Mongabay.co.id

Perairan Taliabu Rawan Destructive Fishing

 

 

Kawasan laut Pulau Taliabu Kabupaten Pulau Taliabu Provinsi Maluku Utara sangat terancam dengan aktivitas penangkapan ikan merusak (destructif fishing) menggunakan bom dan potassium. Polisi bahkan berulang kali menangkap para pelakunya, tetapi aktivitas ini terus terjadi. Sulitnya akses dan minimya pengawasan, membuat aktivitas terlarang ini terus terjadi.

Polda Maluku Utara melalui Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) mengakui wilayah hukum perairan pulau Taliabu saat ini sangat rawan destructif fishing menggunakan bom.

“Masih sering terjadi bom ikan di perairan pulau Taliabu,” kata Direktur Polairud Polda Malut, Kombes (Pol) R Djarot Agung Riadi kepada media di Ternate belum lama ini.

Kata dia, berdasarkan hasil pengamatan di beberapa daerah termasuk Pulau Taliabu, bom ikan ini kerap dilakukan orang orang tidak bertanggung jawab.

Daerah ini katanya, cukup rawan sehingga anggota yang bertugas di sana masih difokuskan terus melakukan patroli.

Dia memastikan, jika dalam patroli, pihaknya menemukan nelayan menangkap ikan dengan cara dibom, tetap ditindak tegas. Menurutnya, segala bentuk pelanggaran perairan tetap akan ditindak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Tidak ada toleransi kalau masyarakat menangkap ikan mengunakan bom. Tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku,” katanya.

baca : Laut Pulau Taliabu Paling Rawan Perikanan Ilegal, Pelaku Bom Ikan Diamankan

 

Peta Kerawanan laut dari destruktive fisihing di Maluku Utara. Sumber : Polairud Polda Malut

 

Penyampaian Kombes (Pol) R Djarot Agung Riadi ini terbukti. Pada Pada Kamis (26/5/2022) pukul 13.30 WIT, personil Markas Unit (Marnit) Pulau Taliabu yang melakukan patrol perairan rutin berhasil menangkap pelaku bom ikan serta barang bukti ikan hasil bom seberat 1 ton. Bahkan para pelaku yang tidak mengindahkan peringatan polisi terpaksa dilumpuhkan dengan timah panas.

Informasi yang dihimpun Mongabay di lapangan menyebutkan, patroli rutin sekaligus menindaklanjuti laporan warga terkait aktivitas terlarang tersebut, berhasil menangkap sebuah kapal bersama ABK yang melakukan pengeboman ikan. Mereka berasal dari Desa Bokang, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Kepala Markas Unit (Marnit) Taliabu Ditpolairud Polda Malut, Aipda Rusdi Umanailo dikonfirmasi Mongabay, Jumat (27/5/2022) mengatakan, kapal bernama KM Musda 02 tersebut diamankan setelah anggotanya menerima laporan nelayan sekitar bahwa sering terjadi aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak.

“Patroli perairan rutin ini juga menindaklanjuti laporan nelayan bahwa ada kegiatan penangkapan ikan menggunakan bahan peledak dilakukan nelayan dari Desa Bokang, Banggai,” jelasnya.

Dari laporan tersebut, personel Marnit Taliabu menuju lokasi pastinya di Laut Taliabu kawasan rep (atol) Saliri berada kurang lebih 12 mil dari pulau Taliabu.

Saat tim Marnit Polda Malut melakukan pendeteksian, menemukan satu unit kapal ikan bernama Musda 02 yang telah melakukan aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom.

baca juga : Demi Keberlanjutan, Alat Tangkap Perikanan Harus Ramah Lingkungan

 

Nelayan pelaku pengeboman ikan yang diamankan petiugas. Foto : Marnit Polda Malit

 

Karena temuan itu, personil Marnit unit Taliabu kemudian mendekati kapal Musda 02. Benar saja setelah didekati kapal tersebut dan diberikan peringatan melalui tembakan sekitar 5 kali, tidak digubris ABK kapal Musda 02. Mereka malah tancap gas melarikan diri ingin menjauh dari perairan Taliabu menuju Perairan Pulau Banggai.

Karena aksi ini, maka terjadi kejar-kejaran dengan tim Marnit. Menjaga SOP kesalamatan, aksi kejar kejaran dari pukul 13.30 WIT sampai 15.30 WIT. Aksi ini berhasil dilumpuhkan setelah satu ABK tertembak di paha kaki. “Karena ada ABK Kapal Musda 02 tertembak, mereka kemudian matikan mesin dan menyerah kepada petugas. Setelah itu mereka keluar di atas dek kapal,” jelas Aipda Rusdi.

Dia bilang, setelah diamankan dilakukan pemeriksaan dalam kapal Musda 02 yang bertonase 13 GT tersebut. Mereka langsung mengamankan nakhoda bernama Aidar bersama 6 ABK serta ikan hasil pengeboman seberat 1000 kg. Tidak itu saja, polisi juga mengamakan barang bukti lain seperti, bahan peledak dalam botol beserta 1 bahan peledak di dalam jerigen berukuran 5 liter.

Kapal bersama ABK dan barang bukti lainya yang ditangkap selanjutnya dibawa menuju ke kantror Markas Unit Taliabu untuk dilanjutkan ke Markas Komando Ditpolairud Polda Malut di Ternate guna penyidikan selajutnya.

Setelah dibawa ke Ternate dan dilakukan pemeriksaan secara intensif tujuh tersangka yang terdiri dari satu Nahkoda dan enam anak buah kapal (ABK) yang ditangkap di perairan Pulau Taliabu, Jumat (27/5) lalu itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Polairud Polda Maluku Utara, Kombes Pol. R. Djarot Agung Riadi kepada wartawan Senin (30/5/2022) dalam kasus tersebut, setelah dilakukan gelar perkara, langsung ditetapkan sebagai tersangka.

“Hasil gelar perkara, kasus itu memenuhi unsur sehingga dinaikkan ke penyidikan, kemudian ditetapkan tersangka,” jelas

Dari tujuh orang tersangka, ada satu tersangka yang terkena tembakan karena berupaya kabur yakni nahkodanya.

Ternyata mereka yang ditetapkan itu dua tersangka yang masih di bawah umur itu tidak ditahan karena mereka masih berusia 14 tahun dan 16 tahun. Sementara untuk lima tersangka lainnya, dilakukan penahanan di Ruang Tahanan Polres Ternate. Untuk tersangka anak-anak, masih menunggu hasil penyidikan, apakah diserahkan ke pihak keluarga agar dilakukan pembinaan atau proses lainnya. “Selanjutnya kami masih tunggu hasil penyidikan,” pungkasnya.

baca juga : Ikan di Laut Ternate Makin Sulit Didapat, Dampak Destructive Fishing?  

 

Petugas Marnit Polda Malut di Taliabu mengamnkan pelaku bom ikan di atas kapalnya. Foto : Marnit Polda Malut

 

Wilayah Luas, Fasilitas dan Personil Minim

Wilayah Maluku Utara yang didominasi laut tidak diimbangi pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Malut karena keterbatasan personil dan infrastruktur.

Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Daerah (BKKD) Maluku Utara Safrudin Turuy mengaku kawasan laut Kepulauan Sula dan Taliabu memang rawan illegal fishing. Untuk menyiasati keterbatasan fasilitas dan personil pengawasan diberikan kepada Kelompok Masyarakat Pengawasan (Pokmaswas) membantu memberikan informasi jika ada aktivitas illegal fishing di lapangan. “Jika ada laporan dari Pokmaswas akan dilanjutkan kepada aparat berwenang terutama SatPolairud mengambil tindakan,” jelas Syafrudin.

Sayang Pokmaswas juga belum berfungsi baik membantu pengawasan karena belum banyak dibentuk. “Saat ini sudah ada kerjasama dengan aparat. Karena itu jika ada petugas Pokmaswas menelpon memberitahukan ada warga melakukan illegal fishing maka segera dihubungkan dengan polisi membantu melakukan penangkapan,” katanya.

Syafrudin mengakui kasus bom ikan di Taliabu dan Kepulauan Sula termasuk tinggi karena kondisi wilayahnya yang terbuka dan diakses siapa saja termasuk masyarakat provinsi lain. Selain itu kawasan tersebut memiliki potensi luar biasa terutama perikanan dan kelautan untuk ditangkap, termasuk dengan cara ilegal.

“Wilayah ini bisa diakses dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Karena itu sering terjadi kasus illegal fishing melibatkan orang- orang yang datang dari sana,” jelas Syafrudin.

“Usaha maksimal dengan membentuk Pokmaswas yang digerakkan masyarakat atau komunitas agar tetap eksis. “Kita berharap lembaga atau komunitas lahir dan digerakkan dari bawah,” ujarnya.

Dia menghimbau masyarakat bersama menjaga kelestarian sumberdaya perikanan demi masa depan anak cucu. Dia bilang lagi menangkap ikan dengan cara merusak menjadi masalah serius. Bahkan sulit dikontrol. Setiap saat selalu ada laporan aksi bom ikan. Bahan-bahan pembuatan bom juga turut dipasok dari luar daerah.

 

Exit mobile version