Mongabay.co.id

Ancaman Gas Beracun di Dieng, Bagaimana Mitigasinya?

 

Sejumlah ambulans mendatangi Dusun Pawuhan, Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng) pada Sabtu (12/3/2022). Ambulans itu menjemput belasan pekerja pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Dieng yang tengah bekerja di sumur PAD 28. Rombongan mobil ambulans yang mengangkut pekerja langsung mengarah ke RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo.

Belakangan diketahui, ada salah satu pekerja yang meninggal akibat peristiwa tersebut. Disebutkan kalau korban paparan gas beracun ada sebanyak 15 orang. Hingga kini, sebagian besar sudah pulih setelah mendapat perawatan intensif di RS setempat.

Dalam rilis tertulis PT Geo Dipa Emergi (GDE) yang dikutip Mongabay Indonesia menyebutkan  memang telah terjadi kecelakaan di wilayah kerja Geo Dipa Unit Dieng, tepatnya PAD 28 Dapat dipastikan juga bahwa kejadian tersebut tidak terjadi ledakan di salah satu sumur, ataupun terjadi pada sumur pengeboran.

Kecelakaan tersebut terjadi pada 12 Maret 2022 jam 14:55 WIB di PAD 28 yang berlokasi di Dieng, Batur, Banjarnegara. “Kejadian ini berawal dari kegiatan quenching sumur, salah seorang pekerja yang merupakan Pelaksana Pekerjaan Workover berinisiatif memeriksa relief valve di mud pump-1 yang terbuka secara otomatis, kemudian pekerja tersebut terjatuh pingsan dan dievakuasi ke Puskesmas Kejajar 1 Wonosobo. Diduga korban terpapar gas beracun  jenis hidrogen sulfida (H2S) yang keluar bersama dengan air saat relief valve terbuka otomatis,” jelas General Manager (GM) GDE Unit Dieng Budi Santoso pada Sabtu (12/3) malam.

Dia menjelaskan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut, seluruh SOP sudah dijalankan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan kerja yang berlaku. Dan dapat dipastikan bahwa tidak ada masyarakat yang menjadi korban dalam kejadian tersebut, melainkan pekerja yang berada pada lokasi tersebut. “Geo Dipa akan bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan tersebut kepada seluruh korban yang terdampak,” tambahnya.

baca : Warga Sejumlah Desa Tolak Pembangunan PLTP Dieng, Kenapa?

 

Foto lokasi bocornya gas di sumur pengeboran. Foto : PT GDE Dieng

 

Kemudian Direktur Utama PT GDE Rifki Firmandha Ibrahim mengatakan area di luar PAD 28 atau wilayah publik dipastikan dalam kondisi aman dan tidak ada paparan H2S. “Tim dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM akan menginvestigasi kecelakaan kerja di PLTP Dieng. Pemprov Jateng melakukan supervisi atas penanganan kecelakaan kerja dan penanganan dilakukan dengan baik,”demikian bunyi rilis tertulis yang ditandatangani Rifki Firmandha Ibrahim.

Kapolres Banjarnegara AKBP Hendri Yulianto mengungkapkan setelah evakuasi korban, pihaknya melaksanakan oleh tempat kejadian perkara (TKP). “Dari olah TKP, tentu memeriksa para saksi yang ada di lapangan. Nantinya akan diselidiki apakah ada human error atau kemungkinan faktor kelalaian. Di sisi lain, situasi saat sekarang sudah kondusif dan meminta masyarakat untuk tidak percaya hoaks. Sebab, ada berita muncul terjadinya ledakan. Padahal, saya pastikan tidak ada ledakan sama sekali,” tegas Kapolres.

 

Tak Hanya Sekali

Kecelakaan kerja itu mengingatkan peristiwa pada 13 Juni 2016 silam. Ketika itu, ada sumur PLTP yang meledak. Peristiwa tersebut juga menyebabkan korban meninggal dunia. Namun, karena waktu itu ada ledakan, maka material juga tersebar di areal pertanian.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi itulah yang berdampak trauma bagi masyarakat. Maka, pada Januari lalu, masyarakat menyatakan penolakannya terhadap penambahan powerplan Unit 2 PLTP Dieng. “Peristiwa ledakan itu sungguh membuat warga traumatik. Di sisi lain, warga di sekitar ledakan, tidak dapat menanami arealnya, karena terdampak,” ungkap Haikal Fatih (23) pemuda Desa Bakal, Kecamatan Batur, Banjarnegara saat berbincang dengan Mongabay Indonesia pada Selasa (25/1/2022).

Apalagi dari analisis  yang dilakukan Walhi Jateng, ada ancaman lain yakni soal air. Sebab kebutuhan air PLTP cukup rakus, berdasarkan perkiraan ada 40 liter/detik  atau sekitar 6.500 – 15.000 liter air untuk setiap MWh.

baca juga : Temuan ESDM soal Gas Beracun Sorik Marapi dan Kejadian di Daerah Lain

 

Panas bumi yang ada di kawasan dataran tinggi Dieng, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dalam rilis pascakejadian yang diterima Mongabay Indonesia, Walhi Jateng menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Sebagai pendamping warga yang melakukan penolakan terhadap pembangunan Unit 2 PLTP Dieng, Walhi mengungkapkan bahwa warga sangat khawatir peristiwa itu terulang. “Sebab, tidak hanya Sabtu lalu saja, melainkan tahun 2016 juga pernah kerjadian,” kata Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Jateng Iqbal Alma Ghosan Altofani.

Menurut Iqbal, peristiwa seperti itulah yang mendasari warga melakukan penolakan terhadap pembangunan powerplan Unit 2 PLTP Dieng. “Kami sangat menyayangkan peristiwa tersebut. Peristiwa semacam inilah yang menjadi alasan warga Desa Karangtengah menolak pembangunan powerplan Unit 2 PLTP Dieng. Apalagi, lokasinya dekat dengan permukiman warga,” jelasnya.

 

Sejarah Peristiwa Erupsi Dieng dan Gas Beracun

Berdasarkan sejarah erupsi dan embusan gas beracun, di kawasan Dieng telah terjadi berkali-kali. Dalam catatan Badan Geologi Kementerian ESDM, erupsi pertama kali tercatat pada 1450 di kawah Pakuwojo. Kemudian antara tahun 1825 hingga 1928 terjadi berkali erupsi berupa letusan normal di Pakuwojo, Sikidang, dan Batur.

Kemudian letusan yang berupa uap dan lumpur terjadi di Kawah Batur tahun 1939 menyebabkan 5 orang meninggal. Lalu pada 1944 di Kawah Sileri terjadi gempa dan letusan dengan menyebabkan 59 orang meninggal, 55 lainnya hilang dan 38 luka-luka. Ketika itu, berdasarkan catatan Badan Geologi, terjadi gempa bumi dan letusan.

Dan yang paling dahsyat dan diingat sampai sekarang adalah peristiwa gas beracun yang terjadi di Kawah Sinila. Peristiwa tragis yang terjadi pada Selasa 20 Februari 1979 tersebut. Bahkan, dari beberapa warga yang mengalami peristiwa tersebut sangat mencekam. Sebab, ada 149 warga yang meninggal mendadak akibat menghirup gas beracun. Kejadian tersebut bermula dari gempa.

baca juga : Kebocoran Gas Beracun di Pembangkit Panas Bumi Sorik Marapi, 5 Orang Tewas

 

Sejumlah petani beraktivitas di sekitar pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Dieng Banjarnegara Jawa Tengah. Sejauh ini PLTP aman dan ramah lingkungan. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo mengatakan kejadian gas beracun Kawah Sinila memang meninggalkan trauma bagi masyarakat setempat. Peristiwa Sinila tahun 1979 membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara menutup wilayah sekitar kawah Timbang, karena pada saat aktifnya kawah Sinila, yang mengeluarkan gas beracun justru dari kawah Timbang. Gas tersebut tidak hanya muncul dari kawah Timbang, melainkan dari rekahan tanah hingga Simbar dan Kepucukan.

“Kejadian tersebut membuat Pemkab Banjarnegara menghapus dua dusun tersebut dari peta. Mereka kemudian diikutkan dalam program transmigrasi ke Sumatera,” kata Andri.

Pada satu dekade terakhir, juga terjadi peristiwa aktifnya beberapa kawah. Tahun 2011, misalnya,  Kawah Timbang naik statusnya karena kadar CO2 mengalami kenaikan cukup signifikan. Sehingga warga tidak boleh mendekat ke kawah. Kemudian pada 2013, ada gempa yang terjadi di Dieng.

“Peristiwa gempa yang terjadi pada tahun 2013 silam dengan magnitudo 4,8 membuat warga di Dieng mengungsi. Jumlah pengungsi ada sekitar 3 ribu. Selain itu, gempa juga memicu munculnya gas beracun di sekitar Kawah Timbang. Ancaman gas beracun memang potensial masih terus ada. Selain itu juga letusan freatik. Setidaknya ada 3 kawah yang harus diwaspadai yakni Timbang, Sileri dan Sinila,” kata Andri.

baca juga : Proyek Geothermal Wae Sano: Antara Penolakan, Kepentingan Pariwisata dan Pengurangan Energi Fosil

 

Kabut terlihat menutupi sebagian Kompleks Candi Arjuna, Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, kemarin. Dieng menjadi salah satu tempat favorit bagi wisatawan di Jateng, apalagi setelah ada gelaran Dieng Culture Festival (DCF) 2015. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Mitigasi Gas Beracun Harus Lebih Detail

Dihubungi Mongabay Indonesia, Ahli Geologi dan Geokimia  dari Jurusan Teknik Geologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Sachrul Iswahyudi mengatakan bahwa di daerah panas bumi memang rawan terhadap gas-gas toksik atau beracun. “Di mana pun juga, daerah panas bumi memang seperti itu, mempunyai gas-gas toksik yang tinggi seperti CO2 dan H2S. Khususnya di Dieng, wilayah setempat memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan wilayah lainnya,”ungkap Sachrul pada Senin (14/3/2022).

Menurutnya, berdasarkan sejarahnya, gas beracun itu kerap muncul di sejumlah titik di kawasan Dieng. Memang yang paling dahsyat adalah peristiwa gas beracun pada tahun 1979 yang mengakibatkan ratusan orang meninggal. “Dari berbagai peristiwa itu menjadi indikasi bahwa kawasan Dieng menyimpan gas toksik yang sewaktu-waktu dapat muncul,” jelasnya.

Wilayah Dieng itu unik, karena di dataran tinggi tersebut banyak pemukiman penduduk, destinasi wisata, kawasan pertanian serta PLTP. Karena itulah, maka dibutuhkan penelitian lebih mendalam mengenai bawah permukaan Dieng.

“Memang, penelitian tidak dapat memastikan kondisi senyatanya di bawah permukaan. Penelitian dapat dilaksanakan dengan mengambil sampel dan interpretasi geofisika bawah permukaan. Dengan demikian, maka riset-riset yang dilakukan dapat dijadikan bahan referensi untuk mitigasi,” katanya.

Upaya mitigasi untuk mengurangi kerugian yang lebih besar harus terus menerus dilakukan. Dengan adanya penelitian, maka pengetahuan bisa lebih rinci. Terutama di wilayah-wilayah yang dekat dengan pemukiman, wisata maupun daerah pertanian. “Mitigasi bakal lebih akurat kalau dasar pengetahuannya detail,” tandas Sachrul.

Riset juga dapat diarahkan ke upaya mitigasi, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat khususnya di Dieng. “Kalau di Dieng, mitigasinya harus lebih kuat, karena merupakan wilayah padat penduduk, lokasi pertanian dan destinasi wisata. Dengan begitu, maka upaya untuk mengurangi risiko bisa dijalankan dengan baik,”katanya.

 

Wilayah pertanian kentang di dataran tinggi Dieng, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Terkait upaya mitigasi, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Banjarnegara Andri Sulistyo mengatakan bahwa pihaknya bersama dengan PVMBG sudah memasang rambu-rambu di lokasi rawan bencana khususnya gas beracun. “Saat sekarang sudah ada peta kawasan rawan bencana (KRB) yang dibuat oleh PVMBG. Dengan peta itu, maka BPBD dan PVMBG membuat papan yang berisi rambu-rambu di wilayah rawan bencana khususnya jalur gas beracun,”ujar Andri.

Peta tersebut tidak statis, melainkan dinamis. Sebab, setiap lima tahun sekali akan diperbarui sesuai dengan kondisi kekinian. “Tahun ini sepertinya akan diperbarui lagi, karena umurnya sudah lima tahun. Peta itu didasarkan pada data-data penelitian dan pemantauan yang dilakukan oleh PVMBG,”katanya.

Upaya lainnya yang dilakukan adalah pemasangan alat-alat deteksi gas beracun yang disebar di lokasi-lokasi rawan. “Juga telah dibentuk rencana kontijensi tiga kabupaten yaitu Banjarnegara, Wonosobo dan Batang. Masyarakat di sejumlah desa juga telah dikoordinir membentuk Desa Tangguh. Di antaranya Desa Kasiran dan Kepakisan,”tambahnya.

Dieng memang memiliki potensi luar biasa. Tidak hanya energi, tetapi juga pertanian dan destinasi wisata. Namun, ancaman laten gas beracun tetap ada, sehingga mitigasi menjadi jalan keluarnya.

 

Exit mobile version