- Puluhan orang pingsan, dan dilarikan ke rumah sakit di Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 25 Januari lalu. Lima orang dari mereka, dua balita akhirnya tewas. Dugaan kuat mereka terhirup gas beracun yang bocor dari sumur pengeboran pembangkit panas bumi PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).
- Erwin Efendi Lubis, Ketua DPRD Mandailing Natal yang mendapatkan informasi langsung turun kelokasi. Dia mencoba meredakan emosi masyarakat. Dia menghubungi perusahaan untuk mematikan seluruh operasi agar kebocoran gas tidak terus terjadi.
- Horas Tua Silalahi, Kapolres Mandailing Natal AKBP menjelaskan, keracunan terjadi ketika sejumlah pekerja tengah mengebor dengan jarak berdekatan dengan desa.
- Ida Nuryatin Finahari, Direktur Panas Bumi, melalui pernyataan resmi menyatakan, telah menerbitkan surat penghentian sementara seluruh kegiatan SMGP di lapangan, termasuk penghentian operasi PLTP Unit I (45 MW), kegiatan pengeboran dengan 2 unit rig dan seluruh aktivitas pengembangan PLTP Unit II. Kejadian ini, saat ini dalam proses investigasi Inspektur Panas Bumi.
Suasana Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara Senin (25/1/21) jadi mencekam. Jeritan histeris penduduk, mereka berlarian sambil menggendong sejumlah warga terlihat lemas tak berdaya. Seorang ibu tampak menjerit sambil menggendong anaknya yang tak bergerak.
Situasi makin menegangkan ketika terlihat puluhan orang tergeletak di tanah. Kepanikan jelas terlihat di lokasi itu. Tampak di antara warga yang tergeletak di jalan dua anak usia di bawah lima tahun, dua anggota kepolisian dari Polres Mandailing Natal, orangtua dan para ibu tergeletak.
Puluhan warga yang pingsan ini langsung dilarikan ke kedua rumah sakit, Rumah Sakit Umum Panyabungan dan Rumah Sakit Permata Madina Panyabungan. Kabar dari rumah sakit menyebutkan, puluhan orang yang berhasil dievakuasi lima dinyatakan meninggal dunia, dua anak di bawah lima tahun. Para korban ini ternyata terhirup gas beracun.
Data kepolisian, dugaan kuat puluhan warga yang pingsan dan meninggal dunia itu karena terhirup gas kimia beracun H2S dari kebocoran sebuah perusahaan panas bumi, PT. Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP). Perusahaan ini merupakan pembangkit listrik panas bumi yang berdekatan dengan Desa Sibanggor Julu.
Mendapatkan kabar lima orang meninggal dunia emosi warga memuncak, situasi tak terkendali. Tiga mobil perusahaan dihancurkan. Ratusan warga Desa Sibanggor mengamuk, aparatur desa yang mencoba menenangkan tak bisa berbuat banyak.
Erwin Efendi Lubis, Ketua DPRD Mandailing Natal yang mendapatkan informasi langsung turun kelokasi. Dia mencoba meredakan emosi masyarakat. Dia menghubungi perusahaan untuk mematikan seluruh operasi agar kebocoran gas tidak terus terjadi.
Setelah itu, meminta penduduk di sekitar lokasi agar menjauh sementara waktu sampai kondisi benar-benar aman dan mengurangi korban terhirup gas beracun.
Emosi warga mereda. Akhirnya mereka mengungsi ke tempat lebih aman. Mereka dibantu aparat kepolisian dari Polres Mandailing Natal, perlahan situasi di desa mulai kondusif. Keesokan harinya, lima warga desa yang meninggal dunia disemayamkan di rumah duka dan tak berapa lama dikebumikan.
Di lokasi kejadian perkara, operasi sumur bor dihentikan dan gas bocor sudah berhasil diatasi. Erwin langsung menuju ke tempat kebocor pipa gas beracun itu disaksikan warga desa.
Di hadapan warga desa, tokoh masyarakat adat Mandailing Natal yang acap kali mengkampanyekan pelestarian lingkungan dan isu sosial ini meminta, perusahaan bertanggung jawab dan proaktif atas musibah ini.
Dia menyatakan, perlu ada penyelidikan terkait kejadian ini apakah karena human error atau ada unsur kesengajaan bahkan ada faktor-faktor lain sampai ada korban jiwa.
Erwin berharap, aparat kepolisian bisa mengungkap ini dengan jelas dan seterang-terangnya.
Menurut dia, peristiwa itu tidak mungkin terjadi kalau perusahaan sudah melakukan sosialisasi, pemberitahuan, pengumuman terbuka bukan hanya melalui informasi selebaran yang ditempel di titik-titik lokasi yang belum tentu terbaca masyarakat. Kalau prosedur dan tahapan itu sudah dilakukan, masyarakat pasti tidak akan mendekat lokasi pengeboran dan tidak akan ada korban jiwa.
“Perusahaan harus bertanggung jawab atas kejadian ini.”
Masyarakat Mandailing Natal, katanya, tidak anti investasi atau bisnis yang ingin berusaha di kabupaten pemekaran ini. Meskipun begitu, katanya, harus mengikuti aturan dan prosedur berlaku di Mandailing Natal hingga bisnis bisa berkembang dan perekonomian juga bisa makin naik.
“Intinya harus ada pertanggungjawaban untuk ini. Tadi saya sudah bicara dengan berbagai pihak akan ada penyelesaian terkait musibah ini.”
Dia bilang, komunikasi dan informasi dari rumah sakit di Mandailing Natal untuk korban yang sedang dirawat kondisi makin membaik.
Horas Tua Silalahi, Kapolres Mandailing Natal AKBP menjelaskan, keracunan terjadi ketika sejumlah pekerja tengah mengebor dengan jarak berdekatan dengan desa.
Saat pengeboran berlangsung, terjadi kebocoran gas beracun yang terhirup masyarakat yang sedang beraktivitas di sekitar lokasi. Akibatnya, lima orang meninggal dunia, antara lain dua balita. Sebanyak 32 orang langsung dilarikan ke rumah sakit. Dari 37 orang korban, dua merupakan personil Polres Mandailing Natal.
“Dua personil saya yang menjadi korban masih dalam perawatan. Mereka terhirup gas beracun ketika akan mengevakuasi atau menolong warga yang menjadi korban terlebih dahulu,” kata Horas.
Untuk mengungkap kasus ini, kepolisian adakan penyidikan dan tengah mendalami apakah ada unsur kesengajaan atau tidak. Pemeriksaan terhadap perusahaan dan masyarakat sekitar juga akan dilakukan.
Perusahaan, katanya, harus bertanggung jawab atas kejadian ini. Tim laboratorium forensik Polres Mandailing Natal sudah turun untuk olah tempat kejadian perkara.
Dari Polda Sumatera Utara dilaporkan Selasa (24/1/21) telah menurunkan 34 personil berdiri dari forensik, Jatanras dan personil dari Direktorat Kriminal Umum ke Mandailing Natal. Mereka akan usut kasus kebocoran gas beracun ini.
Horas bilang, sementara perusahaan menghentikan pengeboran untuk mencegah kebocoran lebih parah lagi.
Sekitar 200-an personil baik dari Sabhara Brimob Polda Sumut berada di Polres Mandailing Natal. Dari Polres Tapanuli Selatan juga ke lokasi untuk mengamankan situasi.
“Kita tunggu hasil penyelidikan, tim saat ini masih bekerja.”
Gustam Lubis, Geologist dari Institut Teknologi Medan mengatakan, bicara gas di SMGP dan tentang pengeboran, kemungkinan ada pipa tidak menyambung atau ada lubang atau celah yang menyebabkan gas H2S bocor.
Dalam proses pengeboran, katanya, harus ada standar operasi prosedur. “Pertanyaannya, apakah SOP sudah ditaati dan dijalankan? Jika sudah dikerjakan perusahaan, apabila ada proses-proses tidak dijalankan maka itu kesalahan.”
Ketika pengeboran, katanya, harus ada sosialisasi dan pemberitahuan kepada masyarakat atau siapapun yang berada di sekitar proyek. Hal ini perlu dan penting sekali agar masyarakat di sekitar lokasi mengetahui kalau ada sesuatu sangat berbahaya bahkan mengancam nyawa kalau terhirup.
Ketika pengeboran, katanya, juga harus ada police line guna mengantisipasi hal-hal tidak diinginkan.
“Jika semua tidak dijalankan perusahaan maka ada pelanggaran. Jika sudah dilakukan tetapi masyarakat mengabaikan ini yang jadi masalah juga.”
Sampai ada kejadian ini, katanya, juga perlu melihat analisa mengenai dampak lingkungan (amdal), apakah mengenai kerawanan dan risiko pengeboran terhadap masyarakat ini sudah masuk.
Dia coba menganalisis kemungkinan sampai gas bocor, antara lain, pipa terpasang tidak tepat dan terjadi kebocoran atau uap keluar. Geothermal ini adalah panas bumi yang memanfaatkan uap untuk pembangkit listrik, di dalamnya banyak senyawa kimia beracun dan logam berat perlu diantisipasi perusahaan.
Apalagi, katanya, untuk proyek sebesar SMGP. Sebelumnya, harus ada pemetaan, lanjut eksplorasi kemudian ada pengukuran atau analisis mana yang tepat untuk lokasi pengeboran. “Kalau semuan sudah dijalankan, kejadian itu bisa dapat dihindari.”
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi melalui Direktur Panas Bumi KESDM telah menerima laporan dari pengembang lapangan panas bumi Sorik Marapi yang terletak di Mandailing Natal).
Kronologis yang dilaporkan perusahaan, pada Senin (25/1/21) terjadi paparan diduga gas H2S terhadap warga ketika berlangsung buka sumur (well discharge) sumur SM T02 pada proyek panas bumi PLTP Sorik Marapi Unit II.
Buka sumur satu tahapan dalam pengoperasian PLTP dan dengan prosedur ketat. Sebelum memulai buka sumur, SMGP mengaku sudah melakukan seluruh rangkaian prosedur keamanan antara lain sosialisasi kepada semua pekerja dan masyarakat. Juga, evakuasi seluruh pekerja dari wellpad, penetapan batas perimeter aman, melengkapi tim well test dengan SCBA dan gas detector, dan final sweeping sebelum kegiatan buka sumur mulai.
Sekitar pukul 12.00, buka sumur dengan mengalirkan steam ke silencer untuk dibersihkan sebelum mengalir ke PLTP. Sekitar pukul 12.30, dilaporkan ada masyarakat yang pingsan.
Saat itu, warga sedang di sawah berjarak sekitar 300-500 meter dari sumur panas bumi. Saat kejadian, seluruh alat gas detector yang ditempatkan tidak mendeteksi ada gas H2S. SMGP memutuskan segera menutup kembali sumur.
Penanganan saat ini fokus memberikan pertolongan kepada warga terdampak. SMGP melaporkan kejadian ini kepada instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah dan kepolisian.
Ida Nuryatin Finahari, Direktur Panas Bumi, melalui pernyataan resmi menyatakan, telah menerbitkan surat penghentian sementara seluruh kegiatan SMGP di lapangan, termasuk penghentian operasi PLTP Unit I (45 MW), kegiatan pengeboran dengan 2 unit rig dan seluruh aktivitas pengembangan PLTP Unit II. Atas kejadian ini, katanya, saat ini dalam proses investigasi Inspektur Panas Bumi.
*****
Foto utama: Police line di sumur bor panas bumi perusahaan di Mandailing Natal. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia