Mongabay.co.id

Pemulihan Citarum untuk Dunia (Bagian 1)

 

Agaknya, tak ada sungai terlengkap di dunia selain Citarum. Siapa mau bertaruh? Sungai sepanjang 297 kilometer itu sudah punya pusat data berteknologi masa kini. Kelak, apa yang diingini tentang Citarum, informasi seketika tersaji.

Layar monitor besar itu menampilkan sederetan angka, data-data hingga proyeksi cuaca di Posko Citarum Harum, Kota Bandung, Jawa Barat. Agaknya, tak ada angka yang samar-samar di sini. Konon, semua akurat sebagaimana sedianya di lapangan.

Penanggung Jawab Command Center Citarum Harum Shandy punya alasan bagaimana ruang teknologi ini wajib ada dan dibutuhkan bagi sungai dengan masalah panjang dan kronis. Pusat data ibarat jawaban atas rasa skeptis publik. Setidaknya, untuk melegitimasi bahwa pola penanganan tak melulu berkutat pada penyelesaian yang konvensional.

Citarum memang bukan tanpa penanganan. Sejarah mencatat, upaya pemulihan pertamakali dicanangkan pemerintah sejak Juni 1989 melalui Program Kali Bersih. Setelah itu program-program serupa dengan nama beda acapkali bermunculan.

baca : Citarum Harum, Simbol Keseimbangan Hidup Manusia dengan Alam

 

Penanggungjawab Citarum Center, Shandy, melakukan memonitoring Sungai Citarum melalui aplikasi berbasis daring di Posko Satgas Citarum Harum, Dago, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (3/1/2022).Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sejauh mana keberhasilannya?

Sampai saat ini belum ada yang menggembor-gemborkannya. Barangkali karena paradigma yang dianut kerap melihat Citarum sebagai bahan komoditas yang dapat dikomersialkan tanpa mempedulikan sisi lingkungannya.

Zaman berubah, realitas pun bergerak. Gagap menghadapi perubahan, keliru membaca perosalan, dan ketiadaan strategi menganalisis data, tanda kurang tangkas. Lagi pula padanan model bank data ini juga hasil buah pikir Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Mungkin sebagai Komandan Satgas Citarum, dia tak ingin pusing. Gagasan yang sudah terpatri dalam Rencana Aksi (Renaksi) sudah selayaknya terpusat agar tak bertele-tele.

“Konsep dasarnya adalah untuk akselerasi. Tujuan utamanya pengambilan keputusan,” ujar Shandy, saat ditemui Senin (3/1/2022) lalu. Menurutnya, makin bagus sebuah platform artinya makin bermutu dan beragam isi informasinya.

Platform di pusat komando itu terbagi dalam beberapa jasa layanan daring. Semuanya saling terkoneksi menunjang 13 program yang hendak dibikin rampung tahun 2025 mendatang.

baca juga : Menaruh Harap pada Keberhasilan Program Citarum Harum

 

Penanggungjawab Citarum Center, Shandy, melakukan memonitoring Sungai Citarum melalui aplikasi berbasis daring di Posko Satgas Citarum Harum, Dago, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (3/1/2022).Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Selama mengakrabi pusat data, Shandy mengaku lebih mudah menemukan pemecah masalah di Citarum. Sekalipun belum sepenuhnya bisa mengakomodir persoalan menahun. Pencemaran, erosi, dan banjir.

“Masalah Citarum komplek sekali,” kata pria berkacamata itu membuka pemaparan.

Shandy tertuju pada aplikasi One Map Policy atau peta dasar yang menyediakan data informasi berbasis geospasial. Katanya, aplikasi ini berguna untuk menganalisa sekaligus menentukan formula tepat guna untuk persoalan tertentu. Kebijakan satu peta ini juga dibuat agar menjadi referensi dalam kebijakan yang berkaitan dengan Citarum bagi pemangku kepentingan. Terpenting, pada pengerjaannya pun dapat dilihat oleh publik secara luas.

Shandy bergeser ke E-Monev-Sislaphar. Sebuah platform khusus pelaporan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satgas Citarum dilingkup Daerah Aliaran Sungai (DAS) Citarum. Didalamnya, mampu memproduksi laporan perencanaan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi program berdasarkan Renaksi secara berkala.

“Sejauh ini datanya masih bersifat rahasia dan belum menjadi data publik,” kata Shandy.

baca juga : Citarum Harum, Langkah Optimis Pemerintah Pulihkan Kejayaan Sungai Citarum (Bagian 3)

 

Penanggungjawab Citarum Center, Shandy, di Posko Satgas Citarum Harum, Dago, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (3/1/2022).Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Monitor pun beralih menampilkan Onlimo. Perangkat informasi itu memuat data kualitas air Sungai Citarum. Terkoneksi dengan parameter berupa pH, BOD, COD atau bahan padat terlarut lainnya digunakan sebagai penentu baku mutu.

“Tapi ini masih belum cukup mengukur indeks pencemar limbah,” katanya lagi.

Demi melengkapi kekurangan, Onlimo dikawinkan dengan perangkat SPARING milik Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK). Perangkat yang embrionya dari Permen LHK Nomor 93 Tahun 2018 tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah Secara Terus Menerus Dan Dalam Jaringan Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan digunakan untuk mendeteksi saluran buang limbah cair industri melalui sensor water debit dan water level.

Nanti, hasilnya berupa data kualitas air yang bisa di-update secara realtime dan online. Sehingga, tren perubahan status mutu air diketahui dalam waktu cepat tanpa repot biaya dan waktu pengambilan sampel serta analisa laboratorium.

“Ketika terdeteksi adanya limbah, pusat informasi ini akan meneruskan ke Dansektor. Singkatnya, industri pencemar bisa cepat ditangani,” paparnya.

Dengan menunjukan beberapa statistik, Shandy mengharapkan pemeritah daerah di sepanjang aliran pun bisa terpompa semangatnya. Paling tidak, mereka mau mengumpulkan data-data. Sebab sistem informasi model ini sebenarnya bisa terintegrasi dengan sistem di pemerintahan daerah.

Shandy percaya, mereka punya data sendiri-sendiri. Akan tetapi, jarang sekali dianalisis. Alhasil data yang dipunyai minim aktualisasi.

baca juga : Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum

 

Foto udara kawasan padat penduduk yang dilintasi Sungai Cikapundung di Tamansari, Kota Bandung, Rabu (16/2/2022). Berdasarkan data Satgas Citarum, kota dengan populasi 2.7 juta penduduk ini paling banyak penyumbang sampah ke Sungai Citarum.Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Agaknya, konsep kerja Citarum Center memang demikian. Mengumpulkan data-data lalu dianalisis oleh peranti lunak yang cerdas dan mekanis itu. Dengan begitu algoritma akan terbentuk dengan sendirinya. Jika begitu, perbaikan Citarum punya wajah baru.

Dioperasikan sekitar 4 orang operator, Citarum Center juga punya kamera pengawas dengan teknologi video analisis untuk deteksi ketinggian air dan timbunan sampah sungai. Ada lagi VTOL Drone yang dipadukan dengan wide area motion imagery atau pemantau citra. Alat ini dipakai untuk memonitoring keramba jaring apung, industri, lahan kritis, hingga kebakaran hutan dan lahan.

“Namun, integrasi data dari perangkat existing masih belum maksimal. Sejauh ini perangkat yang ada masih dikembangkan, kata Shandy.

 

Perubahan

Memasuki tahun keempat pelaksanaan program Citarum Harum, Shandy mengklaim sudah ada perbaikan khususnya indeks kualitas air. Di atas kertas, indeks kualitas air sudah berada diangka 55 poin dari semula 34 poin. Targetnya adalah 60 poin.

Agaknya, kini indeks kualitas air akan menurun lagi. Mengingat pada awal 2022, sejumlah peneliti dari Universitas York, Inggris, menemukan beragam zat aktif seperti paracetamol mencemari Sungai Citarum.

Berdasarkan data dari 10 lokasi pengambilan sampel, dilaporkan BBC Indonesia, selain paracetamol, terdapat nikotin, carbamazepine yang biasa digunakan sebagai obat epilepsi, serta metaformin yang kerap dipakai sebagai obat diabetes. Ada pula limbah sejumlah obat antibiotik.

baca juga : Citarum, Sungai Harum yang Pernah Menjadi Pusat Peradaban Manusia

 

Foto udara kawasan padat penduduk yang dilintasi Sungai Cikapundung di Tamansari, Kota Bandung, Rabu (16/2/2022). Berdasarkan data Satgas Citarum, kota dengan populasi 2.7 juta penduduk ini paling banyak penyumbang sampah ke Sungai Citarum.Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Terlepas dari itu, memperbaiki kualitas air memang tidak mudah. Saat ini pemantauan kualitas air baru terpasang 15 unit. Jumlah itupun belum ideal. Namun, apa boleh buat. Biaya yang tersedia hanya sekitar Rp50 miliar. Selama pagebluk, dana Renaksi Citarum banyak di-refocusing.

Berdasarkan pagu anggaran Renaksi tahun 2021, misalnya, disepakati dana untuk perbaikan Sungai Citarum mencapai Rp8 triliun, tapi dana yang turun hanya sekitar 15 persen atau Rp1,4 triliun. Kondisi serupa terjadi di tahun 2020, di mana dana yang diperlukan mencapai Rp5,4 triliun, tapi yang direalisasikan hanya 14 persen.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Prima Mayaningtyas mengaku kerepotan atas ketiadaan pendanaan. Dia cemas lantaran beberapa program yang masuk target jangka pendek mesti ada yang ditunda. Padahal, target sudah ditentukan di meja rapat.

Akibat ongkos ketidapatuhan berlangsung selama 40 tahun, pemulihan mesti dibayar mahal. “Lingkungan kalau sudah rusak seperti ini berat. Belum lagi dana yang wajib ada dan kebutuhannya gede pisan (besar sekali),” kata dia saat ditemui di ruang kerjanya.

Sekalipun Command Center masuk kategori canggih, Prima belum tahu perihal target pemerintah bakal mampu dipenuhi sebagaimana target 7 tahun. Katanya, urusan lingkungan adalah urusan kehidupan. Tak ada ukuran waktu.

“Mungkin pemerintah pusat maupun provinsi juga tak akan selamanya mengurusi Citarum,” tutur Prima.

Untuk itu, dia berupaya mendorong pemerintah daerah untuk bersolek. Minimalnya, mereka mampu menjadi jembatan perubahan prilaku masyarakatnya. Sebab, kunci pemulihan dan penyelamatan Citarum bisa berhasil tergantung kemauan politik.

Dan tersedianya “big data” Citarum memang diinisiasi untuk membenahi kinerja. Supaya semua pihak punya banyak waktu memikirkan hal lain yang lebih produktif. Buat Prima, perbaikan lingkungan akan bergerak lebih baik dan efektif, asalkan teknologi itu didukung peningkatan sumber daya manusia agar saling komplementer dalam skema pentahelix. Dimana kolaborasi dan inovasi menjadi mantra baru.

 

Aliran Sungai Citarum di Baleendah, Kabupaten Bandung, Kamis (20/1/2022).Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Secara materi, Prima mengakui masih kekurangan sumber daya manusia. Semisal, pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH). Punya fungsi mengawasi industri agar tidak buang limbah dengan enteng. Peran PPLH juga vital di lapangan. Petugas ini punya kemampuan menganalisa dan memastikan jenis-jenis pencemar.

Namun, berdasarkan data terakhir jumlahnya 15 petugas. Minimal jumlah PPLH di DLH Jabar diisi lebih dari 20 orang.

“Mestinya PPLH juga dipunyai di pemerintah daerah. Tapi sependek pengetahuan tak semua mereka punya,” katanya.

Menyoal kinerja, sembilan dari 13 program Renaksi sudah dijalankan. Prima sebut, bakal dikerjakan pararel. Perihal indeks keberhasilannya pun sudah tertuang pada Pergub Nomor 28 tahun 2019 tentang Renaksi Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan DAS Citarum 2019-2025.

“Sejauh ini apa yang kami kerjakan sudah on the track dengan kesepakatan yang dibuat bersama,” imbuh Prima.

Itikad pemerintah berupaya melakukan perbaikan Citarum, agaknya untuk mengajak kita melihat dunia dengan lebih optimis. Setali tiga uang, mungkin pemerintah juga ingin melawan insting negatif tentang “proyek abadi” yang tak kunjung paripurna.

Tetapi dibalik ragam teknologi yang dihadirkan di Citarum, ada yang mesti sama-sama disadari. Pencemaran plastik berukuran makro maupun mikro, sudah sangat mengkhawatirkan dan terkonsentrasi di sejumlah bendungan di Citarum. Adapun pencemaran yang bermuara di laut berasal dari industri tekstil, selain dari limbah rumah tangga, mengancam kesehatan umat manusia di dunia.

 

Exit mobile version