Mongabay.co.id

Laut Natuna Diatur Zonasi, Nelayan: Jangan Batasi Kami

 

Laut Natuna terus menjadi perhatian Indonesia maupun dunia. Dari konflik laut China Selatan hingga jadi lokasi pencurian ikan oleh kapal asing. Laut paling utara Indonesia ini sangat kaya, baik sektor perikanan, migas (minyak dan gas), maupun jalur pelayaran internasional. Disisi lain pemerintah Indonesia membuat aturan baru untuk memaksimalkan potensi ekonomi yang ada di Laut Natuna-Natuna Utara.

Potensi itu dimaksimalkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) Laut Natuna-Natuna Utara. Aturan ini merupakan prasyarat penerbitan izin bagi pelaku usaha yang akan memanfaatkan ruang laut Laut Natuna-Natuna Utara.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Victor Gustaaf Manoppo mengimbau pelaku usaha bergerak cepat mengajukan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) sebagai salah satu syarat pemanfaatan ruang laut secara legal dan berkelanjutan dalam RZ KAW. Tanpa adanya rencana zonasi, maka prasyarat perizinan usaha berupa KKPRL tidak bisa diterbitkan dan kegiatan usaha tidak bisa dilakukan.

“Penetapan Perpres ini merupakan momentum yang amat penting, mengingat di masa pascapandemi pemerintah tengah mendorong investasi untuk mengembalikan kondisi perekonomian nasional melalui percepatan kegiatan investasi di sektor kelautan dan perikanan tanpa mengabaikan faktor ekologi,” ujar Victor Gustaaf Manoppo dalam talkshow daring Bincang Bahari KKP, Selasa (31/5/2022).

baca : KIA Vietnam Makin Berani di Natuna, Nelayan: Kami Mau Makan Apa?

 

Deretan kapal nelayan kecil di Pelabuhan nelayan Natuna, Kepulauan Riau. Foto : Yogi Eka Sahputra

 

Potensi ekonomi yang ada di Laut Natuna-Natuna Utara adalah kegiatan perikanan tangkap dan budi daya, pemasangan kabel telekomunikasi dan pipa bawah laut, eksplorasi migas, wisata bahari, hingga jalur pelayaran kapal lintas antarnegara. Di wilayah Laut Natuna-Natuna Utara juga terdapat wilayah konservasi.

“Pelaku usaha pipa kabel, wisata bahari maupun itu perikanan offshore dan lainnya, segera saja mencari informasi yang lebih lengkap lagi untuk segera mengajukan PKKPRL sehingga nanti bisa cepat mendapatkan lokasi yang ada di situ,” ujar Direktur Perencanaan Ruang Laut Ditjen PRL Suharyanto dalam acara itu.

Suharyanto menambahkan, keberadaan Perpres RZ KAW membuat kegiatan ekonomi di Laut Natuna-Natuna Utara lebih tertata. Tidak ada lagi tumpang tindih area yang dapat mengganggu jalannya operasional usaha antara yang satu dengan lainnya.

Pengaturan dilakukan juga untuk memastikan kegiatan ekonomi dan kelestarian ekosistem berjalan berkelanjutan sesuai prinsip ekonomi biru. “Dengan adanya Perpres ini, apakah itu alur kabel, migas, dan kegiatan lainnya, bisa dipercepat proses (PKKPRL)-nya karena sudah ada dasar ruangnya di mana, yang sudah diatur sedemikian rupa dan dipastikan tidak mengganggu satu sama lain,” tambahnya.

Asopssurta Danpushidrosal Laksamana Pertama Dyan Primana Sobaruddin mengakui besarnya potensi ekonomi di Laut Natuna-Natuna Utara. Misalnya alur pelayaran perairan Natuna dan Natuna Utara selama ini sangat padat karena kapal-kapal dari Asia Timur maupun Pasifik melewati perairan tersebut. “Begitu juga dengan keberadaan kabel telekomunikasi dan pipa bawah laut sangat banyak,” katanya.

baca juga : Banyak Kapal Asing di Natuna, Sayangnya Patroli Laut Terbatas

 

Seorang nelayan bersiap hendak melaut ke Laut Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Direktur Wilayah Pertahanan Ditjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Pertama TNI Idham Faca mengatakan, penerbitan Perpres RZ KAW Laut Natuna-Natuna Utara dipastikan tidak hanya berimbas pada optimalisasi potensi ekonomi, tapi juga penguatan aspek pertahanan dan keamanan. Pengembangan pertahanan di kawasan Natuna berfokus pada penambahan gelar kekuatan TNI, pembangunan Satuan Tempur Terintegrasi TNI Natuna dan Perkuatan Kogabwilhan I. “Jadi ekonomi tetap jalan, pertahanan juga tetap jalan,” katanya.

Sementara itu Pakar Kelautan dan Ilmu Perikanan IPB Prof. Dietriech G. Bengen berharap terbitnya Perpres RZ KAW Laut Natuna-Natuna Utara membawa dampak positif pada keberlanjutan ekosistem laut dan juga terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Ia melanjutkan, luas kawasan Laut Natuna-Natuna Utara mencapai 628.300,5 km2 melingkupi enam provinsi dan 30 kabupaten/kota. Perairan ini juga meliputi kawasan konservasi dan menjadi lokasi migrasi sejumlah biota laut seperti penyu, tuna, serta mamalia laut lainnya.

“Kita harapkan saat implementasi dapat mendukung kelautan dan perikanan dengan berprinsip keberlanjutan, yaitu keberlanjutan sumber daya alam serta prinsip partisipasi keterlibatan masyarakat lokal dan pihak terkait untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di sana,” ujarnya.

baca juga : Nelayan Natuna Protes Jaring Tarik Berkantong mirip Cantrang

 

Kapal pengawasan Bakamla saat menjaga kapal ikan asing yang tertangkap mencuri ikan di Natuna, Minggu, Minggu, 16 Mei 2021. Foto : Humas Bakamla

 

Vice Presiden Network PT Biznet Agus Arianto menyambut baik aturan rencana zona yang diterbitkan oleh pemerintah. Dengan adanya aturan tersebut, pemasangan kabel laut memiliki kekuatan hukum tetap dan lebih terarah.

Pihaknya bahkan berencana melakukan gelaran kabel laut segmen Anyer-Kalianda dan Sungsang dan Muntok. Selanjutnya melakukan penggelaran kabel laut dari Sungai Liat sampai ke Sungai Kakap.

“Kenapa kami berencana seperti itu, karena kami akan membuat konektivitas baru ke arah Kalimantan. Karena saat ini kami masih fokus di Jawa. Tahun ini kami ekspansi ke Sumatera dan selanjutnya kita akan melakukan ekspansi ke arah Kalimantan,” ujarnya.

Manager Mature Fields Asset Department Offshore Asset Medco Natuna Amrullah Hakim menyambut baik, terbitnya Perpres RZ KAW Laut Natuna-Natuna Utara tidak hanya baik untuk pertahanan keamanan, tapi juga untuk ketahanan energi di dalam negeri.

“Kami melihat Perpres ini bagus untuk pertahanan dan ketahanan kita. Kita juga mesti ingat migas ini juga ada hubungannya dengan ketahanan energi. Saat ini isu energi ini sedang marak sebagai akibat dari perang Rusia dan Ukraina. Minyak jadi langka. Jadi kita perlu untuk berusaha bersama-sama agar kita memiliki ketahanan energi yang bagus,” ujarnya.

baca juga : Ini Target Pemerintah Selesaikan Rencana Zonasi Pemanfaatan Ruang Laut Indonesia

 

Proses penangkapan satu dari enam kapal ikan asing berbendera Vietnam yang ditangkap di Laut Natuna Utara pada Minggu (16/5/52021) oleh kapal pengawas KP Hiu Macan 01. Foto : Ditjen PSDKP KKP

 

Nelayan Minta Sosialisasi

Dalam talkshow, Asopssurta Danpushidrosal Laksamana Pertama Dyan Primana Sobaruddin juga memastikan Perpres RZ KAW tidak akan mengganggu mata pencaharian nelayan. Justru pengaturan zonasi membuat nelayan lebih mudah dalam mencari ikan karena lokasi yang ditetapkan telah melalui kajian berbagai aspek baik itu keselamatan maupun jumlah potensi sumber daya perikanan yang ada di ruang laut.

“Justru dengan ditetapkannya kawasan zonasi Laut Natuna-Natuna Utara membantu nelayan tradisional. Jadi mengambil ikan di lokasi yang telah ditetapkan, tidak di lokasi yang kabel pipa bawah laut, bukan di wilayah konservasi, maupun di area migas. Kalau tidak ditentukan bisa membahayakan diri dan juga lingkungan lain. Kalau kabel putus, komunikasi putus tentu daerah itu terisolir, ekonomi juga akan terhambat karena semua sudah menggunakan elektronik,” ujar Dyan.

Namun, Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri menegaskan, nelayan tradisional tidak pernah menganggu atau terganggu dengan keberadaan proyek pipa bawah laut, kabel bawah laut, proyek migas ataupun proyek lainnya. Pasalnya, nelayan Natuna tidak menggunakan alat tangkap yang merusak apalagi sampai ke dasar laut.

“Kami nelayan tradisional menggunakan pancing ulur yang ramah lingkungan, tidak pernah menangkap ikan sampai ke dasar laut sehingga menganggu pipa atau kabel bawah laut, kami juga mengetahui keberadaan proyek-proyek itu,” kata Hendri kepada Mongabay Indonesia, Kamis (02/6/2022).

Kecuali yang merusak itu kata Hendri, adalah kapal asing pencuri ikan, kapal cantrang atau alat tangkap terukur KKP yang menangkap ikan menyapu dasar laut, dan pastinya berdampak kepada pipa atau kabel bawah laut. “Kami takut akibat proyek tersebut, kapal cantrang semakin diminta untuk ke pesisir. Sehingga wilayah tangkap nelayan Natuna semakin sempit. Kalau terjadi seperti itu ini sangat merugikan nelayan tradisional,” katanya.

Hendri bahkan khawatir wilayah zonasi tangkap nelayan ditentukan oleh pemerintah, tetapi selama ini pemerintah tidak pernah mengajak nelayan duduk bersama ataupun sosialisasi soal zonasi ini. “Jangan sampai kasus mobilisasi cantrang yang gagal terulang lagi,” katanya.

baca juga : Catatan Akhir Tahun: Masa Depan Laut Natuna Utara

 

Beberapa orang nelayan Natuna bertengger di atas kapal usai melaut di Laut Natuna Utara. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Dia meminta, aturan tersebut disosialisasi langsung kepada nelayan asli Natuna, tidak hanya kepada pejabat di daerah yang terkadang sosialisasi tidak sampai ke nelayan. “Apakah karena kabupaten tidak punya kewenangan laut lagi, sehingga tidak perlu disosialisasi kepada kami,” katanya yang juga Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Natuna.

Hendri berharap, pertama, wilayah tangkap nelayan tradisional jangan dibatasi. Kedua, kapal cantrang dan kapal alat tangkap terukur untuk tidak digeser ke pinggir dengan alasan pipa dan kabel laut.

Senada dengan Hendri, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemaritiman untuk Kemanusiaan Abdul Halim meminta pemerintah untuk memastikan kepentingan nelayan terwakili dalam aturan tersebut. “Klaim (Pepres RZ KAW tidak merugikan nelayan) ini harus dibuka di hadapan masyarakat nelayan untuk menguji apakah benar kepentingan nelayan terwakili,” kata Halim.

Ia melanjutkan, segala bentuk privatisasi sumber daya pesisir seyogianya tidak berlindung dibalik pengesahan Perpres RZ KAW. “Untuk itu, apabila terbukti ada pembatasan hak komunal nelayan sudah seharusnya direvisi dalam rangka menghadirkan keadilan akses terhadap sumber daya bagi masyarakat nelayan,” katanya.

 

Exit mobile version