Mongabay.co.id

Pembuangan Lumpur dari Waduk Mrica ke Sungai Serayu Berdampak Luas, Ekosistem Rusak Parah

 

Menjelang buka puasa pada Rabu (6/4), Sarif Sugiman, warga Desa Kalipelus, Kecamatan Purwonegoro, Banjarnegara, Jawa Tengah (Jateng)  sengaja menyusuri tepian Sungai Serayu. Sebab, sejak pagi, Sungai Serayu di wilayah Banjarnegara hitam pekat. Airnya bercampur lumpur. Dia yakin dengan kondisi semacam itu, maka ikan-ikan akan minggir dan gampang diperoleh.

Benar saja, hampir berbarengan dengan buka puasa, dia menemukan ikan pelus. Ukurannya cukup besar dan panjang. Panjangnya sekitar 1,5 meter lebih atau hampir 2 meter. Syarif kemudian mengunggah foto dia bersama temannya sambil memegang ikan pelus yang besar.

“Saya mendapatkan ikan pelus tersebut pada Rabu petang pada saat Sungai Serayu airnya bercampur lumpur. Lokasi penemuan berada di daratan akibat banjir lumpur. Kondisi ikan sudah lemas, meski masih hidup,”kata Sarif pada Kamis (7/4) saat dihubungi Mongabay Indonesia.

Dia mengatakan bahwa dalam sepekan ini, sudah dua kali, karena pada Jumat hingga Sabtu (1-2/4) juga terjadi hal yang sama. “Minggu lalu ada banjir lumpur. Waktu itu lebih banyak ikan yang mabuk. Tetapi, baru semalam saya mendapatkan ikan pelus sebesar itu. Itu ikannya memiliki bobot hingga 12 kg dan langsung ada yang membeli orang Purwokerto,” katanya.

Sepekan sebelumnya, di media sosial juga digegerkan penemuan ikan pelus. Ukurannya hampir sama dengan yang ditemukan Sarif. Informasi di media sosial tersebut hanya menyebutkan kalau ikan pelus ditemukan di Desa Karangsalam, Kecamatan Susukan, Banjarnegara.

baca : Sungai-sungai di Jawa Sakit, Ikan Endemik Punah Perlahan

 

Warga Desa Kalipelus, Kecamatan Purwonegoro, Banjarnegara menangkap ikan pelus. Foto : istimewa

 

Dalam fenomena yang tidak biasa tersebut, warga di sepanjang aliran Sungai Serayu baik di Banjarnegara, Purbalingga hingga Banyumas panen ikan. “Sudah dua kali peristiwa. Yakni pada Jumat pekan lalu dan pada Rabu kemarin. Ini memang akibat air Sungai Serayu yang bercampur lumpur pekat. Sehingga banyak ikan-ikan yang mabuk. Ikan-ikan mengambang seperti mau mati,”jelas Slamet, warga Patikraja, Banyumas.

Pada peristiwa yang terjadi sepekan lalu, Dinas Perikanan dan Peternakan (Dinkannak) Banyumas telah melakukan inventarisasi ikan yang mati akibat tingginya lumpur pada Sungai Serayu. “Berdasarkan petugas lapangan yang mengumpulkan data, estimasi jumlah ikan yang mati mencapai 8 ton. Dengan demikian, populasi 8 ton ikan dari berbagai jenis telah hilang. Itu jumlah yang tidak sedikit,”jelas Kepala Bidang Pengembangan Perikanan Dinkannak Banyumas Bambang Purwadi.

Menurutnya, ikan-ikan yang mati akibat air bercampur lumpur di Sungai Serayu jenisnya sangat beragam, termasuk ikan-ikan khas sungai setempat seperti pelus, baceman dan tawes.

Tetapi, Ketua Forum Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Serayu Hilir Eddy Wahono mengungkapkan berdasarkan perhitungannya, ada sekitar 50 ton ikan yang berhasil ditangkap warga.

“Ikan-ikan yang ditangkap warga berada di wilayah Banjarnegara, Purbalingga hingga Banyumas. Kalau saya hitung, totalnya ada sekitar 50 ton. Ikan-ikan tersebut mabok karena lumpur yang pekat,”katanya.

baca juga : Ikan Gabus yang Terusir dari Rawa dan Sungai

 

Warga di Banjarnegara menangkap pelus saat Sungai Serayu dipenuhi lumpur. Foto : istimewa

 

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Soleh Romdhon, Sumindar dan Henra Kuslani dari Balai Penelitian Pemulihan Konservasi dan Sumber Daya Ikan, Jatiluhur pada tahun 2015, ada beragam jenis ikan di Sungai Serayu.

Berdasarkan hasil penelitiannya, mereka menemukan sedikitnya 14 jenis ikan yang berada di Sungai Serayu bagian hilir. Ke-14 ikan yang ditemukan di antaranya Membreng (Ambassis nalua), Kating (Mystus gulio), Ceracas (Strongylura strongylura), Cengkek (Caranx ignobilis) dan lainnya. Sebagian besar yang ditemukan dari 14 jenis tersebut, 12 di antaranya merupakan ikan asli Sungai Serayu.

Sehingga tidak heran, jika dalam dua kali masuknya lumpur pekat di Serayu membuat ikan di sungai setempat mabuk dan banyak yang mati.

 

Penyebab Ikan Mati

Lumpur yang masuk ke Sungai Serayu berasal dari buangan pengelola Bendungan Mrica, Banjarnegara. Bendungan Mrica dikelola oleh PT Indonesia Power Mrica untuk menggerakkan turbin listrik dengan produksi 180 Megawatt (MW).

Dengan adanya lumpur yang masuk ke Sungai Serayu akibat flushing tersebut, maka sangat berdampak pada biota dan ekosistem.

Kepada Mongabay Indonesia, Guru Besar Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Agus Nuryanto mengatakan bahwa ada standar lingkungan untuk ikan hidup dan air minum. “Kalau ada flushing airnya kental, itu artinya kandungan lumpur tersebut sangat tinggi. Hal itu juga menyebabkan standar baku mutu menjadi turun,”katanya.

Menurut Prof Agus, total dissolved solid (TDS) atau padatan terlarut di badan air terlalu tinggi, bahkan bisa melebihi 1.000 miligram (mg) per mililiter (ml). “Dengan kondisi semacam itu, maka akan sangat berdampak pada biota sungai, salah satunya ikan. Ikan bakal terganggu pernapasannya. Sebab, lumpur akan menutup insang ikan. Sehingga oksigen tidak masuk ke dalam tubuh ikan. Efeknya, ikan seperti mabuk atau pingsan, karena tidak dapat bernapas,”jelasnya.

Dia menambahkan padatan yang sangat tinggi di dalam air bisa menutup tapis insang ikan. Padahal, ketika ikan mengambil air tersebut sebetulnya memasukkan oksigen. “Karena ada lumpur, tapis insang tertutup. Tidak itu saja, air sungai juga pekat dengan lumpur. Biasanya paling pertama ikan yang terdampak adalah kelompok famili Cyprinidae. Namun ternyata, ikan yang biasanya lebih tahan seperti pelus yang dapat hidup di sungai berlumpur juga terdampak. Sehingga saya kira lumpurnya memang cukup parah,”kata dia.

baca juga : Ini Gerakan Para Ibu Hentikan Penambangan Pasir Sungai Serayu

 

Ikan pelus yang berhasil ditangkap warga sepanjang hampir 2 meter di Sungai Serayu. Foto : istimewa

 

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyumas Junaidi mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan uji laboratorium terhadap air Sungai Serayu pada saat kekeruhan pertama terjadi pada Jumat (1/4) dan Sabtu (2/4) lalu. “Hasilnya, kadar padatan tersuspensi (TSS) di Sungai Serayu mencapai 956 mg/L hingga 4.954 mg/L. Kadar tersebut sangat jauh lebih tinggi dari standarnya. Sebab, ambang batas maksimum hanya 50 mg/L,”jelas Junaidi.

Selain itu, lanjutnya, kadar chemical oxygen demand (COD) di Sungai Serayu berkisar antara 59,58 mg/L hingga 79,78 mg/L melebihi baku mutu dengan ambang batas 25 mg/L. Sedangkan kadar oksigen terlarut (DO) hanya berksar 2,58 mg/L hingga 2,78 mg/L. Sehingga kadarnya tergolong sangat rendah karena kurang dari 4 mg/L. “Sementara untuk kekeruhan atau turbidity di Sungai Serayu, berkisar antara 710 mg/L hingga 1.267 mg/L,”jelasnya.

Kondisi-kondisi tersebut tentu sangat berdampak buruk bagi biota sungai. Banyaknya ikan yang mati dan mabuk disebabkan akibat tingginya lumpur atau TSS dan menurunnya kadar oksigen di sungai setempat.

Tak hanya biota sungai, PDAM Tira Satria Banyumas juga mengalami kerugian. PDAM tidak dapat memproduksi air bersih dengan air baku Sungai Serayu. “Selama beberapa hari, ada 18 ribu pelanggan yang terdampak akibat keruhnya Sungai Serayu. PDAM tidak dapat memproduksi air untuk para pelanggan. Ada 18 ribu pelanggan yang sampai sekarang masih terdampak,”kata Direktur Teknik PDAM Banyumas Wipi Supriyanto.

 

Minta Maaf dan Siap Bertanggung Jawab

Kondisi Sungai Serayu yang pekat oleh lumpur, membuat Bupati Banyumas Achmad Husein mengundang pihak PT Indonesia Power Mrica Banjarnegara selaku pengelola waduk di Pendopo Si Panji, Purwokerto, pada Jumat (8/4/2022). Usai pertemuan dengan General Manager PT Indonesia Power Mrica PS Kuncoro, Bupati mengatakan bahwa peristiwa tersebut masuk kategori force major.

“Karena kondisinya adalah force major, maka kita memaklumi. Namun demikian, karena tidak ada pemberitahuan dan koordinasi, maka itu juga salah. Seharusnya, jika ada koordinasi, kita bisa prepare terlebih dahulu. Masyarakat siap, PDAM juga siap. Flushing memang harus dilakukan, tetapi jika ada koordinasi barangkali tidak sekeruh itu,” kata Bupati.

Dalam pertemuan tadi, kata Bupati, Indonesia Power mengakui dan berkomitmen untuk memberikan ganti rugi. “Pengelola PLTA Mrica mengakui dan komit untuk memberikan ganti rugi terhadap hilangnya ikan di Sungai Serayu. Tentu saja, nanti perhitungannya akan melibatkan ahli perikanan,” katanya.

Selain itu, lanjutnya, ke depan harus ada SOP yang melibatkan berbagai pihak termasuk Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak serta kabupaten-kabupaten yang berada di hilir seperti Purbalingga, Banyumas dan Cilacap. “Kalau untuk PDAM, tidak usah. Nantinya, biar ganti ruginya dialihkan untuk perbaikan lingkungan seperti penanaman pohon,” jelas Bupati.

baca juga : Sekolah Sungai Didirikan di Banyumas, Untuk Apa?

 

Kondisi Sungai Serayu yang pekat oleh lumpur. Foto : istimewa

 

Sementara General Manager (GM) PT Indonesia Power Mrica PS Kuncoro yang datang ke pertemuan menyampaikan permintaan maaf dan berkomitmen untuk memberikan ganti rugi. “Kami meminta maaf atas kejadian ini. Selama 33 tahun, juga baru terjadi peristiwa tersebut. Padahal, biasanya pada musim penghujan, flushing dilaksanakan dalam seminggu dua kali dan tidak ada masalah. Namun, pada flushing di hari Kamis (31/3) lalu ternyata ada longsoran sedimen yang hampir penutup pintu intake. Sehingga dilakukan flushing dan berdampak pada keruhnya Sungai Serayu pada Jumat (1/4). Kemudian terjadi lagi pada Rabu (6/4). Kepada semua pihak, kami menyampaikan permohonan maaf,” kata Kuncoro.

Menurutnya, tingginya sedimentasi yang masuk ke Waduk Mrica akibat kerusakan lingkungan yang ada di hulu di wilayah sekitar Dieng. Yang masuk ke waduk tidak hanya air, melainkan disertai dengan lumpur. “Untuk mengantisipasinya, kami telah membangun dua titik penjebak lumpur. Tetapi, di kedua titik, dalam sebulan saja sudah penuh dengan lumpur,”ujarnya.

Dia mengatakan opsi flushing kemungkinan masih akan dijalankan karena tidak ada antisipasi lain. “Sampai sekarang, kami masih menahan dan berkoordinasi dengan BBWS Serayu Opak. Tetapi memang, flushing kemungkinan masih tetap dijalankan,”ujarnya.

Ketua Forum Masyarakat Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Serayu Hilir Eddy Wahono mengatakan membutuhkan upaya serius untuk melakukan recovery Sungai Serayu. “Saya katakan bahwa Sungai Serayu sekarang dalam keadaan kritis. Maka diperlukan peran serta seluruh stakeholders. Recovery tidak sebatas memberikan benih ikan ke Sungai Serayu tetapi ada upaya konservasi lingkungan,”katanya.

Profesor Agus Nuryanto juga menambahkan untuk melakukan recovery lingkungan membutuhkan waktu yang lama. Tetapi tidak dapat dipastikan lamanya. “Semoga saja, ikan-ikan yang ada di Sungai Serayu bisa masuk ke anakan-anakan sungainya. Sehingga biota di anakan sungai lainnya akan masuk ke Sungai Serayu kembali, ketika lingkungan dan airnya sudah membaik,”ujarnya.

 

Exit mobile version