Mongabay.co.id

Melacak Nautilus di Perairan Gelasa

 

 

Nautilus adalah spesies purba atau “fosil hidup” yang masih bertahan hingga saat ini. Keberadaanya sudah ada sejak ratusan juta tahun lalu, yang secara bentuk tidak banyak mengalami perubahan.

Perairan Gelasa, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, diduga merupakan tempat hidupnya Nautilus pompilius.

Secara umum, persebaran nautilus di sekitar perairan Indo-Pasifik Barat, mulai dari Kepulauan Andaman hingga Ambon, Filipina, Nugini, dan Fiji, serta timur laut dan barat laut Australia.

Sekitar enam dari sembilan jenis nautilus diperkirakan terdapat di Perairan Indonesia, yang buktinya menjadi koleksi Museum Zoologi Bogor [MZB], yakni Nautilus pompilius, Nautilus stenomphalus, Spirula spirula Argonauta argo, A. hians dan A. bottgeri. Jenis- jenis yang belum terkoleksi yaitu Argonauta nodosa, A. Nouryi, dan Allonautilus perforatus.

“Sejauh ini belum ada catatan atau dokumentasi visual nautilus hidup di Perairan Kepulauan Bangka Belitung. Penemuan ini serta informasi dari nelayan, membuat kami percaya nautilus ada di sini,” kata Muhammad Rizza Muftiadi, peneliti sekaligus pengajar Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan dari Universitas Bangka Belitung, kepada Mongabay Indonesia, usai menemukan tiga cangkang nautilus di Teluk Pisang, Pulau Gelasa, dengan anggota Tim Ekspedisi Pulau Gelasa, Senin [18/04/2022].

Pada ekspedisi pertama [25-27 Maret 2022], tidak ditemukan cangkang nautilus di sejumlah pantai di Pulau Gelasa.

Pada ekspedisi kedua yang melibatkan Universitas Bangka Belitung, Mongabay Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Kepulauan Bangka Belitung, ditemukan tiga buah cangkang.

Dijelaskan Rizza, penemuan dalam satu site [Teluk Pisang di Pulau Gelasa] dengan jarak berdekatan sangat jarang terjadi.

“Jenisnya Nautilus pompilius. Dilihat dari ukuran cangkang, ketiga spesimen tersebut sudah memasuki usia dewasa,” kata Rizza.

Pulau Gelasa atau Kelasa atau Gaspar, berada di muara [barat] Selat Gaspar. Selat yang menghubungkan Pulau Bangka dengan Pulau Belitung.

Baca: Gelasa, Pulau Perawan Bertabur Terumbu Karang Purba

 

Cangkang Nautilus pompilius yang ditemukan di sekitar Teluk Pisang, Pulau Gelasa. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan Indonesian Journal of Marine Sciences berjudul A Preliminary Study: Marine Biogeography of Nautilus in the Bangka Belitung Seas, Indonesia 2021, oleh Siti Aisyah dkk, dijelaskan ada lima cangkang Nautilus pompilius yang ditemukan di sekitar Pulau Gelasa.

“Pada Selat Gaspar terdapat retakan sempit memanjang dari selatan [Selat Sunda] ke barat laut [Singapura, Selat Melaka, Thailand], kedalam 75 meter, lebih dalam dari area sekitarnya. Ini menunjukkan, habitat nautilus di Perairan Bangka Belitung hidup pada retakan dalam yang sempit,” tulis jurnal tersebut

Menurut Jereb dan Roper [2005] serta Saunders dan Landman [2010], kedalaman optimal habitat nautilus sekitar 150-300 meter, namun tidak lebih dalam dari 800 meter.

Jurnal yang sama menyebutkan, nautilus yang ditemukan di Laut [Perairan] Bangka Belitung di sekitar retakan diperkirakan berelasi dengan nautilus dari Laut [Perairan] Thailand. Lokasi retakan di sekitar Selat Gaspar menghubungkan kedua laut tersebut, serta spesies nautilus yang sama.

Arus yang mengalir melalui Selat Malaka pada musim Timur dan Barat menghubungkan Laut Bangka Belitung dengan Laut Thailand Barat. Arah pergerakan nautilus dapat dipengaruhi arus air dalam skala besar. Berdasarkan penelitian, hewan ini mampu menjelajah sejauh 150 kilometer dalam setahun.

Baca: Mangrove Pulau Gelasa yang Penting untuk Bumi

 

Muhammad Rizza Muftiadi menunjukkan cangka nautilus yang ditemukan di Pulau Gelasa. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Lembah purba dan nautilus

Perairan Tanjung Berikat [Selat Gelasa] merupakan lembah purba.

“Ini sebagai wadah mineral plaser dan mineral ikutan pembawa unsur tanah jarang,” tulis penelitian berjudul “Indikasi Lembah Purba Sebagai Wadah Mineral Plaser dan Unsur Tanah Jarang di Perairan Tanjung Berikat dan Sekitarnya, Bangka Tengah, Bangka Belitung” oleh Udaya Kamiludin, Noor Cahyo Dwi Aryanto, Andi Wisnu Pertala, dan Muhammad Zulfikar dari Puslitbang Geologi Kelautan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2018.

Menurut Rizza, adanya indikasi lembah purba di sekitar Perairan Tanjung Berikat [Selat Gelasa] kian memperkuat habitat nautilus di sekitar Perairan Selat Gelasa.

Selain itu, jika melihat struktur terumbu karangnya, yang termasuk karang tepi hingga terumbu karang slope atau lereng hingga kedalaman 15 meter, sangat mungkin disukai nautilus.

“Lereng ini kaya kehidupan dan tempat mencari makan nautilus,” katanya.

Berdasarkan penelitian Swiss J Palaeontol berjudul “Nautilus: biology, systematics, and paleobiology as viewed from 2015”, oleh Peter Ward, Frederick Dooley, dan Gregory Jeff Barord, kawasan terumbu karang Osprey Reef di timur laut Queensland, Australia adalah habitat atipikal nautilus. Daerah tersebut merupakan gunung bawah laut yang terisolasi jauh dari daratan terdekat.

Masih penelitian yang sama, habitat nautilus biasanya dekat sumber kaya vegetasi tropis yang membawa banyak sejumlah karbon ke dalam lumpur menuju lereng terumbu karang.

“Karakter habitat seperti ini terdapat di Palau, sekitar Filipina sebagian besar Indonesia, Papua Nugini dan Kepulauan Admiralty, Kepulauan Solomon, New Kaledonia, Fiji, Samoa Amerika [dan mungkin Barat Samoa] dan Australia Barat serta Great Barrier Reef Australia Timur,” tulis penelitian tersebut.

Baca juga: Jangan Usik Perairan Gelasa Kami

 

Struktur terumbu karang di Pulau Gelasa yang memiliki slope atau lereng, habitat yang disukai nautilus. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Tidak diganggu

Menurut keterangan nelayan dari Tanjung Berikat, nautilus di sekitar perairan Pulau Gelasa masih terlihat sekitar 1980-an hingga 1990-an. Namun, mulai jarang tahun 2000-an ke atas.

“Dulu, nautilus senang berada di sekitar terumbu karang sekitar Pulau Gelasa, khususnya malam hari. Cangkangnya bertebaran di pinggir pantai saat kami menepi,” kata Mat Angin, warga Desa Batu Beriga, kepada Mongabay Indonesia, Minggu [10/04/2022].

Sebagai informasi, penemuan cangkang nautilus tidak hanya terbatas di sekitar Selat Gaspar, juga pernah ditemui di sekitar Pesisir Tuing [Utara Pulau Bangka], serta di sekitar Pulau Pongok yang jaraknya sekitar 44 kilometer dari Pulau Gelasa.

“Bahkan dulu, banyak sekali tumpukan cangkang nautilus di sekitar bibir pantai di sekitar Pulau Pongok,” kata Mat Angin.

Dikutip dari artikel Mongabay Indonesia sebelumnya, salah satu dari jenis nautilus, yakni crusty nautilus atau Allonautilus scrobiculatus, terakhir terdokumentasi pada tahun 2015 oleh sekelompok peneliti yang dikomandoi Dr Peter Ward dari Universitas Washington, di sekitar perairan Papua Nugini. Sejak saat itu, belum ada lagi catatan terkait penemuan nautilus hidup.

 

Struktur terumbu karang di Pulau Gelasa merupakan habitat disukai nautilus. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Konservasi

Perairan Kepulauan Bangka Belitung luasnya sekitar enam juta lima ratus hektar, atau 79 persen dari total wilayahnya. Berdasarkan jurnal yang ditulis Siti Aisyah dkk, Laut Bangka Belitung dipengaruhi musim timur, angin bertiup dari Asia ke Australia dan sebaliknya selama musim barat.

“Angin ini sangat memengaruhi pola arus Laut Bangka Belitung [Pamungkas, 2018] karena secara geografis Laut Bangka Belitung berada di antara dua samudera [Laut Natuna dan Jawa] dan di antara dua pulau besar [Pulau Sumatera dan Kalimantan],” tulis penelitian tersebut.

Dijelaskan Rizza, jika melihat kondisi oseanografi di Bangka Belitung, keberadaan sejumlah pulau strategis seperti Pulau Gelasa atau Lepar dan Pongok yang berada di sekitar Selat Gaspar, harus dijadikan wilayah konservasi.

“Ibaratnya pulau-pulau tersebut menjadi semacam shelter atau bahkan habitat sejumlah hewan langka, seperti nautilus, penyu, bahkan sejumlah mamalia laut seperti paus. Lokasinya yang berada di antara jalur migrasi hewan laut,” katanya.

 

Sebuah perahu mengarungi Selat Gaspar yang diperkirakan terdapat lembah purba. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan Perda RZWP3K Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2020, mulai dari wilayah perairan Malaysia, Kepulauan Riau-Kepulauan Seribu, Pulau Anak [Kepulauan Riau] hingga Perairan Pulau Gelasa dan Perairan Pulau Ayam Besar di Belitung Timur, merupakan jalur migrasi penyu.

Sedangkan perairan yang ditetapkan sebagai zona migrasi mamalia laut, mulai dari Pulau Air Masin-Perairan Simpang Pesak, Pulau Gusunggurak-Tanjung Berikat, Perairan Tanjung Kelayang-Perairan Tanjung Berikat, dan Perairan Pulau Kalimambang-Perairan Tanjung Berikat.

Jessix Amundian, Direktur Walhi Kepulauan Bangka Belitung, mengatakan ada puluhan pulau kecil di sekitar jalur migrasi tersebut, seperti Pulau Punggur Tuing, Pulau Simbang, Pulau Semujur, Pulau Ketawai, Pulau Bebuar, dan Pulau Gelasa.

“Pulau-pulau tersebut harus dijaga dan dijadikan kawasan konservasi. Sebab, penting bagi keberadaan hewan atau mamalia laut langka, memiliki peran ekologi dan budaya, serta bermanfaat bagi ribuan masyarakat pesisir di Kepulauan Bangka Belitung,” paparnya.

 

Exit mobile version