Mongabay.co.id

Mungkinkah “Zero Waste City” Terwujud di Indonesia?

 

Penerapan konsep zero waste dibutuhkan agar pengelolaan sampah di kawasan urban bukan cuma semakin ramah lingkungan. Tetapi, juga kian mendatangkan manfaat ekologis, sosial, dan ekonomi.

Laporan Bank Dunia [World Bank] tahun 2016 menyebutkan. jumlah sampah padat yang diproduksi di kawasan perkotaan dewasa ini di seluruh dunia, rata-rata mencapai 2,01 miliar ton per tahun.

Bila di masa depan penduduk dunia, diasumsikan bermukim di perkotaan meningkat antara 68 hingga 75 persen, maka jumlah produksi sampahnya tahun 2050 akan melonjak menjadi 3,4 miliar per tahun.

Tanpa upaya sungguh-sungguh serta solusi jitu dalam tata kelola sampah, maka kota-kota di banyak belahan dunia dapat saja “tenggelam” dalam lautan sampah. Tak terkecuali kota-kota di negara kita.

Baca: Nusantara dan Konsep Kota 15 Menit

 

Kota yang bersih dan rapi, bebas dari sampah, merupakan cita-cita kita bersama. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Menurut Aliansi Zero Waste Indonesia, -aliansi yang beranggotakan sepuluh organisasi lingkungan- sejauh ini, terdapat sekurangnya lima isu utama pengelolaan sampah di Indonesia.

Pertama, tingkat kapasitas pengelolaan sampah pemerintah daerah yang masih rendah. Rata-rata, indeks tingkat pelayanan sampah nasional meningkat dari 63,70 persen pada 2015 menjadi 71,59 persen pada 2018, namun pengelolaan sampah yang baik dan benar hanya sekitar 32 persen.

Pasalnya, 55,56 persen operasi tempat pemrosesan akhir [TPA] sampah, masih merupakan pembuangan terbuka [open dumping]. Di saat yang sama, cakupan pelayanan pengangkutan sampah di sebagian besar kabupaten/kota masih di bawah 50 persen.

Kedua, tingginya angka ketidakpedulian masyarakat terhadap sampah yang mencapai 72 persen berdasarkan hasil survei BPS tahun 2018.

Ketiga, peningkatan drastis komposisi sampah dari jenis plastik. Sekadar ilustrasi, pada 1995, komposisi sampah plastik sekitar 9 persen, meningkat menjadi 11 persen tahun 2005, dan meningkat lagi tahun 2016 menjadi 16 persen.

Keempat, peran dan tanggung jawab produsen yang belum menjadi kewajiban. Kelima, penegakan hukum belum berjalan secara optimal.

Baca juga: Kota Vertikal, Kepadatan Penduduk, dan Realita Gempa Bumi di Negara Kita

 

Kota ramah lingkungan, akankah terwujud di Indonesia? Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Konsep alternatif

Mempertimbangkan hal-hal tersebut, Aliansi Zero Waste Indonesia menawarkan dan mendorong pemerintah untuk menerapkan konsep alternatif dalam pengelolaan sampah berupa program zero waste.

Program ini mendorong rumah tangga untuk melakukan pemilahan sampah dari rumah dengan bantuan pemerintah daerah. Dengan demikian, sampah yang dihasilkan dari aktivitas rumah tangga tidak sepenuhnya harus berakhir di TPA sampah.

Program zero waste diarahkan untuk menekan mahalnya biaya pengelolaan sampah, mengurangi kesenjangan antara timbulan sampah dan kurangnya persediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, serta menyiasati pendeknya usia TPA sampah.

Hingga saat ini, sudah ada sejumlah wilayah di Indonesia yang menjalankan program zero waste. Di antaranya Kota Cimahi, Kota Bandung, Kota Denpasar, Kabupaten Gresik, kabupaten Bandung, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Purwakarta.

Sementara itu, pada tataran global, sejumlah pengelola kota telah menetapkan target untuk menjadikan kota mereka sebagai zero waste city antara tahun 2025 hingga 2040. Sebut saja Auckland [2040], Los Angeles [2025], San Diego [2040],  Seattle [2025], dan Vancouver [2040].

 

Warga membawa sampah botol dari kawasan kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Sampah-sampah tersebut masih bisa diolah lagi. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan kajian C40 Knowledge Hub, kota akan mendapatkan keuntungan besar sekiranya mampu menjadi zero waste city. Apa saja?

Pertama, mengurangi emisi gas rumah kaca [terutama metana] dan pencemaran. Seperti kita ketahui, sampah, terutama sampah makanan, membusuk di tempat pembuangan dan dapat mencemari tanah dan air. Selain itu juga, menghasilkan metana, gas rumah kaca yang 87 kali lebih kuat daripada CO2.

Kedua, menurunkan biaya pengelolaan sampah perkotaan. Mengurangi timbunan sampah dan meningkatkan pola daur ulang. Umumnya, ruang untuk TPA kian berkurang dan penolakan terhadap fasilitas insinerasi juga meningkat. Banyak kota menghabiskan anggaran dalam jumlah besar, untuk menemukan lokasi baru  pembuangan sampah.

Ketiga, peningkatan ketahanan pangan lokal dan ketahanan energi. Pemanfaatan sampah organik akan turut menghasilkan kompos yang menopang ketahanan pangan. Pemanfaatan sampah organik untuk biogas akan menyokong ketahanan energi.

Keempat, menggerakkan pekerja lokal. Rata-rata, penerapan program zero waste dapat menciptakan lapangan kerja 10 kali lebih banyak ketimbang penanganan sampah dengan cara penimbunan atau pembakaran. Aktivitas pengumpulan, penyortiran, perawatan serta pemanfatan sampah, bakal menyedot lebih banyak tenaga kerja lokal.

Kelima, melahirkan manfaat sosial. Inisiatif seperti proyek pengomposan yang dilakukan komunitas, atau program berbagi makanan untuk menghindari makanan menjadi basi dan terbuang, sebagai bagian dari program zero waste, bukan hanya memberi manfaat sosial bagi warga lokal. Tetapi juga, turut memperkuat kohesi sosial antar-komunitas.

Keenam, meningkatkan kesuburan tanah. Ketika sisa makanan dipisahkan dan diolah, dapat menghasilkan kompos dan meningkatkan kapasitas tanah untuk menarik CO2 dari atmosfer, sehingga mengembalikan karbon ke tanah.

Ketujuh, mitigasi penipisan sumber daya. Delapan sumber daya mineral vital berisiko habis dalam rentang 100 tahun ke depan, termasuk tembaga, fosfor, dan aluminium. Dengan menerapkan program zero waste di lingkungan industri, diyakni dapat mengurangi risiko ini.

Menimbang sejumlah manfaatnya, program zero waste kita perhitungkan, terutama di lingkungan perkotaan. Tentu saja, peta jalan menuju zero waste city perlu juga dibuat dan dimiliki oleh para pengelola kota di negeri ini.

 

*Djoko Subinarto, kolumnis dan bloger, tinggal di Bandung, Jawa Barat. Tulisan ini opini penulis. 

 

Rujukan:

Atiq Uz Zaman & Steffen Lehman. 2021. What is the ‘Zero Waste City’ Concept?

AZWI. 2020. Zero Waste Cities.

C40 Cities Climate Leadership Group. 2019. Why Cities Need to Advance towards Zero Waste.

World Bank. 2022. Solid Waste Management.

 

 

Exit mobile version