Mongabay.co.id

Sinergi Penataan Ruang Laut untuk Keseimbangan Ekosistem

 

 

Integrasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) menjadi fokus yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Penyatuan materi teknis perairan pesisir tersebut dengan RTRW Provinsi akan berperan penting dalam penyusunan sebuah kebijakan di pesisir.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Victor Gustaaf Manoppo menjelaskan, proses integrasi tersebut menjadi amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Selain dua UU tersebut, penyatuan materi teknis juga menjadi amanat dari Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut.

Proses penyatuan tersebut nantinya akan menjadi bagian dari Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi. Saat ini proses integrasi masih terus dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP dengan menyerap banyak usulan dari banyak pihak yang kompeten.

Menurut Victor Gustaaf Manoppo, penyatuan materi teknis perairan pesisir pada Perda RTRW menjadi instrumen yang sangat penting sebagai dasar penerbitan Persetujuan Konfirmasi Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dan perizinan bagi kegiatan yang memanfaatkan ruang perairan.

baca : Ini Target Pemerintah Selesaikan Rencana Zonasi Pemanfaatan Ruang Laut Indonesia

 

Seorang nelayan sedang menebarkan jaring untuk menangkap ikan. Foto : shutterstock

 

Dia menilai, tanpa instrumen tersebut, potensi konflik dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan besar kemungkinan akan muncul. Demikian juga dengan degradasi kualitas lingkungan, ketidakpastian lokasi investasi, atau konflik antar pemangku kepentingan juga akan sulit diatasi tanpa kehadiran instrumen di atas.

“Sehingga ini menjadi modal dasar bagi Pemerintah Provinsi untuk mendorong perkembangan ekonomi di wilayah pesisir secara berkelanjutan,” tegas dia belum lama ini di Jakarta.

Adapun, dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hingga akhir 2021 tercatat baru ada 28 provinsi yang sudah memiliki Perda tentang RZWP3K. Sisanya, sebanyak empat provinsi saat ini sudah mendapatkan persetujuan DPRD Provinsi setempat, dan dua provinsi lain masih menyusun dokumen final.

Victor Gustaaf Manoppo menerangkan, setelah PP 21/2021 terbit, sebanyak 10 provinsi sudah menyatakan tidak akan mengubah materi teknis perairan pesisir/RZWP3K. Dengan demikian, proses integrasi dengan Perda RTRW Provinsi masing-masing bisa dilakukan dengan cepat.

Kemudian, sebanyak 24 provinsi sudah menyatakan ada perubahan muatan materi teknis perairan pesisir/RZWP3K, sehingga diperlukan penyusunan materi teknis agar bisa sesuai dengan Permen KP 28/2021.

“Untuk dua provinsi, yaitu Sulawesi Selatan dan Jawa Barat telah mendapatkan persetujuan teknis Menteri Kelautan dan Perikanan sesuai Pasal 72 Permen KP tersebut. Diharapkan semuanya sudah bisa selesai pada 2022,” tutur dia.

baca juga : Tujuh Perangkat Pengelolaan Ruang Laut Diluncurkan

 

Sejumlah perahu nelayan tradisional ditambatkan di pantai timur Pangandaran, Jawa Barat. Foto : shutterstock

 

Selain melaksanakan integrasi antara Perda RZWP3K dengan Perda RTRW Provinsi, KKP juga fokus untuk melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi daerah. Hingga akhir 2021, luas kawasan konservasi daerah sudah mencapai 10,9 juta hektare yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi di dalam area 12 mil laut.

Luasan tersebut menjadi bagian dari total 28,4 juta ha kawasan konservasi di seluruh Indonesia atau mencapai 8,74 persen dari total luas perairan Indonesia. Luasan tersebut harus menjadi komitmen bersama dengan para pihak yang terkait.

“Permasalahan dan tantangan dalam mengelola kawasan konservasi adalah terkait kelembagaan, ketersediaan dan kompetensi SDM serta ketersediaan anggaran untuk menjalankan program,” jelas dia.

Victor menambahkan, berdasarkan hasil penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi (EVIKA) terhadap 61 kawasan konservasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sampai dengan 2021, diperlukan percepatan penetapan dan peningkatan pengawasan, pengaturan dan optimalisasi pengelolaan potensi sumber daya laut.

Menurut dia, keberadaan kawasan konservasi perlu diselaraskan dengan berbagai kebijakan aktual. Salah satunya adalah kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Saat ini, KKP sedang melaksanakan perhitungan neraca sumber daya laut (ocean account) untuk dijadikan salah satu indikator kesehatan lingkungan laut dan pesisir.

 

Potensi Besar

Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi mengungkapkan bahwa keberadaan kawasan konservasi mengandung potensi yang besar. Namun, untuk mengukurnya diperlukan perhitungan berapa potensi sebenarnya dari keberadaan suatu kawasan konservasi.

Untuk kepentingan tersebut, KKP sudah menghitung potensi kawasan konservasi nasional di Taman Wisata Perairan Gili Meno, Gili Ayer, dan Gili Trawangan di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penghitungan yang dilaksanakan di kawasan populer bernama TWP Gili Matra itu diharapkan bisa diterapkan di seluruh kawasan konservasi perairan.

baca juga : Pengelolaan Ruang Laut Bergantung pada Neraca Sumber daya Laut

 

Banyaknya wisatawan menyebabkan kian besarnya- ekanan pada kondisi lingkungan Gili Matra, NTB. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Dia mengatakan, kalaupun potensi yang ada pada sebuah kawasan konservasi perairan sudah berhasil diketahui dengan detail, maka itu juga memerlukan mekanisme pengelolaan yang baik. Dengan kata lain, pengelola kawasan konservasi harus memahami dengan jeli dalam mengatur dan melayani perizinan aktivitas.

Hal tersebut, karena ada berbagai aturan yang saat ini berlaku berkaitan dengan kawasan konservasi perairan. Untuk itu, pemahaman dan kejelian dalam mengatur juga diperlukan dalam melaksanakan pengusahaan di dalam kawasan konservasi.

“Sehingga pengelolaan dapat berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,” tegas dia.

Agar potensi yang tersimpan bisa diketahui dan pengelolaan potensi tersebut bisa berjalan baik dan optimal, maka diperlukan suatu komitmen dan kesepakatan bersama dengan semua pihak yang terkait. Sehingga, proses penyelarasan tujuan dan program pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia bisa berjalan baik.

Sementara, berkaitan dengan integrasi Perda RZWP3K dengan Perda RTRW Provinsi, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menerangkan bahwa proses tersebut harus segera dilakukan tanpa menunggu waktu lagi.

Alasannya, karena konsep rencana tata ruang di daerah/wilayah dengan dinamika perubahan kebijakan dan perubahan wilayah yang tinggi/cepat, berjalan sangat cepat. Jika tidak segera diikat secara hukum, maka konsep tersebut akan menjadi tidak mengikuti perkembangan terkini.

“Dan jika rencana tersebut tetap tidak berubah atau status quo, maka dapat menjadi sumber konflik pemanfaatan ruang sekaligus menghambat percepatan investasi,” tambah dia.

baca juga : Seperti Apa Pemanfaatan Ruang Laut di Perairan Laut Nasional?

 

Pemerintah diharap harus lebih serius lagi memperhatikan kondisi dan kelestarian ekosistem pesisir, antara lain dengan meminimalkan pembangunan yang berisiko menciptakan degradasi lingkungan. Foto : Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Suharyanto menjelaskan, materi perairan pesisir atau rencana tata ruang laut akan berperan sebagai panglima untuk pelaksanaan seluruh sektor pembangunan di ruang laut. Bagi dia, keberlanjutan merupakan kata kunci penting dalam pembangunan kelautan dan perikanan.

Dengan kata lain, perencanaan ruang laut akan mendukung pemanfaatan ruang dan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal itu sejalan dengan rencana besar yang sedang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia sekarang, yaitu menyeimbangkan kegiatan ekonomi dan ekologi di laut.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada kesempatan sebelumnya mengungkapkan bahwa penataan ruang laut secara berkelanjutan menjadi instrumen yang sangat penting untuk mendorong pembangunan di wilayah pesisir dan laut melalui pengembangan ekonomi biru (blue economy).

“Implementasinya menitikberatkan pada pertimbangan ekologi dan ekonomi untuk aktivitas yang menetap di ruang laut,” sebut dia.

Dengan tujuan tersebut, dia mendorong dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi laut seiring dengan pemanfaatan laut secara optimal, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Dengan demikian, tidak hanya generasi saat ini yang dapat merasakan manfaat sumber daya kelautan dan perikanan, tetapi juga generasi yang akan datang.

baca juga : Menata Pemanfaatan Ruang Laut untuk Keberkelanjutan Lingkungan

 

Panorama pesisir utara Jakarta dengan gedung-gedung pencakar langitnya. Foto : shutterstock

 

Sebelumnya, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Kementerian Dalam Negeri Iwan Kurniawan mengungkapkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi perairan masih menghadapi persoalan di hampir semua provinsi.

Terdapat empat permasalahan yang harus dicarikan jalan keluar. Pertama, masih rendahnya komitmen Pemerintah Daerah untuk mengelola kawasan konservasi perairan, terlihat dari penganggaran di APBD yang tidak terlalu signifikan untuk membiayai program dan kegiatan konservasi perairan.

Kedua, masih maraknya kegiatan perikanan destruktif di kawasan konservasi perairan yang menyebabkan kondisi terumbu karang semakin rusak, serta minimnya penindakan oleh aparat penegak hukum terhadap pelaku perusakan kawasan konservasi perairan.

Ketiga, konsep pengelolaan kawasan konservasi perairan yang belum jelas, sehingga menyebabkan munculnya konflik pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya laut di dalam kawasan konservasi perairan.

Keempat, belum terkelolanya kawasan konservasi perairan secara optimal, disebabkan karena minimnya kualitas dan kuantitas SDM, sarana prasarana, serta efektivitas kelembagaan pengelola di kawasan konservasi perairan.

Adapun, keberadaan kawasan konservasi perairan akan terintegrasi dengan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) yang kemudian ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah (Perda)

Hingga saat ini, dari 34 provinsi, sebanyak 28 provinsi sudah menetapkan Perda tentang RZWP3K dan sisanya sebanyak enam provinsi masih dalam proses penyelesaian. Keenamnya adalah Riau, Banten, DKI Jakarta, Bali, Kepulauan Riau, dan Papua.

“Kawasan konservasi memiliki peran yang besar dalam penanganan perubahan iklim, sehingga diperlukan perhatian yang lebih dari seluruh stakeholder tekait, melalui program dan kegiatan untuk pengelolaan KKPD (kawasan konservasi perairan daerah),” pungkas dia.

 

Exit mobile version