Mongabay.co.id

Aliansi Rakyat Gugat UU Ibu Kota Negara

 

 

 

 

DPR dan pemerintah bahan bahas RUU Ibu Kota Negara (IKN) pada 7 Desember 2021. Sekitar sebulan bahasan rancangan pun ketok palu jadi UU pada 18 Januari 2022. Pada Jumat (1/4/22), Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (Argumen) mengajukan gugatan uji formil atau judicial review UU ini ke Mahkamah Konstitusi. Aliansi yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat ini menilai proses pembentukan UU IKN bertentangan dengan UUD’45 dan menabrak semua azas formil.

Para penggugat juga menilai, proses pembentukan UU tidak melibatkan publik secara penuh dan efektif. Terutama keterlibatan masyarakat adat yang wilayah mereka masuk dalam rencana pembangunan IKN.

“Bagaimana mungkin seseorang memutuskan sesuatu tentang rumahmu, tapi kamu tidak dimintai pendapat dan rumah kamu diobrak-abrik?” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN saat ditemui pada pendaftaran gugatan.

Selain AMAN, aliansi ini terdiri atas Walhi, Busyro Muqoddas dari Muhammadiyah, Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Trisno Rahardjo serta Dahlia dari Suku Paser Balik, Penajam Paser Utara. Saat pendaftaran diwakili AMAN dan Walhi.

Rukka mengatakan, tak ada keterlibatan masyarakat adat dalam proses penyusunan UU. Proses pembentukan UU IKN mirip dengan UU Cipta Kerja dan revisi UU Minerba. Terburu-buru, tertutup dan tidak mengindahkan aspirasi masyarakat.

“UU IKN ini sudah secara langsung menghilangkan identitas masyarakat adat di sana. Kami berusaha berpartisipasi, tapi prosesnya menjadi sangat tertutup.”

 

Baca juga: IKN Nusantara Melaju, Was-was Nasib Masyarakat Adat

Plang-plang yang menunjukkan wilayah itu akan masuk lokasi IKN Nusantara, berada di wilayah adat. Foto: AMAN

 

Tidak ada proses audit terkait siapa penguasa lahan di lokasi pembangunan IKN. Klaim pemerintah yang menyebut kalau lahan sudah clean and clear terbantahkan. Dari catatan AMAN, setidaknya menyebut ada delapan komunitas masyarakat adat di ring satu atau kawasan inti pemerintahan.

Muhammad Arman, Kuasa hukum Argumen, mengatakan, proses pembentukan IKN kilat. Jika, di beberapa pemberitaan disebut memakan waktu 47 hari, masa reses seharusnya tidak terhitung.

“Jadi hitungan bersih hanya 17 hari proses perumusan. Ini menambah daftar cacat formilnya,” katannya.

Proses kilat ini disebut Arman tidak sejalan dengan UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimaa diubah dengan UU Nomor 15/2019. Ini UU tentang Perubahan atas UU 12 /2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Selain partisipasi, salah satu poin penting dalam gugatan adalah UU IKN tak memiliki azas kebermantaan bagi rakyat banyak. Terutama dalam situasi pandemi dan krisis ekonomi.

Padahal UU Nomor 2/2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas SIstem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 jelas menyebut kalau reaokasi anggaran untuk kepentingan penanganan corona ini.

“Dengan ad UU IKN, membahayakan stabilitas ekonomi dan keuangan negara,” kata Arman.

 

Baca juga: IKN Nusantara, Bagaimana Pastikan Ramah Alam dan ¬indungi Hak Masyarakat Adat?

Aksi Aliansi Rakyat saat memasukkan gugatan formil UU IKN. Foto: Richardo H/ Mongabay Indonesia

 

Tidak ada kajian

Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Walhi Nasional juga mengatakan, alasan judicial review karena penentuan IKN tidak didahului kajian komprehensif. Berbagai kajian, katanya, justru keluar setelah penentuan kawasan IKN.

Padahal, kajian kelayakan dan dampak lingkungan suatu wilayah ajdi IKN seharusnya prasyarat sebelum keputusan keluar.

“Jadinya kajian yang keluar malah melegitimasi keputusan politik,” kata Zenzi.

Kajian saat ini tak bisa meminimalisasi potensi kerusakan lingkungan dampak dari pembangunan IKN.

Kerusakan lingkungan, katanya, tak hanya di lokasi pembangunan, juga di kawasan-kawasan yang sumber daya terkeruk untuk material pembangunan IKN.

“Pulau Sulawesi akan jadi korban karena material bangunan akan dibawa dari sana.”

Satu sisi masih banyak izin pertambangan dan konsesi di IKN pun turut mengancam kawasan lain. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan land swap sebagai ganti rugi negara pada pemegang izin.

WIlayah lain di Pulau Kalimantan maupun Sumatera akan jadi bulan-bulanan pemegang izin tambang. Sedang Papua, katanya. akan disasar oleh para pemegang izin perkebunan. Dengan cara ini, maka kerusakan lingkungan yang terus terakumulasi selama 40 tahun karena salah tata kelola berpotensi terus terjadi.

“Itu sebabnya kami maju JR karena kami anggap negara tidak bekerja untuk memenuhi hak dasar rakyat untuk memastikan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” terang Zenzi.

Gugatan yang dilayangkan Argumen ini resmi diterima Mahkamah Konstitusi dengan nomor registrasi 49/PUU/PAN.MK/AP3/04/2022.

Mereka mengajukan gugatan formil terlebih dahulu karena ada batasan 45 hari gugatan setelah UU dibuat.

Fajar Laksono, Juru Bicara MK saat dihubungi mengatakan, proses uji formil dan materil bisa terpisah. Namun dia tidak menjamin kalau salah satu prosesnya memakan waktu lebih cepat dari yang lain.

“Semua tergantung persidangan. Dalam hal gugatan UU IKN ini, maka kita akan lihat nanti keperluan pandangan ahli dan semacamnya.”

 

Aliansi rakyat gugat UU IKN. Berturut-turun: Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Walhi Nasional (paling kanan), Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN, Muhammad Arman (AMAN), Uli Arta Siagian (Walhi Nasional) usai ajukan gugatan di Mahkamah Konstitusi. Foto: Richarldo H/ Mongabay Indonesia
Presiden Joko Widodo dan jajarannya, saat berada di titik nol lokasi IKN Nusantara. Foto: video dari Facebook Presiden Joko Widodo

 

Exit mobile version