Mongabay.co.id

Membaca Kepulauan Bangka Belitung “Sebagai Lautan”

Pulau Gelasa memiliki luas 220,83 hektar. Foto: [Drone] M. Rizqi Rama/Mongabay Indonesia

 

Dari penamaan “kepulauan” tergambar bentuk provinsi ini bukan daratan yang luas, melainkan lautan dengan banyak pulau. Dari luasan sekitar 81.725,06 kilometer persegi, luas lautnya mencapai 79,90 persen, daratan 20,10 persen, dengan 950 pulau. Landskap dalam tulisan ini merupakan representasi visual bentang alam, yang terlihat pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kepulauan Bangka Belitung sangat unik. Dalam kajian pemanfaatan pesisirnya terdapat kegiatan penambangan timah, perikanan, pariwisata, pemasangan kabel laut, Barang Muatan Kapal Tenggelam atau BMKT, Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI, dan migrasi biota.

Daratan besarnya yakni Pulau Bangka dan Pulau Belitung, tergolong landai atau secara alami tidak banyak ditemukan kemiringan lahan yang curam. Daerah tertinggi di Pulau Bangka adalah Gunung Maras [sekitar 650 meter di atas permukaan laut], sedangkan di Pulau Belitung yaitu Gunung Tajam [sekitar 450 meter di atas permukaan laut].

Kedalaman lautan di Kepulauan Bangka Belitung mayoritas landai, sering ditemui kedalaman [secara alami] adalah 20 hingga 40 meter. Daerah dasar perairan yang landai, saat surut, normalnya air laut akan menjauh dari garis pantai lebih dari 100 meter. Kedalaman yang cenderung lebih dalam [lebih dari 40 meter] biasanya ditemui di perairan dekat Selat Nasik.

 

Pulau Gelasa yang begitu indah dan kaya biota laut. Foto: [Drone] M. Rizqi Rama/Mongabay Indonesia

 

Geological Park

Geopark atau Geological Park [Taman Bumi] yang dikenal dengan UNESCO Global Geopark merupakan wilayah geografis, situs dan lanskap yang menjadi aset geologis internasional dikelola dengan konsep konservasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat secara terpadu.

Pengembangan geopark diharapkan berkontribusi bagi upaya Indonesia dalam mencapai gol dan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan [Sustainable Development Goals]. Secara konkrit, pengembangan geopark direfleksikan sedikitnya dalam delapan gol. Yakni: [i] Tujuan 1, Tanpa Kemiskinan; [ii] Tujuan 4, Pendidikan Berkualitas; [iii] Tujuan 5, Kesetaraan Gender; [iv] Tujuan 8, Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; [v] Tujuan 11, Kota yang Berkelanjutan; [vi] Tujuan 12, Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab; [vii] Tujuan 13, Penanganan Perubahan Iklim; serta [viii] Tujuan 17, Kemitraan untuk Mencapai Tujuan [i].

Keunikan Kepulauan Bangka Belitung, dikenal dunia dengan keragaman geologis di pulau Belitung dan pulau-pulau sekitarnya [ii]. Keragaman ini terlihat dari lanskap, bebatuan mineral, proses geologi dan tektonik, serta evolusi bumi. Selain itu, terlihat juga keterkaitan antara aspek geologis, biologis, dan budaya.

Dunia mengenal Geopark Belitung setelah ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada Sidang ke-211 Dewan Eksekutif UNESCO yang diselenggarakan secara virtual dari Paris, pada 15 April 2021 [iii]. Geopark Belitung lokasinya tersebar di beberapa daerah antara lain, Batu Baginda, Pantai Punai, Tanjung Kelayang.

Sementara Geopark Bangka, yang saat ini dalam proses pengusulan yakni Bukit Penyabung, Pantai Bembang, Pantai Jerangkat, Pantai Penganak, Tanjung Tengkalat, Pantai Punggur Tuing, Gunung Permisan, Sungai Olin, dan Pantai Tapak Dewa [iv].

Sementara penambangan timah sudah berlangsung lama di Kepulauan Bangka Belitung. Penambangan dikarenakan kepulauan ini kaya timah, sebab berada di jalur sabuk timah [tinbelt]. Diperkirakan, tinbelt di Asia Tenggara telah digali sejak tahun 1800-an.

 

Peta Topografi [ketinggian tanah] dan Bathimetri [kedalaman laut]. Sumber: Olah data DEMNas dan BatNas dari situs https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web

 

Ekosistem pesisir

Pesisir merupakan daerah pertemuan darat dan laut, dengan bagian daratan yang masih dipengaruhi kondisi laut. Misalnya, air masih mengandung garam dan bagian lautan masih dipengaruhi daratan seperti sedimentasi dari muara.

Secara umum ekosistem vital di pesisir dikenal dengan keberadaan hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Rusandi [2020] menyatakan terumbu karang di Indonesia sekitar 2,5 juta hektar, padang lamun 1,7 hektar, dan hutan mangrove seluas 3,4 hektar.

Secara umum, terumbu karang, mangrove dan padang lamun, menghuni hampir di sepanjang garis pantai atau pesisir di Kepulauan Bangka Belitung.

 

Sebaran Mangrove, Terumbu Karang dan Padang Lamun di Indonesia. Sumber: Rusandi, 2020 [v]

 

Alur Laut Kepulauan Indonesia

Alur Laut Kepulauan Indonesia atau ALKI adalah alur laut yang ditetapkan sebagai alur penyelenggaraan Lintas Alur Laut Kepulauan berdasarkan konvensi hukum laut internasional.

Alur ini merupakan alur pelayaran dan penerbangan yang dapat dimanfaatkan oleh kapal atau pesawat udara asing di atas laut, untuk melakukan pelayaran dan penerbangan damai secara normal.

Penetapan ALKI dimaksudkan agar pelayaran dan penerbangan internasional dapat dilakukan terus menerus, langsung dan secepat mungkin, serta tidak terhalang wilayah perairan dan wilayah udara Indonesia.

ALKI diatur untuk menghubungkan dua perairan bebas, yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Semua kapal dan pesawat asing yang hendak melintas ke utara atau ke selatan harus melalui ALKI. Kapal asing yang berlayar harus berada pada radius 40 mil laut dari garis-garis yang terbentuk dari titik-titik ALKI yang sudah ditetapkan oleh Indonesia.

Pada Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, ALKI melalui daerah terluar bagian timur pulau Belitung, antara Pulau Kalimantan dan Belitung. Daerah ini relatif aman dibandingkan saat melewati selat antara Pulau Bangka dan Pulau Belitung.

Keamanan laju kapal, salah satunya ditentukan kondisi perairan. Banyak terumbu karang dan pulau kecil berada di antara Pulau Bangka dan Belitung yang dapat mengakibatkan kapal menabrak/nangkring di atas karang. ALKI ditempatkan pada daerah yang memiliki kedalaman cukup dan cenderung jauh dari terumbu karang atau pulau kecil.

 

Hamparan massive coral yang tumbuh besar dan menjulang ke permukaan air di sekitar periaran Pulau Gelasa. Foto: Muhammad Rizza Muftiadi/Mongabay Indonesia

 

Barang Muatan Kapal Tenggelam

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, dijelaskna bahwa Benda Muatan Kapal Tenggelam yang selanjutnya disingkat BMKT adalah benda muatan asal kapal tenggelam yang mempunyai nilai ekonomi, sejarah, budaya, dan ilmu pengetahuan yang berada di dasar Laut.

BMKT banyak ditemukan di perairan Kepulauan Bangka Belitung. Rata-rata adalah kapal niaga zaman dahulu yang kecelakaan saat melintasi perairan Belitung [vi].

BMKT di Belitung Timur dikumpulkan dalam sebuah Galeri Maritim yang berisi sejumlah artefak. Koleksinya berjumlah 879 artefak [779 buah koleksi dari Belitung Timur dan 100 buah merupakan hibah dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI [vii].

Selain BMKT, di perairan Bangka Barat juga ditemukan kapal Vyner Brooke yang merupakan satu dari sekitar 70 kapal tenggelam di sekitar Selat Bangka dalam kurun waktu 48 jam pada 13-14 Februari 1942. Kapal-kapal tersebut ditenggelamkan oleh serangan Jepang saat menduduki Indonesia, dalam Safitri dan Suryani, 2018 [viii].

Landskap dasar perairan ini, dengan adanya kapal tenggelam atau BMKT, berpotensi untuk pengembangan cagar budaya, wisata, dan potensi konektivitas dengan paket kuliner yang ada di sekitar BMKT atau kapal tenggelam.

 

Peta Barang Muatan Kapal Tenggelam di Indonesia. Sumber: Tahir, 2020. [ix]

 

* Wahyu Adi, Peneliti dan Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Bangka Belitung. Tulisan ini opini penulis.

 

Daftar Pustaka:

[i] https://kominfo.go.id/content/detail/13463/geopark-indonesia-mendunia-implementasi-sustainable-development-goals-melalui-pengembangan-geopark/0/artikel_gpr

[ii] https://kemlu.go.id/portal/id/read/2380/berita/belitong-ditetapkan-sebagai-unesco-global-geopark

[iii] Siaran pers KBRI Paris, Minggu [18/4/2021]

[iv] https://babelprov.go.id/geopark-pulau-bangka-siap-jadi-unggulan-bangka-belitung 

[v] Rusandi, A. 2020. Development Coastal Ecosystem. Presented Slide on: Webinar of the status of Indonesian Coastal Ecosystem and Its Management System – 30th June 2020.

[vi] https://www.mongabay.co.id/2019/11/15/wisata-sejarah-bawah-air-potensi-berharga-laut-nusantara/

[vii] https://disbudpar.belitungtimurkab.go.id/content/galeri-maritim-belitung-timur-buka-setiap-hari

[viii] Safitri, M. and Suryani, I., 2018. Kesaksian Vivian Bullwinkle Sebagai Korban Kekejaman Jepang di Pulau Bangka Pada Tahun 1942 Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah. Kalpataru: Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, 3 [1], pp.94-103.

[ix] Tahir, Z. 2020. Pemanfaatan BMKT Sebagai Sumber Daya Kelautan. Webinar LRSDKP – 29 Juli 2020. https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/DitJaskel/publikasi-materi-2/lrsdkp-1/Webinar%20BRSDMKP_BMKT_Zainab.pdf

 

Exit mobile version