Mongabay.co.id

Lebaran Ketupat Masyarakat Jaton dan Pesan Kearifan Lingkungan

 

 

Satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri, di Gorontalo ada perayaan Lebaran Ketupat meriah. Tradisi ini berlangsung di beberapa tempat di Kabupaten Gorontalo, tepatnya pada masyarakat Jaton, singkatan Jawa dan Tondano. Sebut saja di kampung Yosenegoro, Reksonegoro, Kaliyoso, dan Mulyonegoro.

Seiring berjalan waktu, perayaan ini telah menyebar di hampir semua tempat di Gorontalo. Selain ketupat, penganan yang seolah wajib disajikan adalah dodol dan nasi bulu atau nasi jaha yang mirip lemang.

Perayaan ini seperti open house bagi semua kalangan. Setiap rumah membuka pintu lebar-lebar untuk yang bertamu sekaligus menikmati penganan, bahkan bagi mereka yang tidak memiliki hubungan kekerabatan atau beda agama sekalipun. Hal yang menunjukan Lebaran Ketupat merupakan simbol kekerabatan sesama.

Keramaian lebaran biasanya dilengkapi hiburan pacuan kuda, karapan sapi, hingga panjat pinang yang diadakan di kampung Yosenegoro.

Seperti namanya, etnis Jaton adalah percampuran Jawa dan Tondano yang berasal dari Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara, yang kemudian bermigrasi ke Gorontalo tahun 1904.

Jika ditilik ke belakang, etnis Jaton merupakan keturunan Kyai Modjo, panglima perang dan guru agama Pangeran Diponegoro, yang diasingkan Belanda bersama 63 pengikutnya tahun 1828 di Tondano.

Semua pengikut Kyai Modjo adalah laki-laki yang kemudian menikah dengan perempuan-perempuan Tondano. Dari percampuran inilah lahir kampung bernama Jawa Tondano yang masih mengamalkan tradisi keislaman Jawa beserta kebudayaannya; salah satunya Lebaran Ketupat.

Baca: Sambut Lebaran dengan Pola Hidup Sehat dan Ramah Lingkungan

 

Ketupat yang selalu hadir saat perayaan Hari Raya Idul Fitri. Foto: Unsplash/Mufid Majnun/Free to use

 

Dalam jurnal berjudul “Ikon Tradisi Ba’do Katupat Sebagai Refleksi Kebudayaan Masyarakat Jaton di Sulawesi Utara” disebutkan bahwa Hari Raya Ketupat disebut ba’do katupat. Artinya, sudah selesai melaksanakan puasa di Bulan Ramadhan dan sudah melakukan puasa sunnah enam hari di Bulan Syawal. Untuk kemenangan itu, diadakan Hari Raya Ketupat.

Kata ba’do berasal dari Bahasa Arab, ba’du yang berarti sesudah atau selesai. Sementara ketupat, menjadi katupat karena pengaruh bahasa Tondano.

“Merayakan ba’do katupat mempunyai tujuan utama yakni mempererat tali kekeluargaan, silaturahim sesama warga Jaton di dalam maupun luar daerah [perantau], serta warga Jaton dengan masyarakat umum,” ungkap Kinayati Djojosuroto, penulis jurnal.

Biasanya ba’do Katupat lebih ramai dari ba’do Idul Fitri. Ba’do katupat merupakan ajang memamerkan kemahiran membuat macam-macam bentuk ketupat, seperti: katupat panggang, katupat luar, katupat jantong, katupat bawang, dan katupat roa.

Baca: Jangan Kotori Bumi di Hari Lebaran yang Suci

 

Pembuatan kulit ketupat dengan bahan janur dinilai ramah lingkungan dibanding ketupat plastik. Foto: L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kearifan lingkungan

Ketupat memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Jawa Tondano. Bahan ketupat yang terbuat dari janur kuning pohon kelapa dan dianyam sedemikian rupa kemudian diisi beras ketan hingga dimasak, disimbolkan sebagai pengikat rasa persaudaraan dan persatuan. Ikatan ini diwujudkan dalam musyawarah dan mufakat untuk membicarakan berbagai permasalahan yang timbul dalam masyarakat Jaton.

Kinayati Djojosuroto menjelaskan, masyarakat Jaton menganggap, dalam kaitannya dengan makna ketupat, terutama katupat jantong [ketupat yang dibuat berbentuk jantung manusia] yang dianggap ketupat asli, berarti ketupat yang pertama kali diciptakan para leluhur. Katupat jantong merupakan motor penggerak hidup untuk mengabdi atau beribadah hanya kepada Sang Pencipta.

Sedangkan penyatuan ribuan butir beras, selain dilambangkan sebagai persatuan, juga sebagai lambang penyatuan antara jasad dan roh. Usaha merebus [menggodok] beras dalam ketupat agar menjadi masak dan menyatu, mengandung makna usaha atau jalan [tarekat] yang harus ditempuh dengan perjuangan berat agar bisa berhasil disatukan.

“Sedangkan kulit pembungkus ketupat [janur] dianggap sebagai syariat yang wajib diamalkan untuk bisa menempuh pengalaman lebih tinggi,” tulis Kinayati.

Baca juga: Pesan Kearifan Lingkungan dalam Ketupat Lebaran

 

Nasi jaha, makanan khas di Gorontalo dan Manado, yang sekilas mirip lemang. Foto: Wikimedia Commons/ Supardisahabu/Creative Commons Attribution-Share Alike 4.0 International

 

Mengapa ketupat dibungkus menggunakan janur? Mengutip Bisnis.com, janur merupakan kata yang diambil dari Bahasa Arab yakni “Ja’anur” yang artinya telah datang cahaya.

Bentuk ketupat segi empat yang menyerupai hati manusia bermakna apabila orang mengakui kesalahan, maka hatinya seperti ketupat yang dibelah, putih bersih. Ini dikarenakan hatinya sudah bersih dari rasa iri dengki. Hati yang bersih itu dimaknai dengan janur ketupat, dibungkus cahaya.

Imam Suhardi, Koordinator Pusat Penelitian Budaya Daerah dan Pariwisata [Pusbudpar] Univesitas Jenderal Soedirman [Unsoed] Purwokerto, seperti dijelaskan pada Mongabay sebelumnya, ketupat memiliki nilai mendalam, tak sekadar hanya makanan.

Dia mengatakan, dengan menggunakan janur kelapa, bukan berarti melakukan eksploitasi, karena pengambilan tidak terbatas. Justru dengan diambil daunnya, pohon kelapa harus dijaga keberadannya.

“Inilah pesan kearifan lingkungan yang ada dalam ketupat lebaran. Bahkan, anyaman kulit ketupat juga dapat menggambarkan kondisi seseorang. Bagi mereka yang mungkin ada masalah, tentu saja anyamannya akan tidak rapi. Jadi, ada semacam komunikasi non-verbal antara manusia dengan janur yang dianyam menjadi kulit ketupat,” jelasnya.

Imam menuturkan, dengan mempertahankan kulit ketupat lebaran dengan daun kelapa atau janur, merupakan bukti tradisi ramah lingkungan. Plastik memang praktis dan bisa menjadi pengganti janur. Namun, janur atau daun kelapa tetap dipertahankan.

“Zaman memang berubah, tetapi kita sendiri yang harus menjaga lingkungan. Bila plastik sebagai pengganti janur, akan muncul masalah baru, yaitu bertambahnya bahan pencemar lingkungan,” tandasnya.

 

Exit mobile version