Mongabay.co.id

Nelayan Natuna Kecewa Kapal Pati Hanya Didenda Rp150 Juta

 

Kapal KM Sinar Samudra akhirnya dilepaskan PSDKP Natuna setelah ditangkap di perairan Pulau Subi, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kapal ditemukan menangkap ikan di perairan 12 mil, padahak izin kapal di atas 30 mil. Kapal dilepaskan setelah pemilik membayar sanksi administrasi sekitar Rp150 juta.

Nelayan Natuna merasa kecewa dengan keputusan tersebut. Mereka dari awal menduga kapal tidak hanya melanggar zona tangkap, tetapi juga merusak perairan Natuna dengan menggunakan cantrang atau yang diganti nama menjadi jaring tarik berkantong. Menurut, nelayan Natuna kedua alat tersebut sama persis dan juga tidak ramah lingkungan.

Melalui Aliansi Nelayan Natuna (ANN), nelayan membeberkan beberapa kejanggalan pelanggaran kapal. Kejanggalan ditemukan nelayan ketika melakukan pemeriksaan ke atas kapal bersama Wakil Bupati Natuna dan Anggota DPRD Natuna beberapa hari setelah kapal ditangkap.

Kejanggalan-kejanggalan tersebut disampaikan nelayan diantaranya, pertama jaring tarik berkantong yang digunakan nelayan KM Sinar Samudra menggunakan mata jaring diamond yang dipasang secara melintang agar terlihat kotak. Diaturan Permen KP No.18/2021, jaring tarik berkantong harus murni bermata kotak.

Kedua, hasil pemeriksaan nelayan ditemukan kapal membawa alat tangkap yang sudah dilarang yaitu cantrang. Cantrang ditemukan nelayan dalam palka kapal dengan jumlah yang lebih banyak dari jaring tarik berkantong.

Ketiga, nahkoda kapal kepada nelayan dan Wakil Bupati Natuna mengaku kalau alat tangkap yang dibawa di dalam palka memang betul cantrang. Tetapi mereka mengaku tidak menggunakannya di laut Natuna.

baca : Nelayan Natuna Protes Jaring Tarik Berkantong mirip Cantrang

 

Kepala Syahbandar Natuna saat memeriksa jenis alat tangkap yang digunakan kapal KM Sinar Samudra saat ditangkap di Natuna. Foto : Polairud Natuna

 

Keempat, jaring tarik berkantong dinilai nelayan masih dalam kondisi baru. Padahal, kapal sudah menangkap 10 ton ikan. Nelayan menduga yang digunakan ketika melaut adalah cantrang yang disimpan dalam palka.

Kelima, hasil hitungan nelayan ditemukan panjang tali selambar kapal sekitar 4500 meter. Sedangkan diaturan Permen KP No.18/2021 maksimal panjang tali selambar hanya 900 meter.

Kejanggalan terakhir, menurut nelayan 10 ton ikan yang sudah ditangkap nelayan KM Sinar Samudra adalah ikan dasar berukuran kecil. Hal itu menandakan kapal menggunakan cantrang yang merusak dasar laut yaitu karang-karang kecil yang menjadi rumah ikan.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) Hendri mengatakan, proses hukum yang dilakukan oleh PSDKP penuh kejanggalan. Petugas PSDKP mengabaikan beberapa kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan nelayan dan Wakil Bupati Natuna ketika pemeriksaan lansung ke atas kapal. “Nelayan Natuna sangat kecewa sekali, terutama terhadap proses penegakan hukum yang sangat janggal,” katanya.

Proses hukum seperti ini seolah-olah melegalkan semua kapal-kapal jaring tarik berkantong diperbolehkan melaut di perairan Natuna. “Padahal menurut kami mereka masih menggunakan cantrang,” ujar Hendri saat dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa, (8/3/2022).

Kasus penangkapan ini Hendri bilang, memicu sentimen rasa tidak percaya nelayan kepada penegakan hukum. Sehingga muncul persatuan antara nelayan dengan berkomitmen akan melakukan aksi sendiri terhadap pelanggaran yang sama. “Ini salah satu jalan nelayan Natuna untuk bersatu,” ujar Henri yang juga Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Natuna.

baca juga : Aturan Jaring Tarik Berkantong Butuh Sosialisasi

 

Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda bersama nelayan saat memeriksa kapal KM Sinar Samudra dari Pati Jawa Tenggah yang melanggar zona tangkap. Foto : Yogi Eka Sahputra

 

Hendri menjelaskan, kapal cantrang dari Jawa sudah mulai masuk lagi ke Natuna sejak akhir Februari 2022 lalu. Kemungkinan disebabkan setelah izin jaring tarik berkantong keluar dan juga angin utara yang mulai reda. “Bahkan nelayan kita bertemu kapal cantrang di 2 mil. Prediksi kami akan semakin banyak kedepan,” ujarnya.

Hendri mengatakan, kapal cantrang yang datang ini baru berasal dari kapal Juwana Pati Jawa Tengah, belum lagi kapal dari Rembang dan daerah lainnya. “Nelayan menyebut kapal ini kapal cantrang, walaupun mereka menggunakan jaring tarik berkantong. Kami tidak setuju jaring tarik berkantong tidak ramah lingkungan,” katanya.

Hendri menantang, PSDKP untuk melakukan inspeksi bersama di lapangan terhadap kapal cantrang tersebut. Apakah betul jaring tarik berkantong itu ramah lingkungan atau tidak. “Kami tantang PSDKP, kita inspeksi bersama pihak ketiga dari perguruan tinggi dan tenaga ahli yang kredibel mendatangi kapal-kapal cantrang itu ditengah laut,” katanya.

 

PSDKP Bantah Kecurigaan Nelayan 

PSDKP Natuna membantah semua kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan nelayan Natuna. Hasil pemeriksaan KKP bersama instansi terkait, kapal murni melanggar wilayah zona tangkap. PSDKP berjanji bekerja secara konsisten dan berdasarkan aturan yang ada.

Koordinator Satuan Pengawasan (Satwas) SDKP Natuna Maputra Prasetyo mengatakan, pelepasan kapal KM Sinar Samudra sudah sesuai aturan berlaku. Putra menegaskan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan yang sesuai aturan pemerintah. “Yang jelas kita sudah melewati aturan berlaku baru kemudian melepaskan kapal,” kata Putra kepada Mongabay Indonesia, Senin, (7/3/2022).

Putra menjelaskan proses yang dilalui pemilik kapal sehingga dilepaskan sudah sesuai aturan yang ada. Setelah kasus dilimpahkan, PSDKP bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau, Syahbandar Perikanan Natuna dan Polairud Polres Natuna melakukan pemeriksaan bersama-sama. Pemeriksaan tidak hanya soal pelanggaran zona tangkap yang ada dalam limpahan perkara Polres Natuna, tetapi juga pemeriksaan alat tangkap yang digunakan kapal.

Dalam pemeriksaan itu, Putra mengatakan, PSDKP mendatangkan ahli terkait untuk memeriksa alat yang digunakan kapal saat melaut di Natuna. Salah satu ahli berasal dari Syahbandar Perikanan yang ada di Natuna. “Saat itu kita periksa alat tangkap yang digunakan, pemeriksaan dilakukan dengan cara membentangkan jaring, mata jaring terlihat menggunakan kotak, ukurannya 2 inci, dan semuanya sesuai izin, kalau alat tangkap ini sudah pasti jaring tarik berkantong,” kata Putra.

Hal itu Putra bilang, sesuai dengan label yang dipasang Dirjen Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di alat tangkap. “Pemeriksaan jaring sesuai dengan limpahan Polairud, yang digunakan kapal ini adalah jaring tarik berkantong,” kata Putra.

baca juga : Pancing Ulur : Upaya Nelayan Natuna Menjaga Laut

 

Nahkoda kapal KM Sinar Samudra menandatangani perjanjian tidak akan mengulangi pelanggaran zona tangkap saat melaut di Natuna. Foto : PSDKP Natuna

 

Setelah memastikan jenis alat tangkap, Putra mengatakan, pihaknya langsung membuat berita acara bahwa kapal KM Sinar Samudra 130gt ini melanggar zona tangkap. Setelah itu laporan pelanggaran diteruskan ke pemerintah pusat. “Dari pusat turun surat sanksi administrasi, pemilik kapal harus membayar denda Rp.159.474.000 agar bisa dilepaskan,” kata Putra.

Putra menegaskan, pembayaran denda ditransfer langsung ke rekening negara yang masuk dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Setelah surat denda itu keluar, pemilik kapal baru bisa membayar tanggal 4 Maret 2022,” katanya.

Keesokan harinya setelah pembayaran, PSDKP bersama pejabat terkait lainnya melakukan pelepasan kapal KM Sinar Samudra, beserta penandatanganan surat perjanjian tidak akan mengulangi pelanggaran tersebut. “Kalau kedapatan lagi, dan ditangkap, akan diberikan sanksi lebih berat,” kata Putra.

Selain itu PSDKP Natuna juga menerbitkan kembali Surat Laik Operasi (SLO). Setelah dilepaskan kapal diminta untuk melapor kembali ke pangkalan asal. “Dengan catatan saat kembali ke pangkalan asal, kapal dilarang menangkap ikan,” katanya.

Sanksi administrasi diberikan kepada pemilik kapal KM Sinar Samudra juga merujuk kepada aturan terbaru yang terdapat di Undang-Undang Cipta Kerja. Bahwa tidak semua pelanggaran laut masuk kepada tindakan pidana. “Kalau tidak ada dokumen baru masuk ke Pidana, kalau kapal ini semua dokumen lengkap,” katanya.

 

Bantah Ada Cantrang

Hasil pemeriksaan PSDKP Natuna tidak ditemukan alat tangkap cantrang di atas kapal KM Sinar Samudra. Meskipun, Wakil Bupati Natuna bersama nelayan mendapati ada cantrang di atas kapal ketika mereka melakukan inspeksi mendadak baru-baru ini. Saat intograsi nelayan. Nahkoda KM Sinar Samudra juga mengaku membawa cantrang namun tidak menggunakannya.

Putra mengatakan, hasil pemeriksaan bersama PSDKP dan instansi terkait, jaring yang disebut nelayan dan Wakil Bupati Natuna cantrang hanya sebatas jaring tampal. Saat diperiksa Putra bilang, jaring tidak satu set dengan pemberat, pelampung. “Pemeriksaan kita itu hanya badan jaring,” kata Putra.

Selain pemeriksaan langsung, berdasarkan kesaksian aparat Polairud Natuna jaring itu hanya untuk menambal jaring tarik berkantong ketika robek. “Jumlah jaringnya sedikit, tidak satu set, kalau satu set tidak bisa digunakan, jadi tidak mungkin mereka menggunakan cantrang itu di laut,” ujarnya.

perlu dibaca : Tepatkah Operasional Kapal Cantrang Sekarang?

 

Kapal KM Sinar Samudra dilepaskan dan kembali ke pangkalan asal setelah kedepatan mencuri ikan di laut Natuna. Foto : PSDKP Natuna

 

Hasil pemeriksaan ini juga dibantah Hendri. Pelampung cantrang memang tidak dipasang ketika jaring disimpan di palka kapal, tetapi dipasang ketika hendak dipakai.

Putra melanjutkan, begitu juga dengan tali selambar kapal yang dicurigai nelayan panjangnya mencapai 4500 meter. Padahal, dalam aturan Permen KP No.18/2021 panjang tali selambar maksimal 900 meter.

Putra membantah tali selambar KM Sinar Samudra itu 4500 meter, hasil pemeriksaannya tali selambar kapal di setiap sisi kanan dan kiri hanya 900 meter lebih dengan total panjang 1800 meter. “Syarat 900 meter itu untuk satu sisi, yang kita temukan 900 meter lebih sedikit, itu menurut kami masih wajar,” katanya.

Sedangkan mata jaring, kata Putra, nelayan hanya memeriksa bagian tengah jaring. Padahal dalam aturan jaring tarik berkantong, mata jaring kotak hanya diminta pada bagian paling belakang. “Yang dicek badan jaring, seolah itu cantrang,” katanya.

Meskipun jaring tarik berkantong ini mirip dengan cantrang, Putra bilang, ia tidak bisa memutuskan kedua alat tersebut ramah atau tidak terhadap ekosistem bawah laut atau lingkungan. “Aturan sudah ada, kami hanya berdasarkan aturan itu,” ujarnya.

Mantan Koordinator Satwas SDKP Palembang ini memastikan, melakukan penindakan tidak pandang bulu dan akan melakukan penegakan hukum sesuai aturan yang ada. “Kami konsisten dan bekerja sesuai aturan yang ada,” katanya.

Saat ini, kata Putra, tidak semua pelanggaran laut oleh kapal perikanan dimasukan kepada pelanggaran pidana. Aturan baru dalam UU Cipta Kerja terdapat dua pelanggaran yang dijatuhkan kepada kapal perikanan, yaitu pelanggaran administrasi dan pidana.

 

Nelayan pesisir Natuna saat menangkap ikan dengan cara memancing. Nelayan kecil ini terancam kapal cantrang dari Jawa. Foto : Yogi Eka S

 

Kapal yang tidak ada surat SLO, Surat Persetujuan Berlayar (SPB), dan melanggar jalur zona tangkap akan mendapatkan sanksi administrasi. Penghitungan denda dilakukan oleh pemerintah pusat langsung. “Sedangkan sanksi pidana, yaitu tidak melengkapi SIUP, SIPI dan lainnya,” kata Putra.

Terkait maraknya kapal cantrang di Natuna, Putra mengatakan, akan terus melakukan patroli bersama instansi terkait seperti Polairud dan Angkatan Laut untuk. Saat ini PSKDP Natuna mempunyai satu kapal yang selalu patroli mengawasi laut Natuna. “Tidak hanya kapal luar, tetapi juga kapal lokal Natuna juga masuk ke pengawasan kita,” katanya.

Putra mengatakan, ketika ditemukan multi alat tangkap di atas kapal nelayan namun salah satunya dilarang, PSDKP akan menelaah terlebih dahulu apakah masuk pelanggaran pidana atau administrasi. “Kita akan telaah benar-benar, bahkan kita untuk BAP bisa sampai beberapa kali, kita ulang terus bahwa itu adalah benar,” kata Putra. Selain itu, PSDKP akan merujuk kepada panduan hasil interogasi Polairud  dan keterangan ahli.

Putra meminta semua kapal perikanan menaati aturan zona yang sudah ada. Kapal 10-30 GT hanya boleh melaut 12 mil ke bawah. Jika melanggar zona tangkap, penanganan kasus akan dilakukan provinsi. Semua izin kapal di kawasan ini dikeluarkan oleh provinsi.

Sedangkan kapal 30 gt ke atas melaut harus di zona 30 mil ke atas. Jika terjadi pelanggaran, pemeriksaan akan dilakukan pemerintah pusat. Semua izin kapal ini dikeluarkan pemerintah pusat. “Kita akan terus konsisten menegakan aturan ini,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version