Mongabay.co.id

Bukan Hanya Ekowisata, Potensi Kopi Robusta di Pekon Sedayu Bisa Diandalkan

 

 

Jalan setapak sepanjang 500 meter yang dilewati Arya Trias Saputra itu berlumpur akibat  hujan. Roda motor trail modifikasinya tersebut, melaju perlahan. Begitulah perjalanan seru Arya ketika mengantar peserta ekowisata Rafflesia Adventure Camp.

Akses menantang, menjadi sensasi tersendiri para peserta tur di Register 31 Pematang Arahan, Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

“Sudah dua hari hujan, kondisi jalan licin,” terangnya, Sabtu [12/03/2022].

Daya tarik ekowisata ini adalah peserta dapat melihat langsung Rafflesia, bunga langka yang tumbuh di area kelola masyarakat. Menurut Arya, Rafflesia di Provinsi Lampung hanya tumbuh di tiga lokasi berbeda, salah satunya di Register 31 Pematang Arahan. Sejak awal ditemukan pada 2019 sampai saat ini, sudah 12 kali mekar.

“Ada sepuluh blok Rafflesia di sini,” kata pemuda kelahiran 2002 tersebut.

Sebelum mekar sempurna, Rafflesia memiliki empat fase: kopula, brakta, perigon, dan mekar. Kopula berlangsung selama 2-3 bulan, merupakan fase bintil yang baru muncul dari inang, diselimuti kulit berwarna cokelat dengan bentuk seperti bola kecil.

Selanjutnya, fase brakta sekitar 6-7 bulan, kulit cokelat tadi pecah, muncul Rafflesia menyerupai kol. Perigon merupakan fase sebelum mekar, berlangsung 2-3 bulan. Setelah itu Rafflesia mekar dan hanya bertahan 7-8 hari.

Baca: Menjaga Keindahan Rafflesia dengan Ekowisata, Seperti Apa?

 

Kopi robusta merupakan komoditi utama di Pekon Sedayu. Foto: Chairul Rahman/Mongabay Indonesia

 

Ketertarikan Arya melestarikan Rafflesia, mendorongnya bergabung menjadi anggota Pokdarwis Rafflesia Adventure Lentera31.

“Kalau anak muda masuk kelompok sadar wisata [pokdarwis]. Bapak-bapak ke gapoktan [gabungan kelompok tani] dan ibu-ibu membuat minuman atau ecoprint,” terangnya.

Selain Rafflesia, flora lain yang ada di lokasi ekowisata adalah lempaung [Baccaurea lanceolata], rambutan hutan [Nephelium juglandiforium], pohon gaharu [Aqualaria malaccensis], pakis monyet [Cibotium barometz], juga bunga bangkai [Amorphopallus titanum].

Untuk fauna, ada jenis rangkong, katak bertanduk [Megophrys montana], elang hitam [Ictinaetus malayensis], rusa [Cervidae sp.], beruang madu [Helarctos malayanus], juga tapir [Tapirus indicus].

“Kami merawat kawasan ini tanpa mengubah kondisi aslinya,” kata dia.

Baca: Alpukat Siger, Upaya Anto Abdul Mutholib Kembangkan Varietas Unggul Lampung Timur

 

Rafflesia arnoldii yang akan mekar. Foto: Chairul Rahman/Mongabay Indonesia

 

Kopi robusta

Riza Handoko, anggota Pokdarwis Rafflesia menyatakan, Pekon Sedayu juga memiliki potensi kopi robusta dengan jenis tugu kuning dan tugu sari. Perbedaannya, klon tugu sari memiliki ukuran lebih besar, tetapi produktivitasnya tidak lebih baik dari klon tugu kuning.

“Wilayah ini ketinggiannya 600 mdpl, cocok jenis robusta yang hidup diketinggian 400-800 mdpl. Sementara arabika, 1.000-2.000 mdpl,” terangnya, Minggu [13/03/2022].

Menurut dia, pohon kopi memerlukan naungan guna mempertahankan produktivitas. Pohon naungan itu durian, alpukat, pala, atau lada. Jumlah tegakan kopi satu hektar adalah 100  pohon.

Tanpa naungan, lanjut Riza, ketika musim hujan bunga kopi rontok dan ketika kemarau kering. “Biasanya, dalam satu hektar menghasilkan sekitar 800 kuintal.”

Plt. Kepala Kelompok Pengelola Hutan Lindung [KPHL] Kotaagung Utara, Oleh Solihin, menyambut ekowisata ini. Ekowisata merupakan destinasi wisata terbatas, hanya orang dengan minat tertentu yang ingin berkunjung.

“Upaya pelestarian alam berjalan dan ekonomi masyarakat dapat meningkat. Untuk itu perlu dukungan semua pihak,” paparnya.

Baca: Resahnya Petani Kopi Lampung Terhadap Perubahan Iklim

 

Rumah pohon di sekitar jalur ekowisata, digunakan tempat beristirahat petani sekaligus memantau pergerakan satwa liar. Foto: Chairul Rahman/Mongabay Indonesia

 

Kondisi alam

Dian Anggria Sari Dosen Jurusan Biologi Institut Teknologi Sumatera [Itera] mengatakan, banyaknya satwa di lokasi ekowisata mengindikasikan bahwa rantai makanan masih terjaga.

“Terlebih, bila pohon buah dan empon-empon sebagai sumber makanan satwa herbivora masih banyak tersedia.”

Ketika mengembangkan ekowisata, sebaiknya pendataan flora dan fauna dilakukan. Hal ini sebagai daya tarik bagi pengunjung sekaligus sebagai bentuk edukasi.

“Sehingga, pola pikir pengunjung menjadi lebih baik dan makin peduli pada alam,” terangnya, Sabtu [12/03/2022].

Terkait Rafflesia, dia menjelaskan, puspa ini hanya tumbuh di inang Tetrasigma lanceolarium dan membutuhkan bantuan mamalia besar untuk penyebaran bibit.

“Proses penyebaran setelah melewati penyerbukan, bakal buahnya tersangkut di kaki mamalia besar lalu menempel pada inang. Itu salah satu menyebabkan Rafflesia langka,” kata dosen yang akrab disapa Anggi.

Baca juga: Inilah Kambing Saburai, Kekayaan Genetik Asli Lampung

 

Indahnya hutan di lokasi ekowisata di • Register 31 Pematang Arahan, Pekon Sedayu, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Foto: Chairul Rahman/Mongabay Indonesia

 

Inang Rafflesia juga tidak bisa tumbuh sembarang. Kelembaban lingkungan dan tanah yang dibutuhkan bisa lebih dari 80 persen.

“Di beberapa lokasi, ada vegetasi yang pernah terganggu. Hal ini dapat terjadi akibat gangguan manusia atau alami. Adanya area jelajah hewan besar atau banjir dapat memungkinkan hal tersebut terjadi. Kalau kita lihat area resam, itu merupakan daerah yang sering mendapat gangguan,” paparnya.

 

 

Exit mobile version