Mongabay.co.id

Tiliaya, Kuliner Khas Gorontalo yang Disajikan Saat Sahur

 

 

Setiap bulan Ramadhan, biasanya berbagai daerah di Indonesia memiliki ragam kuliner khas, disajikan sebagai menu berbuka puasa atau santap sahur.

Hal serupa terlihat di Gorontalo. Salah satu jenis penganan favoritnya adalah tiliaya. Sebagai makanan tradisional, tiliaya memiliki nilai sejarah dan budaya. Bagi orang Gorontalo terdahulu, tiliaya merupakan menjadi menu wajib di malam pertama santap sahur.

Saat ini, meski tiliaya tidak diperjualbelikan selayaknya takjil, namun masih banyak orang Gorontalo yang tetap mempertahankan tradisi menyantapnya di malam bulan puasa. Selain di bulan Ramadhan, tiliaya akan terlihat ketika ada perayaan adat, doa kelahiran anak, khitanan, dan doa tahlilan. Pada acara-acara tersebut, tiliaya biasanya disandingkan dengan nasi kuning sebagai makanan penutup.

Tiliaya memiliki nilai historis karena telah dikenal sejak abad ke-15. Raja Ilato, saat itu mempunyai puteri bernama Tiliaya. Putri Tiliaya bersama saudaranya Ntoba, menjadi simbol perjuangan melawan bangsa Portugis. Pada 2019, tiliaya ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Baca: Tanpa Minyak Sawit, Kita Terus Masak dan Mandi

 

Tiliaya, kuliner khas Gorontalo yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Dalam jurnal TULIP 2019 berjudul, “Nilai historis pada makanan tradisional tiliaya dalam konteks kebudayaan Gorontalo” dijelaskan bahwa makanan ini merupakan bagian penting dalam kebudayaan serta tradisi masyarakat Gorontalo. Sebab, selain memiliki tekstur rasa yang unik, penyajiannya juga tidak biasa.

Tradisi ini tercermin dari pemaknaan makanan tiliaya. Pada dasarnya, tiliaya merupakan cemilan atau akanan pelengkap yang biasanya disajikan bersamaan nasi kuning dalam upacara-upacara adat.

“Selain itu, tiliaya merupakan pilihan makanan khas malam pertama sahur orang Gorontalo tempo dulu,” jelas penelitian tersebut.

Irma Kharisma Hatibie dan Tri Kuntoro Priyambodo, penulis laporan itu mengatakan, berdasarkan cerita yang tetua adat, rasa dan aroma makanan ini sebagai penetralisir pekat atau pahit dari indera perasa [lidah] karena aktivitas puasa. Untuk itu, tiliaya sangat cocok disajikan bulan Ramadhan. Tiliaya tidak hanya disajikan pada sahur pertama, melainkan saat santap berbuka di awal puasa.

“Orang tua dulu percaya, mengkonsumsi tiliaya akan meningkatkan daya tahan tubuh, dari menahan lapar dan dahaga ketika berpuasa.”

Untuk penyajian tiliaya dalam ritual-ritual keagamaan, biasanya berbentuk lesehan dengan alas kain putih. Makanan yang disajikan bervariasi, tergantung tuan rumah. Biasanya, menu makanan merupakan makanan berat seperti nasi putih, ikan goreng, ikan gurame, ikan bakar, ayam kampung goreng, sayuran khas Gorontalo seperti sayur nangka santan, ayam iloni, lengkap dengan sambal dabu-dabu.

“Terdapat pula wadah tambahan yaitu piring kecil berisikan garam dapur dan beberapa potongan cabe rawit merah. Umumnya, makanan tradisional di Gorontalo mempunyai nilai gizi tinggi, meliputi lemak, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral,” tulis peneliti.

Baca: Mujair, Ikan yang Bukan Asli Indonesia

 

Tiliaya, makanan khas Gorontalo yang selalu ada saat bulan Ramadhan. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Mudah

Untuk membuat tiliaya sangatlah mudah, karena bahannya cukup sederhana yaitu telur, gula aren, dan santan kelapa parut. Jika ingin menambah kreasi, bisa ditambahkan daun pandan, kayu manis, dan cengkih. Untuk telur, biasanya menggunakan telur ayam kampung atau telur itik, namun karena semakin sulit ditemukan, saat ini banyak yang menggunakan telur ayam ras.

Cara memasaknya, bahan-bahan tiliaya cukup dikukus. Ketika sudah matang, tiliaya diletakan di mangkok kemudian disandingkan dengan nasi kuning. Saat ini, dengan banyaknya kreasi, tiliaya sudah menggunakan bermacam wadah, mulai berbentuk oval atau kotak seperti puding, maupun menggunakan dedaunan.

Untuk kandungan gizi, 1 porsi tiliaya yang beratnya sekitar 100 gram adalah energi 6,6%, protein 9,7%, lemak 4,6%, karbohidrat 6,8%, dan Fe 16,4%.

Baca juga: Pandemi Corona: Perkuat Keragaman Pangan, Indonesia Sehat Bukan Hanya Beras

 

Sinole, makanan berbahan sagu yang baik untuk kesehatan kita. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan survei yang dikutip dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, 98% responden menyatakan sangat setuju tiliaya disukai dengan alasan dapat meningkatkan stamina. Jawaban ini terkait kondisi yang dirasakan responden saat melaksanakan ibadah puasa.

Kandungan padat zat-zat gizi tiliaya sangat dibutuhkan tubuh manusia, terutama anak-anak yang dalam masa pertumbuhan.

Kandungan gizi tiliaya disebut juga bisa menjadi pendamping ASI, makanan yang dapat mencegah dan mengatasi stunting, mencegah anemia, juga makanan khusus bagi yang berpenyakit infeksi tertentu. Tidak kalah penting adalah sebagai makanan tambahan olahragawan yang membutuhkan stamina prima.

 

 

Exit mobile version