Mongabay.co.id

Rencana Aksi Larangan Plastik Sekali Pakai Jelang Penutupan TPA Terbesar di Bali

 

 

Pemerintah Provinsi Bali mulai gelisah dengan sulitnya menegakkan regulasi larangan plastik sekali pakai (PSP) yang sudah disahkan beberapa tahun lalu. Demikian juga sejumlah LSM lingkungan yang mendorong rencana aksi.

Hal ini nampak dalam diskusi terfokus dua hari, 24 dan 27 Mei 2022 di kantor Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali. Difasilitasi Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP).

Setiap kabupaten dan kota diminta merancang rencana aksi penguatan Peraturan Gubernur Provinsi Bali No. 97 tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai, yang disusun bersama OPD dan kelompok masyarakat. Kegiatan ini memetakan hambatan, menyusun solusi, dan membuat rencana aksi konkrit untuk melaksanakan penegakan peraturan.

I Made Dwi Arbani, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3 dan PPKLH DKLH Bali mengatakan kondisinya sudah darurat sampah karena TPA overload dan akan ditutup pada November ini jelang perhelatan G20. Indonesia memegang presidensi G20 tahun ini.

Kegiatan lokakarya ini adalah sebagai persiapan untuk menjawab kondisi darurat sampah yang saat ini terjadi di Provinsi Bali, di mana salah satu kondisinya adalah rencana penutupan TPA Suwung sebelum penyelenggaraan KTT G20 di bulan November mendatang. Diharapkan rencana aksi yang dirumuskan pada kegiatan hari ini dapat dirinci oleh masing-masing OPD supaya penurunan plastik sekali pakai sesuai peraturan dapat turun secara signifikan,” tuturnya.

baca : Bali Kesulitan Mengurangi Plastik Sekali Pakai

 

Ajakan bawa tas belanja di pasar SIndu Sanur, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dwi kembali mengingatkan ada 4300 ton sampah per hari. Jika satu truk berisi 2 ton sampah, maka produksi sampah warga Bali termasuk turis lebih dari 2000 truk per hari.

Masalahnya pengurangan baru 15% (Jastrada) dan 50% masih ke TPA Suwung. Ia meminta setiap kabupaten dan kota mengumpulkan rencana aksi untuk kompak membatasi tiga jenis PSP yakni kantong plastik bergagang, styrofoam wadah makanan dan dekorasi, berikutnya pipet plastik.

Ada dua daerah yang juga membuat regulasi sejenis, yakni Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar. Sayangnya ada perbedaan objek dan subjek di 3 regulasi terkait ini. Perbup Badung 47/2018 dan Perwali Denpasar 36/2018 hanya melarang kantong plastik. Subjeknya pelaku usaha dan pusat perbelanjaan. Sedangkan dalam Pergub yang disasar adalah produsen, distributor, pelaku usaha, dan penyedia PSP lain. Sanksi di Pergub adalah administrasi, sedangkan di Badung ada teguran lisan, tertulis, sampai pencabutan izin usaha.

“Berusaha saat G20 tidak menggunakan PSP. Bali harus komitmen. TPA diperkirakan setelah September penuh dan bisa ditutup,” katanya.

Saat ini penggunaan plastik sekali pakai kembali meningkat seiring dengan dibukanya kegiatan ekonomi secara penuh di Bali. Riset terbatas di Pasar Bebas Plastik di Pasar Sindu Sanur oleh PPLH Bali dan GIDKP (2022) menunjukkan penggunaan kantong plastik, baik berukuran besar dan kecil, meningkat sebanyak 70%.

baca juga : Gubernur Bali Ajak Kepala Daerah lain Larang Plastik Sekali Pakai

 

Sampah minuman kemasan. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Belajar dari pengalaman

Video dokumentasi program Zero Waste Cities oleh PPLH Bali menunjukkan strategi dan pembelajaran pemilahan sampah dari rumah, gang, sampai desa. Komang Ariani, koordinator kelompok Sari Dewi mengatakan warga mulai memilah saat pandemi, 2021 dan mengolah limbah organik hampir 80%, sebagian besar jadi kompos. Lainnya adalah 5,5 ton anorganik, sebagian bisa dijual ke pengepul sampah dan residunya 18% ke TPA. Pengolahan sampah sebelumnya yakni terpusat tidak berdampak, sekarang komunal.

Rahyang Nusantara dari AZWI menyebut pentingnya rencana aksi ini karena secara nasional ada target nol PSP pada 2030 di tingkat retail dan jasa makanan minuman. Salah satu kuncinya, implementasi di tingkat daerah.

Tiza Mafira, Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) membagi pengalaman mendampingi kota-kota lain yang menerapkan larangan kantong plastik sekali pakai. Ada 7 kota/kabupaten/provinsi di antaranya Jakarta, Bandung, Banjarmasin, Cimahi, Bali. Ada proses trial dan error di tiap kota, pendampingan ke Pemda, kerjasama pelaku usaha, dan edukasi.

PSP sejalan dengan kebijakan strategi nasional target pengurangan sampah 30%, salah satu caranya dengan pembatasan. Pembatasan adalah strategi berbiaya rendah karena mengurangi sampah ke TPA. Lainnya penggunaan kembali dan daur ulang.

Ada 2 provinsi, 31 kota, dan 42 kabupaten dengan total 76 kabupaten/kota/provinsi yang memiliki regulasi serupa. Kota Bandung tidak ada pelarangan sekaligus, tapi penurunan bertahap. Pengurangan tidak besar rata-rata 8%, tapi dinilai cukup baik peningkatan kesadarannya. “Tanpa sanksi, menggunakan pengawasan dan beri penghargaan,” urai Tiza.

Sementara itu di DKI Jakarta, pelarangan langsung. Penurunan kantong plastik signifikan 42%, paling besar di supermarket dan mall sekitar 80%. Meski ada saksi dan instrumen insentif fiskal, namun belum diimplementasikan. Yang sudah dilakukan adalah memberi penghargaan, pengawasan 6 bulan sekali, dan Pemda DKI Jakarta minta masukan kriteria penilaiannya ke LSM.

baca juga : Siasat Minim Plastik Jaringan Usaha Plastik Detox

 

Salah satu pedagang di Pasar Sindhu, Sanur, Bali, menjajakan tas dari anyaman plastik sebagai pengganti kantong plastik sekali pakai. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana dengan Bali? Survei di kelompok warga menunjukkan ada penurunan penggunaan PSP, namun ini survei di tingkat rumah tangga. Warga mengklaim ada penurunan kresek 57%, sedotan 81%, styrofoam 70%. “Tidak berarti ketaatan pada pelaku usaha baik, karena surveinya di rumah tangga,” lanjutnya.

Pasar tradisional adalah lokasi yang sangat sulit, hal ini dialami PPLH yang bekerja di Pasar Sindu Sanur, Denpasar untuk pengurangan PSP. Malah terjadi peningkatan kresek karena pembeli makin banyak pasca pengurangan dampak pandemi.

Daerah yang hendak membuat regulasi serupa bisa mempelajarinya di laman dietkantongplastik.info, ada paanduan penyusunan peraturan pembatasan PSP, dari fase perencanaan, perumusan peraturan, pengawasan, dan evaluasi. Ada juga dokumen implementasi peraturan di sejumlah kota, metodelogi, hasil studi, dan lainnya.

Untuk aspek legalitas, Indonesia sudah memiliki 2 yurisprudensi putusan MA, dari kasus gugatan regulasi di Bali dan Bogor. MA menyatakan pemerintah bisa melarang PSP untuk asalan lingkungan.

Catur Yudha Hariani dari PPLH Bali membagi pengalamannya dari program pasar percontohan bebas plastik di Pasar Sindu Sanur selama September 2021-Maret 2022. Tujuannya adalah perubahan perilaku yang diprakarsai pedagang, karena biasanya konsumen.

Dari survei awal, dari 104 pedagang, total hampir 3000 kantong plastik beredar per hari. Kresek kecil tanpa gagang paling banyak dan kresek besar. Alasannya pembeli masih minta bahkan dobel adalah masalah terbanyak yakni 42%, peraturan kurang tegas 15%, tuntutan produk basah dan belum ada pengganti 11%, dan masih banyak pedagang menyediakan plastik 11% untuk menghabiskan stok.

baca juga : Aplikasi Bank Sampah Digital ini Jadi Basis Data lebih 15 Ribu Warga Bali

 

Penggunaan plastik sebagai bungkus makanan seperti jajanan di pasar-pasar tradisional di Denpasar, Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

PPLH melatih pedagang untuk berkomunikasi ke pembeli. Pertanyaan pertama adalah apakah bawa tas sendiri, karena Pasar Sindu akan jadi percontohan. Pedagang diminta menyampaikan ke pembeli untuk bawa tas belanja jika datang lagi.

Hasil survei terakhir ke pedagang menunjukkan penggunaan kantong kresek malah naik. Untuk kantong besar, awal program 9pcs/hari , setelah monev jadi 11,4 pcs/hari. Kresek kecil juga naik, 16 jadi 29 pcs/hari. Penurunan di kantong tanpa gagang dari 25 jadi 16 unit/hari, karena ada yang buat paketan produk dalam volume lebih besar.

Kesimpulannya, pedagang belum menemukan pengganti kantong plastik, konsumen belum banyak teredukasi, dan penggunaan PSP didominasi untuk wadah daging, sayur, dan sarana upacara. Pemerintah juga dinilai tidak tegas menegakkan PSP. “Kalau pasar lain tidak jadi contoh, konsumen hilang dan kami rugi,” sebut Catur meniru keluhan pedagang.

Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyebut penguatan regulasi ini di sektor pengawasan dan penegakan hukum. “Ketika menemukan pelanggaran ada kebingungan menjatuhkan saksi,” sebutnya dari hasil FGD. Karena itu sedang didorong Perda Trantibum (Satpol PP), pedoman penghargaan, dan Perarem (aturan adat tertulis).

Penguatan sumberdaya pengawasan dan penegakan hukum ini menyulitkan karena minimnya anggaran, karena itu perlu ada aturan lebih lanjut.

FGD di tingkat LSM menghasilkan rekomendasi untuk mengingatkan ancaman alternatif PSP seperti plastik singkong, oxodegradeble, dan lainnya yang bisa menimbulkan masalah serupa. Pengawasan Pergub belum kuat dan warga perlu ruang pengaduan. Para organisasi lingkungan ini bisa bantu edukasi dan produk komunikasi publik.

 

Exit mobile version