebun Botani Atok Man. Foto: Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Pusat edukasi flora

Tahun 2013, semangat Atok Man menyelamatkan anggrek, terdengar Dian Rossana Anggraini dan suaminya Yuli Tulistianto. Mereka adalah inisiator terbentuknya Bangka Flora Society [BFS] pada 2000 lalu.

“Awalnya kami tidak percaya, karena sulit menemukan orang yang punya kesadaran konservasi seperti Atok Man,” kata Dian.

Dian bersama BFS menemui langsung Atok Man. Mereka takjub, melihat beragam jenis anggrek hidup di sejumlah pohon kopi.

“Jiwa konservasi Atok Man sudah tingkat tinggi, saya belajar banyak dari beliau,” kata Dian, penerima Kalpataru, kategori Perintis Lingkungan tahun 2015.

Dian bersama BFS, dan atas dukungan masyarakat, menjadikan lokasi tersebut sebagai Kebun Botani Atok Man pada 2013.

“Sebagai bentuk penghormatan. Jasa beliau tak ternilai, akan selalu diingat dalam sejarah konservasi flora di Pulau Bangka, khususnya anggrek,” lanjutnya.

Baca: Alobi dan Misi Penyelamatan Satwa Liar Dilindungi di Bangka Belitung

 

Sartini [55], bersama dengan BFS meneruskan semangat Atok Man. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Kini, terdapat 35 jenis anggrek di Kebun Botani Atok Man. Semuanya berasal dari sejumlah wilayah di Pulau Bangka, seperti Bukit Menumbing [Kabupaten Bangka Barat], Bukit Mangkol [Bangka Tengah], Bukit Maras dan Kotawaringin [Kabupaten Bangka].

Mayoritasnya jenis anggrek bulan sumatrana [Phalaenopsis Sumatrana], anggrek harimau [Grammatophyllum speciosum], Robiquetia spathulata dan Bulbophyllum campanulatum.

“Kalau Atok Man dulu, sukanya jenis Robiquetia spathulata. Katanya lucu, dari daun sampai bunga,” lanjut Dian.

Di Kebun Botani Atok Man juga didirikan Sekolah Alam Langit Biru, wadah generasi muda belajar flora. Anggotanya siswa sekolah dasar hingga menengah atas.

“Sekaligus menumbuhkan jiwa konservasi, seperti yang dilakukan Atok Man dulu.”

Tidak hanya di Desa Petaling, sarana pendidikan ini tersebar di Mentok, Toboali, Nyelanding, Belinyu, Petaling, Bakam, dan di Sungai Upang, Desa Tanah Bawah, Kecamatan Puding Besar, Kabupaten Bangka, yang telah menjadi kawasan Konservasi Biodiversity.

“Total 68 siswa. Dari mereka, kita berharap muncul generasi peduli lingkungan di Bangka Belitung,” terangnya.

Baca juga: Mentilin, Fauna Identitas Bangka Belitung yang Terancam Punah

 

Dian Rossana Anggraini, berada di sekitar Kebun Botani Atok Man yang didominasi anggrek bulan. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Pendekatan konservasi

Secara geografis, Bangka Belitung diapit dua pulau besar, Sumatera dan Kalimantan. Secara literasi, dua per tiga anggrek di dunia ada di Indonesia, dan satu per tiganya ada di Indonesia bagian barat. Untuk spesies, ada 7.000 jenis anggrek di dunia, yang sekitar 5.000 jenis terdapat di Indonesia.

“Itu asumsi awal kami. Di Bangka Belitung pasti beragam jenisnya,” kata Dian.

Dian bersama BFS telah mengidentifikasi sekitar 147 jenis anggrek di Pulau Bangka. “Kami masih mencari jenis vanda sumatrana, yang menurut literasi ada di Pulau Bangka, dan belum tentu ada di wilayah lain.”

Menurut Dian sangat penting adanya konsep konservasi yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dalam suatu wilayah lebih luas.

“Dalam sebuah upaya konservasi, harus didukung unsur lainnya dalam lingkungan, baik itu abiotik, biotik, maupun budaya.”

Keterlibatan berbagai pihak, baik pemerintahan daerah hingga provinsi, swasta hingga warga sekitar di tingkat tapak sangat penting, guna keberhasilan konservasi di Bangka Belitung.

“Pendekatan konservasi atau pengelolaan lingkungan lintas kepentingan sangat perlu dilakukan. Mengingat, banyak kekayaan alam yang dimiliki Bangka Belitung,” tegas Dian.

 

 

Exit mobile version