- Hasil budidaya karang hias di Bali mengalami peningkatan
- Pembukaan perdagangan karang hias ini membuat usaha ini kembali berderap setelah ditutup hampir dua tahun
- Untuk mencegah eksploitasi, pengambilan indukan karang dari laut dilarang di daerah konservasi dan pelaku usaha harus melakukan restocking di alam
- Kelompok nelayan bisa jadi pembudidaya karang hias bekerja sama dengan eksportir.
Perdagangan karang hias sempat ditutup selama hampir dua tahun sejak 2018. Kini, setelah dibuka kembali, pelaku usaha dan nelayan perawat karang hias yang dibudidayakan ini kembali sumringah.
Salah satunya CV Bali Samudera Anugerah yang berlokasi di Desa Les, Tejakula, Buleleng. Sekitar 3 jam berkendara dari Kota Denpasar. Dikunjungi pada Selasa (11/8/2020), nampak kolam-kolam dengan papan-papan berisi substrat dan transplantasi potongan koral. Ada juga tabung-tabung yang fungsinya menyaring dan menghilangkan amoniak dalam kolam.
Air kolam terlihat sangat jernih dan mengalir. Ada juga sejumlah peralatan lain yang memastikan koral ini hidup dan sehat. Para pedagang atau eksportir akan menawarkan ke pelanggannya dengan berbagi foto2 koral yang mulai tumbuh diisi penanda nomor.
Ringgit, salah satu pekerja sedang bertugas merawat anakan koral. Ada jenis acropora dan anemone. “Acropora paling mudah distek, dan paling cepat tumbuh. Harus pakai indukan. Karang anemone cukup lama,” serunya menunjukkan kolam.
baca : Penyelundupan Karang Hias dari Alam Berhasil Digagalkan di Banyuwangi
Pria muda ini bersyukur perdagangan karang hias dibuka lagi karena hampir dua tahun ia dirumahkan saat pelarangan. Akhirnya ia pulang kampung jadi buruh nyabit rumput, dan baru akhir tahun 2019 dipanggil lagi oleh bosnya.
Kegiatan hariannya adalah beri makan hewan-hewan yang menyerupai tumbuhan di laut ini. Misalnya telur ikan diblender, memberi makan dengan menggunakan selang tiap pagi. Rutinitas lain adalah ganti air tiap hari. Ada dua kolam dengan kualitas air beda yakni air penampungan dan air packing. Air untuk pengemasan, ditambahkan oksigen.
Bagian yang rumit adalah membersihkan karang. “Perlu dibersihkan dari kepiting dan sponge, lumut, pakai sikat, barang gak boleh disentuh, pake pinset ambil kepitingnya,” cerita Ringgit. Ia sudah selesai mengerjakan semua tahapan itu saat dikunjungi. Kegiatan lain di area ini adalah membuat media transplantasi dari pasir, semen, lalu dicetak.
Pemerintah membuka kembali perdagangan koral dan karang hias setelah ditutup sekitar 20 bulan, dengan berbagai persyaratan seperti Surat Keterangan Ketelusuran (SKK). Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar mensosialisasikan prosedur penerbitan SKK Pengangkutan Koral/Karang Hias. SKK ini sebagai syarat penerbitan dokumen ekspor.
Ketelusuran produk koral/karang hias dinilai penting untuk memastikan sumber dan cara pengambilannya yang ramah lingkungan karena sebelumnya ada oknum eksportir mengambil karang dengan cara merusak. Asosiasi Koral berharap penyederhanaan birokrasi pengurusan SKK. Juga dengan memperhatikan usaha keberlanjutan seperti penanaman koral kembali
baca juga : Perdagangan Koral dan Karang Hias Kembali Dibuka, Jangan Ada Dusta di Antara Kita
Sejak 8 Januari 2020 Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan memorandum pada seluruh UPT terkait untuk menerbitkan SKK atau traceability. Salah satu solusi untuk menjembatani apa yang dikeluhkan selama 20 bulan sejak penutupan koral pada 2018.
Kedua, pemerintah dan stakeholder berkomitmen menekan perdagangan ilegal karang hias sehingga perlu dikelola dengan menerapkan prinsip kehati-hatian yang mendukung aspek ketelusuran (traceability), peraturan/perizinan (legality) dan keberlanjutan (sustainability).
Ketiga, para pelaku usaha pemanfaat karang berkomitmen dalam rehabilitasi/restoking karang di alam sebanyak 10% dari stok kepemilikan karangnya. Keempat, BPSPL Denpasar mengkoordinasikan penentuan lokasi untuk pelaksanaan restoking di alam bekerjasama dengan Asosiasi Koral, Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII).
Kelima, monitoring dan pengawasan bersama secara periodik akan dilakukan oleh instansi yang membidangi yaitu Kepolisian Perairan, Pangkalan PSDKP Benoa, dan BKSDA Bali. Keenam, para pelaku usaha karang hias menyepakati penggunaan sarana transportasi yang legal dari perusahaan yang bersangkutan, pengemudi dan kendaraan terdaftar dalam dokumen perjalanan.
Ketujuh, para pelaku usaha sepakat untuk tidak bekerjasama dengan pelaku usaha yang tidak memiliki izin pemanfaatan karang hias. Termasuk bekerjasama untuk melaporkan apabila terdapat indikasi pemanfaatan illegal karang hias kepada BKSDA Bali. Terakhir, diperlukan bimbingan teknis tentang pengenalan jenis-jenis karang kepada stakeholder yang berkaitan dengan pemanfaatan karang hias oleh LIPI dan didukung oleh AKKI.
Dari data Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu (BKIPM) dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Denpasar tercatat ribuan koral yang diselundupkan pada 2016-2018.
perlu dibaca : Budidaya, Keniscayaan dalam Masa Depan Bisnis Karang Hias Indonesia
Ketua Kelompok Pembudidaya Karang Hias Nusantara (KPKHN) Agus Joko Supriyatno yang dihubungi Mongabay pada Kamis (13/8) mengatakan pembukaan karang ini berdampak besar terutama masyarakat nelayan dan pelaku usaha. “Selama ditutup, kondisi karang rusak karena tidak dirawat di laut. Otomatis tak ada biaya, gaji nelayan,” sebutnya.
Pemilik CV Bali Samudera Anugerah ini mengatakan jumlah nelayan yang diajak kerjasama sekitar 45 tersebar Nusa Lembongan, Les, Banyuwangi, dan Sulawesi Tenggara. Kuota perdagangan yang dimilikinya adalah sisa stok selama hampir 2 tahun ditutup, karena pihaknya tak menanam dan tak merawat. Sekitar 20 ribu unit.
Tahun depan pihaknya sudah mulai ekspor, karena sudah ada biaya tanam lagi, investasi untuk media menanam lagi. “Mulai dari nol,” tambah Joko.
Budidaya berkelanjutan di usaha ini menurut Joko adalah tak boleh mengambil indukan di daerah konservasi, kecuali atas persetujuan KLHK atas rekomendasi LIPI. Indukan yang ia pakai bukan dari Bali, tapi Sulawesi, NTT, dan NTB.
Budidaya terumbu karang di laut menurutnya memberi dampak sekitar karena menarik ikan-ikan hias dan mendorong wisata laut. Terkait pandemi, masalahnya hanya di pengurangan penerbangan. “Tak ada penerbangan reguler, saya pakai pesawat charter, biaya lebih tinggi,” sebutnya. Pihaknya menggunakan teknik budidaya outdoor dengan transplantasi. Sementara pelaku usaha lain ada yang indoor dalam ruangan. Teknik kultur jaringan belum dicoba, tapi mengarah ke sana. Harga per piece karang hias berkisar antara USD10-35 dengan pasar utamanya Amerika Serikat.
menarik dibaca : Terungkap Permasalahan Perdagangan Ikan Hias dan Karang di Bali. Apa itu?
Pada kesempatan terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bertemu nelayan dan pembudidaya karang hias di kawasan Pantai Pandawa, Bali, Rabu (12/8/2020). Di pantai ini terdapat 30 masyarakat nelayan yang terlibat budidaya karang hias. Per bulan, masing-masing pembudidaya bisa mengantongi penghasilan Rp3 juta ditambah bonus per piece-nya.
Kendati memperbolehkan, dia mengingatkan warga untuk tidak melakukan pengambilan karang dengan cara destruktif serta di kawasan konservasi.
“Pada saat kita tidak diberikan pelayanan HC (health certificate), ekspor kita terhenti nelayan semua kolaps, itu sampai terjadi makan pun tidak bisa. Bahkan ada yang motornya ditarik leasing, rumah saya disita bank,” sebut Joko.
Kepala BPSPL Denpasar, Permana Yudiarso menyebut karang hias hasil budidaya yang diproduksi di Bali mengalami peningkatan dalam tiga bulan terakhir. Selama Juli kemarin misalnya, sebanyak 33.131 pieces dihasilkan oleh para pembudidaya, lebih banyak dibanding Juni sejumlah 21.375 pieces, dan Mei 13.032 pieces.
Hal yang sama dalam pengeluaran surat keterangan keterlusuran (SKK) karang hias dari Bali selama Juli 2020 mencapai 177 surat meningkat dari Juni 109 surat, dan Mei 36 surat.
***
Keterangan foto utama : Ilustrasi. Seorang nelayan sedang menyelam mencari ikan hias di perairan daerah Tejakula, Buleleng, Bali. Foto : Wisudah/Mongabay Indonesia