Mongabay.co.id

Hari Lingkungan Hidup dan Persoalan Lingkungan Kita

 

Setiap 5 Juni kita peringati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Bagaimana kondisi lingkungan Indonesia saat ini?

Melansir data Bank Dunia [2017], sumber masalah utama lingkungan di Indonesia setiap tahun masih sama. Sebut saja persoalan pemanasan global dan perubahan iklim, pengelolaan hutan dan aliran air, penanggulangan bencana, sumber daya pesisir, lahan gambut, hingga ekosistem terumbu karang.

Menangani masalah tersebut tentunya membutuhkan integrasi yang tepat dan kerja sama berbagai pihak. Terlebih, masalah lingkungan di Indonesia berkaitan erat dengan faktor lain, terutama faktor ekonomi dan kemasyarakatan.

Baca: Sambut Lebaran dengan Pola Hidup Sehat dan Ramah Lingkungan

 

Menjaga kelestarian lingkungan hidup adalah tanggung jawab kita semua. Foto: Pixabay/Public Domain/Thommas

 

Kebijakan pemerintah daerah

Bicara peran pemerintah, baik tingkat daerah maupun nasional, saat ini semakin terwujud dengan adanya otonomi daerah di masing-masing provinsi di Indonesia.

Meski demikian, isu otonomi daerah dalam upaya penanggulangan permasalahan lingkungan, sampai kini masih saja sarat dengan kompleksitas sosial ekonomi kemasyarakatan. Otonomi daerah dapat dikatakan berfungsi sebagai pembatas maupun pendukung terciptanya penanggulangan kerusakan lingkungan hidup.

Misal, usaha pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah keanekaragaman hayati di lahan gambut, mungkin dapat dimulai dengan cara menghimpun koleksi data data dasar maupun sekunder. Tentunya, yang vital bagi penentuan kebijakan lingkungan, khususnya di lahan gambut itu sendiri.

Berikutnya, pemerintah pusat berperan dalam hal perencanaan, penentuan dan pengelolaan strategi pembangunan, serta penanggulangan lingkungan nasional maupun regional di tingkat daerah.

Tindakan nyata dapat berupa mempengaruhi perilaku masyarakat dengan cara meningkatkan capacity building. Bukan tidak mungkin, pelibatan masyarakat dalam bentuk organisasi ataupun komunitas, dapat mendukung kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan dengan data hasil riset terbaru.

Baca juga: Mujair, Ikan yang Bukan Asli Indonesia

 

Manusia harus bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkannya. Foto: Pixabay/Public Domain/Sergeitokmakov

 

Dilema kebijakan top down

Bicara peran serta seluruh pihak, tentunya dapat pula mengakibatkan perubahan, penyesuaian, maupun gagalnya suatu kebijakan. Untuk itu, segala respon terhadap kebijakan yang ada, termasuk kebijakan berkenaan dengan lingkungan sudah sepatutnya melibatkan berbagai faktor sosial, ekonomi, dan politik.

Meski begitu, kelemahan pada kinerja kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup juga menjadi persoalan. Selama ini, pengelolaan lingkungan hidup mulai dari perencanaan sampai pengendalian lebih didominasi birokrat pemerintah.

Padahal, menurut Institute of Development Studies [2006:13], birokrat bukanlah eksekutor kebijakan yang netral, karena memiliki agenda politik tersendiri.

Orientasi perumusan kebijakan yang memihak, bersifat top down, serta kelembagaan yang tumpul menyebabkan implementasi kebijakan lingkungan hidup di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan.

Pülzl dan Treib [2007:94] dalam studi Sosiologi Lingkungan dan Kebijakan mengungkapkan, proses implementasi kebijakan yang bersifat top down selalu membutuhkan panduan hierarki. Artinya, selama pedoman dari pemerintah pusat belum ada, maka tindakan operasional belum dapat diambil, meski dalam kondisi bencana alam sekalipun.

Untuk itu, komitmen pembuat kebijakan sangat diharapkan dalam menerapkan aturan yang menjunjung tinggi etika lingkungan, serta memegang teguh prinsip-prinsip ekonomi yang adil, fleksibel, dan implementatif.

 

Permukiman yang bersih dan rapi, bebas dari sampah, merupakan cita-cita kita bersama. Ilustrasi: Hidayaturohman/Mongabay Indonesia

 

Andil ilmuwan  

Solusi permasalahan lingkungan tidak akan lepas dari peran ilmuwan. Kita butuh  ahli kebijakan [policy expert], spesialis hutan, spesialis air, pemetaan GIS [Geographic Information System], sosiolog lingkungan, ahli AMDAL, penegak hukum lingkungan, serta ahli pengelolaan kawasan terintegrasi.

Sejatinya, tugas para peneliti dalam konteks permasalahan lingkungan adalah meningkatkan kepedulian kita semua terhadap lingkungan.

Bisa jadi, hal tersulit yang dihadapi adalah mengimplementasikan sains dalam pembentukan keputusan kebijakan [decision making]. Sehingga, keberadaan ilmu terapan terkait permasalahan lingkungan seperti sosial dan ekonomi sangatlah penting untuk dikembangkan.

Momentum 50 tahun Hari Lingkungan Hidup Sedunia, sudah semestinya makin memacu kita menjaga sekaligus melestarikan Bumi dari segala kerusakan.

Siapapun dan apapun profesi kita secara individu, lingkungan harus menjadi fokus utama. Fitrah manusia sebagai makhluk sosial-ekologis dengan spirit konservasi dan etika lingkungan harus dikedepankan.

 

* Ulfa Sevia Azni, Pembelajar Sosiologi Lingkungan di S3 Ilmu Lingkungan, Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan. Tulisan ini opini penulis. 

 

Referensi:

Institute of Development Studies. 2006. Understanding policy processes. A review of IDS research on the environment. Knowledge, Technology and Society Team Institute of Development Studies, University of Sussex.

Pülzl H dan Treib O.2007. Implementing Public Policy. Di dalam: Fischer F, Miller GJ, dan Sidney MS [Editor]. Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods. New York.CRC Press.

 

Exit mobile version