Mongabay.co.id

Uji Sabar Merawat Koral di Nusa Dua

 

Dua perempuan bersiap dengan sejumlah alat pembersihan bawah laut sebelum matahari menyembul di ufuk timur, pesisir Nusa Dua, Bali, pada tengah Maret 2022 lalu.

Mereka meletakkan barang-barang pribadi di pantai, karena tidak ada tempat khusus yang lebih aman. Sementara fasilitas bersantai dua hotel mewah berbintang di sekitarnya nampak melimpah. Kondisi masih lengang, setelah dua tahun pandemi Covid-19 ini.

Dengan gesit, keduanya sudah siap dalam beberapa menit, dan kini siap snorkeling dengan tas jaring berisi sikat, gunting, dan lainnya untuk membersihkan koral. Cahaya matahari sudah menerangi pasir dan karang di pesisir Nusa Penida. Setelah berenang sekitar 50 meter dari garis pantai, hamparan struktur dari besi yang sudah ditumbuhi karang pun terlihat.

Dua pria tengah baya nampak sudah memulai pembersihan koral. Keduanya adalah warga dan nelayan sekitar yang diupah harian membantu kala perawatan. Titik pertama yang dibersihkan adalan kluster 5 dengan sekitar 200an struktur yang ditenggelamkan sejak Desember 2020 dalam program Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) oleh pemerintah pusat di Bali.

Pariama Hutasoit, Direktur Nusa Dua Reef Foundation (NDRF) yang melakukan sejumlah upaya konservasi terumbu karang di pesisir kawasan resor elit ini mengatakan sebagian koral yang diikat di struktur besi berbentuk jaring laba-laba itu mati. Entah karena cuaca atau bibitnya tak cukup bisa beradaptasi. Namun, faktanya adalah algae yang berkembang sangat cepat menutup struktur, dan berisiko menyulitkan pertumbuhan bibit koral.

Gumpalan algae yang tebal menutupi struktur inilah yang digosok dengan sikat oleh empat orang hari itu. Jika tidak ada mahasiswa atau relawan lain, merekalah yang berjibaku memantau pertumbuhan karang, dan mencegah tumpukan algae dan hama lain.

baca : Pemulihan Terumbu Karang di Tengah Pandemi COVID-19

 

Perawatan karang di hamparan coral garden Nusa Dua, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pembersihan algae, kegiatan utama selama 2 jam selama air surut ini diyakini memberi ruang agar karang hidup dan berkembang. Struktur akan menyediakan substrat, untuk proses penempelan alami rekrutmen koral atau karang baru. Jika rekrutmen tertutup algae, akan sulit hidup. “Perlu substrat stabil. Selain bantuan manusia dengan diikat, harapannya ada rekrutmen yang menempel alami di struktur,” sebut Pariama yang turun dalam rutinitas perawatan hari itu bersama stafnya, perempuan muda bernama Lala.

Satu struktur diikat dengan 12 fragmen koral. Ikan makan algae, tapi jumlah algae saat ini dinilai terlalu banyak, belum seimbang dengan populasi ikan herbivora. Harapannya ikan pemakan herbivora makin melimpah, tapi ini berjalan lambat karena ikan-ikan ini juga ditangkap manusia di kawasan coral garden Nusa Dua.

Seperti terlihat hari itu, seorang nelayan tengah menjaring ikan persis di hamparan struktur coral garden yang berusia paling tua di kawasan itu, sekitar 5 tahun. Tutupan karangnya sudah nampak lebat, tak heran di area inilah populasi ikan terlihat paling banyak.

“Perlu bantuan manusia. Jangan ambil ikan di area ini dulu. Tapi saat pandemi, kami tidak enak melarang,” imbuh Pariama. Jika coral garden ini berhasil, tentu akan menambah pasokan populasi ikan, dan memberi dampak pada nelayan. Namun, perlu pengaturan tata ruang, dan kawasan ini disebut sedang dalam tahap pencadangan sebagai kawasan konservasi perairan.

Koral-koral patah juga terlihat banyak berserakan di antara padang lamun. Jejak masa lalu kerusakan terumbu karang di kawasan ini, selain itu masih ada orang yang menginjak karang.

Pariama mengatakan beberapa kali melihat pengunjung termasuk turis asing menginjak karang. Tak mudah merawat taman koral dengan struktur buatan. Misalnya saja, area paling lama adalah coral garden yang berusia 5 tahun dengan luasan sekitar 2 are. Struktur yang bisa bertahan dengan koral yang makin berbiak atau ada rekrutmen baru sekitar sebagian. Itu pun dengan perawatan rutin.

baca juga : Apa Kabar Monitoring dan Evaluasi Program Terumbu Karang ICRG?

 

Merawat area rehabilitasi karang di coral garden Nusa Dua, Bali, perlu kesabaran dan keberlanjutan. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Di area ini, ada beberapa meja nursery, tempat budidaya koral yang bisa distek untuk program rehabilitasi atau adopsi karang terbatas. Beberapa kotak struktur besi dan beton ini terlihat berwarna-warni dengan aneka jenis karang seperti genus Pocilopora, Montipora, Acropora, dan lainnya.

Kalau ada yg sehat berpengaruh pada sekelilingnya. Demikian juga sebaliknya, jika sekitarnya mati, bisa jadi terpengaruh. Tak semua jenis karang cocok, yang sesuai dan cepat berkembang adalah genus Acropora. Sebagian lagi adalah pocilopra yang berwarna agak pink keunguan terutama jika terpapar sinar matahari.

Pariama menyebut NDRF sudah bekerja 12 tahun di Nusa Dua, namun di awal berdiri melakukan edukasi dan sosialisasi penyu. Setelah itu melakukan rehabilitasi di Pantai Mengiat menggunakan struktur fishdome. Walau bekerja di Nusa Dua, Pariama mengatakan masih berjuang untuk mendorong keterlibatan aktif pengelola hotel-hotel besar dalam program rehabilitasi di halaman depan hotel mereka.

Karena itu, NDRF rajin mengajak mahasiswa terutama jurusan kelautan atau sumberdaya perairan melakukan internship atau menjadikan beberapa blok coral garden sebagai lab hidup. Salah satu mahasiswa yang memulai sebagai relawan adalah Lala, lulusan manajemen sumberdaya perairan Universitas Warmadewa.

Lala tinggal di dekat kawasan mangrove Teluk Benoa. Ia sudah familiar dengan kehidupan pesisir di Bali selatan. Namun, mengenal terumbu karang langsung di laut adalah hal baru. “Lebih bisa praktik, di kampus hanya teori. Biasanya kami di lab cek sampel morfologi ikan. Saya senang karang karena mulai dari senang menyelam,” urainya. Lala mengakui mahasiswa memerlukan belajar di lapangan untuk bisa lebih memiliki ikatan emosional atau kecintaan pada laut dan isinya.

Setelah beberapa tahun jadi relawan saat mahasiswa, Lala kini jadi staf NDRF. Di bawah laut, ia sudah cekatan merawat dan memantau karang hidup dan mati. Termasuk mengidentifikasi hama. Salah satunya drupella, seperti siput laut mungil yang gemar makan polip karang. Ia memunguti belasan drupella yang terlihat menyatu dengan karang.

baca juga : Membangun Rumah Karang di Nusa Dua: Berharap jadi Taman Mini Terumbu Karang Indonesia

 

Meja tempat perawatan terumbu karang di coral garden, Nusa Dua, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Lokasi rehabilitasi coral garden di antara Pantai Geger dan Mengiat, Nusa Dua ini bisa diamati dengan snorkeling jika laut surut. Jelang pasang, arus akan bertambah kencang dan mudah menghanyutkan badan.

Areal rehabilitasi mudah diakses dari pantai, tak perlu menggunakan perahu. Namun, karena lokasinya di dalam areal ITDC, kompleks resor hotel-hotel mewah, mungkin cukup merepotkan karena tak sedikit hotel menandai areal menuju pantai dengan tulisan “for guest only” sebagai klaim areal privatnya.

Site ini bisa jadi lokasi edukasi sekaligus wisata bawah laut karena pengunjung bisa terlibat dalam perawatan karang. Saat ini, belum ada sejumlah papan informasi atau peringatan bahwa area tersebut lokasi rehabilitasi karang. Inilah yang perlu partisipasi pengelola hotel-hotel sekitarnya. Karena mereka mendapat dampak langsung, tamu hotel bisa nyemplung sambil lihat keindahan dan warna-warni ikan di coral garden. Apalagi jika bisa melibatkan sebagai adopter atau donatur untuk keberlanjutan kerja-kerja yang perlu kesabaran dan ketelatenan ini.

 

Karang sun loving dan shade loving

Dikutip dari buku Bercocok Tanam Karang dengan Transplantasioleh Suharsono, LIPI (2008), pertumbuhan karang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor fisik dan faktor biologis. Faktor fisik yang mempenagruhi pertumbuhan karang antara lain arus, salinitas, sedimentasi, dan kecerahan. Sedangkan faktor biologis antara lain adanya predasi, simbiosis, penyakit dan kompetisi. Arus yang terus menerus akan menyediakan makanan bagi karang serta membantu membersihkan diri karang dari sedimen yang melekat pada tubuh karang.

Karang yang tumbuh di tempat tenang biasanya mempunyai pertumbuhan yang lambat. Sedimentasi dan kecerahan berhubungan sangat erat karena pada tempat yang keruh yang berarti tingkat sedimentasi tinggi karang akan mengalami hambatan untuk tumbuh dengan baik. Sedimentasi menghambat penetrasi sinar matahari, akibatnya pada tempat yang selalu keruh karang hanya tumbuh di tempat dangkal dimana masih ada penetrasi matahari.

baca juga : Aktivitas Budidaya Karang Hias Kembali Berderap

 

Panorama coral garden dan deretan hotel mewah di Nusa Dua, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Karang seperti halnya tumbuhan di darat ada yang tumbuh dengan baik pada tempat yang terbuka dengan sinar matahari penuh (sun loving). Namun ada juga karang yang suka hidup di tempat yang relatif terlindung dari sinar matahari bahkan hidup relatif gelap di balik batu atau gua-gua bawah laut (shade loving).

Oleh karena itu ada istilah sun loving coral dan shade loving coral. Implikasi dari adanya karang yang suka hidup pada tempat yang terbuka dan yang terlindung adalah pada saat melakukan transplantasi harus mengetahui sifat-sifat berbagai jenis karang.

Untuk dapat tumbuh secara maksimal karang membutuhkan sinar matahari hal ini disebabkan oleh karena adanya zooxanthella yang hidup bersimbiosa dengan karang. Zooxanthella merupakan algae sel tunggal yang yang hidup di dalam jaringan endoderm karang. Sifat simbiosa karang dengan zooxanthela adalah saling menguntungkan. Karang memperoleh berbagai zat makanan dari hasil fotosintesa zooxanthella sedangkan zooxanthela memperoleh zat-zat an organik sebagai sisa metabolisme karang dan perlindungan dari karang.

 

Exit mobile version