Mongabay.co.id

Upaya Melestarikan Si Lucu di Perairan Laut Bebas

 

 

Popularitas ikan badut (clownfish) sebagai ikan hias terus naik dari waktu ke waktu sejak lama. Ikan yang juga dikenal dengan Giru (Amphiprioninae) tersebut sudah menjadi kesayangan banyak penggemar ikan hias dari berbagai kalangan usia, baik tua ataupun muda.

Kemasyhuran ikan yang memiliki rupa elok dengan warna mencolok tersebut, membuat kehadirannya di pasar ikan hias selalu banyak dicari para penyukanya. Akibat tingginya permintaan di pasar dunia, ikan tersebut banyak dicari oleh nelayan di perairan bebas.

Padahal, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Tb Haeru Rahayu, tanpa memperhitungan kondisi di alam bebas, jumlah populasi ikan yang popular dengan sebutan Nemo tersebut akan terancam punah.

Untuk itu, pengembangan melalui budi daya juga mejadi pertimbangan utama dan sudah dilakukan oleh Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Termasuk, yang dilakukan oleh Balai Besar Perikanan Budi daya Laut (BBPBL) Lampung yang mengembangkan primadona ikan hias air laut tersebut.

Menurut dia, pengembangan dilakukan untuk bisa tetap memenuhi permintaan pasar yang tinggi, namun sekaligus menjaga keberlanjutan di perairan bebas. Terlebih, karena ikan hias adalah salah satu andalan Indonesia selama ini.

baca : Ini 14 Jenis Baru Nemo, Ikan Hias Primadona Ekspor

 

Clown fish, anemonefish, atau populer dengan nama ikan nemo. Ikan lucu ini hidup berasosiasi dengan anemon

 

Tb Haeru Rahayu mengungkapkan, pengembangan budi daya Nemo sudah dilakukan oleh BBPBL Lampung sejak lama dan mendistribusikan hasilnya langsung ke pembudi daya ikan hias. Termasuk, yang dilakukan pada 2022 ini dengan distribusi berupa bantuan kepada masyarakat pembudi daya secara langsung.

“Budi daya ikan hias laut sudah berkembang dengan pesat,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.

Dia menyebut, perkembangan budi daya ikan hias laut salah satunya terjadi pada teknologi pembenihan dan pembesaran beberapa jenis ikan hias laut. Dengan demikian, itu memengaruhi perkembangan sentra-sentra budi daya ikan hias laut yang ada di lingkungan unit pelaksanana teknis DJPB di sekitar Lampung, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Ambon (Maluku), dan Bali.

Lebih rinci, pengembangan yang dilaksanakan oleh BBPBL Lampung, adalah teknologi terapan budi daya Nemo yang mencakup teknologi penjodohan, teknologi pengelolaan induk, teknologi pemeliharaan larva, serta teknologi pendederan dan pembesaran Nemo.

“(Itu semua) guna meminimalisir ikan hias hasil tangkapan alam,” tegas dia.

Selain di Lampung, kegiatan serupa juga dilaksanakan oleh Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Ambon di Maluku. Upaya tersebut, juga bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pasokan Nemo, umumnya ikan hias laut dengan menangkap langsung di perairan bebas.

baca juga : Foto: Kisah Keunikan Si Ikan Badut dan Anemon Perairan Indonesia

 

Anakan ikan badut atau dikenal dengan ikan Nemo hasil budidaya di area budidaya ikan hias oleh Yayasan LINI, Desa Les, Tejakula, Buleleng, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Keterlibatan Pemerintah dalam mengendalikan jumlah tangkapan ikan hias laut di alam bebas, memang bertujuan agar keberadaannya bisa tetap stabil dan berkelanjutan. Dengan demikian, diharapkan keseimbangan keanekaragaman hayati juga bisa terjaga di laut.

Menurut Tb Haeru Rahayu, ketertarikan masyarakat saat ini terhadap ikan hias, terutama Nemo, memang terus meningkat pesat. Tanpa kendali dari Pemerintah, permintaan yang tinggi akan terus dipasok oleh tangkapan langsung di alam bebas.

Sehingga terjadi penangkapan yang berlebih (over exploitation). Akibatnya, ikan hias laut mulai sulit ditemukan,” ungkap dia.

Dengan fakta tersebut, pengembangan budi daya Nemo yang sudah dilakukan unit pelaksana teknis (UPT) DJPB menjadi capaian yang melegakan, karena itu artinya tangkapan langsung di alam bebas juga akan berkurang. Oleh karena itu, dorongan untuk melaksanakan pembenihan ikan hias laut, akan terus dilakukan.

Selain untuk memenuhi permintaan pasar ekspor, budi daya juga bisa memenuhi kepentingan kegiatan tebar benih ikan di perairan,” tambah dia.

Semua yang sedang dilakukan oleh Pemerintah saat ini, diklaim sebagai bagian dari upaya untuk menjaga dan sekaligus melestarikan sumber daya perikanan. Dalam artian, pembangunan perikanan yang saat ini berlangsung, tidak boleh mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang.

“Pengelolaan perikanan budi daya berkelanjutan penting menjamin keseimbangan antara kepentingan ekologi, sosial dan ekonomi,” tandas dia.

baca juga : Mongabay Travel: Menikmati Surga Bawah Laut Teluk Maumere

 

Budi daya ikan Gupi atau yang lebih dikenal dengan ikan nemo. Foto : DJPB KKP

 

Lepaskan Ketergantungan

Kepala BBPBL Lampung Mulyanto mengatakan, produksi Nemo yang dilakukan di tempatnya diharapkan bisa mencapai target 30 ribu ekor pada 2022 ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 ribu ekor akan didistribusikan untuk kebutuhan konservasi alam dan sekaligus menjadi alat bantuan kepada para pembudidaya ikan.

Dalam melaksanakan kegiatan budi daya Nemo, BBPBL Lampung memakai sistem Recirculating Aquaculture System (RAS) dengan memanfaatkan air media pemeliharaan secara berulang dan mengendalikan sejumlah indikator kualitas air agar bisa tetap terjaga baik.

Detailnya, teknologi RAS yang digunakan BBPBL Lampung untuk melaksanakan kegiatan budi daya ikan hias laut, diklaim mampu mempertahankan kualitas air dengan baik, menghemat penggunaan air, dan meningkatkan tingkat kelulushidupan (survival rate/SR).

“Selain itu, juga bisa meningkatkan performa Nemo, dan dapat diusahakan pada lahan yang terbatas. Satu ekor induk biasanya menghasilkan 300 sampai 600 butir telur,” terang dia.

Dalam sebulan, BBPB Lampung mengklaim sudah bisa memproduksi 3.000 ekor Nemo. Selain itu, sebagian besar benih yang berhasil diproduksi juga didistribusikan langsung kepada para pembudidaya, dan sebagian lainnya adalah untuk keperluan konservasi di alam bebas.

baca juga :  Uniknya Reproduksi Si Ikan Badut

 

Ikan Gupi atau yang lebih terkenal dengan ikan nemo. Foto : DJPB KKP

 

Mulyanto menyebutkan, pengembangan Nemo di BBPBL Lampung mencakup 10 jenis yang ada sekarang, yaitu Amphiprion ocellaris, picasso, platinum, snow flake, Amphiprion percula, Amphiprion clarky, tompel, Premnas bioculatus, premium lighting maroon, dan lighting maroon.

Untuk kegiatan konservasi Nemo, salah satunya dilaksanakan di Desa Sukarame, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Di Pantai Carita, Nemo dilestarikan oleh kelompok konservasi alam Bawah Laut.

Setelah mendapatkan bantuan benih sebanyak sebanyak 2.000 ekor Nemo yang berasal dari bantuan BBPBL Lampung, Bawah Laut saat ini sedang melaksanakan pembesaran dan pencocokan dengan anemon laut.

Setelah itu, baru akan dilepasliarkan di (pantai) Carita. Biasanya kami perlu waktu sekitar empat bulan sebelum dilepasliarkan Nemo dan anemon,” jelas Arif, salah satu pegiat konservasi dari Bawah Laut.

Dia memastikan bahwa seluruh bantuan Nemo yang diberikan BBPBL Lampung akan terus dibesarkan dan tidak akan diperjualbelikan. Dari situ, dia berharap perairan pantai Carita akan kembali dipenuhi oleh ikan hias dan juga terumbu karang.

“Kalau pantainya kembali alami, pasti akan banyak wisatawan yang akan datang, dan itu juga akan memberikan pemasukan bagi pada masyarakat sekitar lokasi konservasi,” pungkas dia.

perlu dibaca : Sebesar Apa Potensi Ekonomi Ikan Hias di Indonesia?

 

Salah satu jenis ikan giru atau ikan badut (clown fish) yang berhasil dikembangkan oleh Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon. Foto : DJPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Sementara itu, Kepala BPBL Ambon Sarwono juga mengatakan kalau kegiatan tebar benih yang sudah dilaksanakan di pantai Halasi, Desa Morela, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, adalah bagian dari upaya menjaga kelestarian Nemo di perairan bebas.

Pemilihan lokasi tersebut untuk tebar benih, karena pertimbangan banyaknya ditemukan anemon di sana. Keberadaan hewan laut yang sekilas mirip tumbuhan tersebut diklaim bisa membantu tumbuh kembang Nemo dengan sangat baik.

Menurut dia, BPBL Ambon saat ini fokus untuk melakukan inovasi teknologi perbenihan, baik untuk komoditas yang dikembangkan masyarakat karena bernilai ekonomi tinggi, maupun untuk menjaga kelestarian sumber daya laut.

Di samping untuk tujuan meningkatkan daya saing pasar ekspor, juga untuk kepentingan pelestarian keragaman jenis di alam,” jelas dia.

Kesuksesan BPBL Ambon melakukan budi daya ikan hias laut, khususnya Nemo, tidak lain berkat kegigihan melaksanakan metode perekayasaan dengan teknik kawin silang (cross breeding) dari berbagai jenis induk dari alam bebas.

Dari teknik tersebut, kemudian bisa menghasilkan 30 varian Nemo dengan ragam corak ikan yang indah dan diminati pasar. Keberhasilan tersebut membuat jenis Nemo yang dibesarkan menjadi lebih banyak.

Untuk melaksanakan pembesaran, BPBL Ambon memilih sistem RAS seperti yang dilakukan di BBPBL Lampung. Sistem tersebut dinilai sudah teruji karena merupakan sistem budi daya ikan secara intensif dengan menggunakan infrastruktur yang memungkinkan pemanfaatan air secara terus-menerus (resirkulasi air).

Misalnya, filter fisika, fisika biologi, ultra violet (UV), oxygen generator untuk mengontrol dan menstabilkan kondisi lingkungan ikan, mengurangi jumlah penggunaan air, dan meningkatkan tingkat kelulushidupan ikan.

baca juga : Melihat Perempuan Tejakula Menjodohkan Ikan Hias

 

Clownfish atau ikan badut yang bersimbiosis dengan hidup diantara anemon, tanpa terpengaruh racun dari anemon. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Seperti kita tahu, ikan hias ini berasal dari lautan Pasifik, Laut Merah, lautan India, dan karang besar Australia (great barrier reef). Di habitat asli, ikan Giru dikenali berwarna memikat seperti kuning terang, oranye, jingga, kemerahan, hingga kehitaman dengan ukuran mulai dari 6 sentimeter (cm) sampai maksimal 18 cm.

Nemo hidup bersimbiosis dengan anemon laut yang menjadi tempat tinggal bagi mereka. Dalam bekerja sama, Nemo membantu Anemon untuk bisa terhindar dari kejaran ikan kupu-kupu yang mengincar tentakel mereka.

Bukti lain ada kerja sama harmonis antara Nemo dan Anemon, adalah sisa pencernaan yang dikeluarkan Nemo biasa digunakan oleh Anemon sebagai nutrisi penting. Sebagai gantinya, Nemo bisa bersarang di antara tentakel Anemon yang menyengat sebagai perlindungan.

Kemudian, Nemo juga tetap aktif di malam hari dengan bergerak dan mengibaskan siripnya. Kebiasaan ini berfungsi memberikan sirkulasi udara bagi Anemon pada malam hari ketika kadar oksigen menjadi rendah akibat fotosintesis berhenti.

Selain Nemo yang bernilai ekonomi tinggi, sejak lama Indonesia juga sudah focus melaksanakan budi daya lima komoditas dominan, yaitu ikan Arwana (Scleropages formosus), Koi (Cyprinus carpio), Cupang (Betta), Guppy (Poecilia reticulata), dan Manfish (Pterophyllum scalare)

 

Beberapa terumbu karang masih terlihat bagus dan dipenuhi beberapa ikan-ikan khas terumbu karang, seperti Amphiprion ocellaris atau ikan badut, yang menjadi inspirasi film Finding Nemo. Foto : Hardin/MSDC

 

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Artati Widiarti pada kesempatan lain menjelaskan bahwa bisnis ikan hias telah teruji sebagai peluang usaha yang menjanjikan di masa pandemi COVID-19.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Direktorat Jenderal PDSPKP, nilai ekspor ikan hias Indonesia mengalami peningkatan signifikan pada periode 2017 hingga 2021. Jika pada 2017 nilainya mencapai USD27,6 juta, maka pada 2021 sudah meningkat jadi USD34,5 juta pada tahun 2021.

Untuk ekspor ikan hias pada 2021 didominasi oleh ikan hias air tawar sebesar 80,63 persen atau senilai USD27,8 juta, dan sisanya ikan hias air laut senilai USD19,37 juta. Adapun, jenis ikan hias yang paling diminati adalah Arwana (super red dan jardini), Cupang, Botia, Koi, Maskoki, dan Oscar.

“Pertumbuhan rata-rata sebesar 6,11 persen dan nilai ekspor ikan hias di Triwulan I 2022 senilai USD8,97 juta,” jelas dia.

 

Exit mobile version