Mongabay.co.id

Warga Selamatkan Paus yang Terdampar di Morotai

 

Seekor mamalia laut jenis paus pilot sirip pendek kembali ditemukan terdampar di Desa Cio Gerong, Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Hewan ini terdampar sekira pukul 09.00 WIT Kamis (14/4/2022). Beruntung warga datang kemudian menyelamatkan hewan tersebut dengan didorong keluar dari pesisir pantai.

Kepala Desa Cio Gerong Salmon Bego dihubungi Mongabay Indonesia, Minggu (16/4/2022) menceritakan paus   dengan panjang sekira 3 meter ini dari laut lepas naik menuju pantai hingga terdampar di atas bibir pantai. Melihat kejadian ini warga beramai-ramai datang mendorongnya ke laut.

Paus ini didorong ke tengah laut sebanyak dua kali. Awalnya usaha yang dilakukan warga itu gagal, karena paus balik lagi ke pantai tepat di belakang mes perusahaan kontraktor PT Waskita Karya. Warga kembali mendorong mamalia tersebut keluar dibantu para karyawan PT Waskita Karya sampai kurang lebih 500 meter dari pantai. Upaya ini berhasil, paus tidak kembali lagi ke pantai.

Hasil pemeriksaan warga sebelum didorong keluar, terdapat goresan luka pada paus yaitu pipi kanan dan bagian ekornya. Tidak diketahui pasti apa penyebab luka itu. “Warga menduga hal itu yang membuat paus jadi lemah,” jelasnya.

baca : Seekor Dugong dan Seekor Paus Ditemukan Mati dalam Dua Hari di Morotai. Ada Apa?

 

Seekor mamalia laut jenis paus pilot sirip pendek kembali ditemukan terdampar di Desa Cio Gerong, Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara, Kamis (14/4/2022). Foto : istimewa

 

Setelah paus diselamatkan, Salmon kemudian melaporkan kejadian itu kepada Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Morotai Fahrudin Banyo dengan video evakuasi paus tersebut.

Salmon mengatakan warga bergerak cepat menyelamatkan paus karena mereka sudah paham tentang satwa dilindungi bila terdampar dari sosialisasi Dinas Kelautan dan Perikanan, Polairud maupun Lanal Morotai.

“Kasus mamalia laut terdampar di Morotai ini sudah berulangkali, terutama paus dan dugong. Takutnya mereka apa-apakan mamalia itu dan mereka bisa didenda dan diproses hukum,” jelasnya.

Sementara Sekretaris DLH Morotai Fahrudin Banyo Fahrudin Banyo yang juga Ketua Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Kabupaten Pulau Morotai merasa prihatin dengan kejadian berulang ini dan mendesak para pihak terutama peneliti dan lembaga konservasi laut nasional maupun daerah segera melakukan riset mendalam guna memastikan sumber matinya mamalia laut yang semakin banyak saat ini.

“Dalam tiga bulan ini sudah ada tiga ekor dugong dan dua paus. Ada yang terdampar ada juga yang mati. Masalah ini perlu ada riset mendalam,” katanya kepada Mongabay.co.id Minggu (17/4/2022). Apalagi katanya kawasan laut Morotai masuk dalam kawasan konservasi perairan tentunya berbagai biota maupun mamalia yang ada di kawasan laut ini perlu dilindungi.

Karena peristiwa ini sudah berulang kali, maka tidak ada cara lain kecuali perlu dilakukan riset oleh LIPI maupun lembaga konservasi lainnya diminta untuk mengetahui penyebabnya. Dalam catatan Ispikani dalam beberapa tahun terakhir ini sudah ada puluhan ekor mamalia laut ini mati. “Lima tahun belakangan paus dan dugong yang mati sudah lebih dari 10 ekor. Ini terbilang banyak,” jelasnya lagi.

baca juga : Terjadi Lagi, Seekor Dugong Mati Terdampar di Pantai Juanga Morotai

 

Warga mendorong seekor paus pilot sirip pendek yang terdampar ke laut di Desa Cio Gerong, Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Kamis (14/4/2022). Foto : istimewa

 

Dia bilang lagi saat ini untuk warga di daerah pesisir Kabupaten Pulau Morotai sendiri sudah mulai paham ketika menemukan ada mamalia laut yang terdampar atau terkena jaring nelayan. Mereka pasti melepasnya karena sosialisasi yang masif di masyarakat terkait aturan dan pentingnya menjaga dan melindungi mamalia laut ini.

Soal adanya kasus ini pihak Loka Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong yang juga merupakan wilayah kerja mereka yang meliputi Maluku dan Maluku Utara mengaku belum mendapatkan adanya informasi penyelamatan mamalia laut tersebut. Kepala Loka PSPL Sorong Santoso yang dihubungi belum mendapatkan adanya informasi tersebut. Namun demikian terkait maraknya kematian hewan mamalia laut di Morotai ini segera akan melakukan analisasi sebelum turun ke lokasi.

“Soal permintaan agar perlu dilakukan riset adanya kematian mamalia laut dalam beberapa waktu belakangan ini akan kami coba lakukan analisasi sebelum ke lapangan,” jelasnya.

Prinsipnya, katanya, dalam masalah ini, mamalia laut ini adalah biota laut, yang bernafas dengan paru- paru bukan insang seperti ikan, yang juga merupakan biota laut. Mamalia laut itu secara periodik akan berada di permukaan laut, untuk mengambil udara sebanyak- banyaknya sebelum menyelam kembali ke dasar lautan

Contoh mamalia laut ini adalah dugong, paus dan lumba-lumba. “Mamalia laut ini ketika sakit, hilang orientasi ataupun akan mati biasanya berenang menuju daratan yang dangkal,” jelasnya.

baca juga : Seekor Duyung Penuh Luka Terdampar di Perairan Pulau Morotai

 

Warga mendorong seekor paus pilot sirip pendek yang terdampar ke laut di Desa Cio Gerong, Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, Kamis (14/4/2022). Foto : istimewa

 

Sedangkan pakar teknologi kelautan Universitas Khairun Ternate Dr Nurkhalis Wahidin mengatakan tidak mudah untuk melakukan penelitian tentang maraknya kematian mamalia laut. Ada banyak keterbatasan, seperti teknologi dan sumberdaya manusia terutama biaya penelitian. “Kita tak punya kuasa yang lebih, ini juga masalah serius yang mesti dipikirkan bersama,” ujarnya.

Dari hasil kajian dan pertemuan ilmiah yang diikutinya, penyebab mamalia laut terdampar karena mamalia laut berkomunikasi menggunakan gelombang suara. Sistem gelombang suara yang dipantulkan akan diterima kembali oleh mamalia laut melalui sensor diotaknya untuk diterjemahkan menjadi jarak, kedalaman, rintangan bahkan mendeteksi kawanannya.

Prinsip gelombang suara yang merambat di dalam air akan dipantulkan jika dalam proses perambatanya mengenai objek yang lebih padat dari media air. Dikatakan, perambatan gelombang suara di air laut dipengaruhi oleh densitas, salinitas dan suhu.

Perubahan iklim dianggap sebagai salah satu faktor yang mengubah kondisi perairan yang mengganggu perambatan suara sebagai media navigasi mamalia laut.

Dia bilang, faktor yang paling menjadi masalah saat ini untuk komunikasi mamalia laut dengan memancarkan gelombang suara, terhalang oleh sampah di laut. Akhirnya pantulan gelombang suara oleh mamalia laut menjadi spekular, tidak teratur dan ini sangat memengaruhi mereka untuk bernavigasi seperti mendeteksi apakah perairan dangkal atau perairan lebih dalam.

“Dengan kacaunya navigasi maka mamalia laut akan disorientasi terhadap posisinya dan kehilangan arah ruaya. Itu kurang lebih masalah utama mengapa mamalia laut semakin banyak terdampar ke perairan dangkal dan terjebak,” jelas Nurkhalis.

Pada saat terjebak ke perairan dangkal maka pantulan gelombang suara akan lebih kacau karena pulau, terumbu karang atau dasar perairan yang lebih dangkal.

 

 

Exit mobile version