Mongabay.co.id

Aksi Protes Warga Desa Adat Intaran Sanur terhadap Rencana Proyek Terminal LNG

 

Warga Desa Adat Intaran, Sanur memilih menggelar aksi protes menolak pembangunan terminal LNG di Umanis Kuningan, sehari setelah Hari Raya Kuningan di Bali, pada Minggu (19/06/2022) sore. Pembangunan terminal gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) ini dinilai berpotensi merusak kawasan mangrove dan terumbu karang pesisir.

Pukul 16.00 WITA suara kulkul, alat komunikasi tradisional di balai Banjar Dangin Peken bertalu-talu. Dipukul beberapa anak muda dengan suara keras tak henti-henti menandakan kulkul bulus, ada sesuatu hal yang genting. Ratusan orang sudah berkumpul mengenakan pakaian adat seperti kain dan baju kaos putih bertuliskan desa adat Intaran.

Mereka berbaris memutari desa menuju titik pusat aksi. Pada barisan pertama adalah anak-anak muda memegang spanduk bertuliskan “Kami menolak revisi RTRW yang mengakomodir pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove.”

Diikuti beberapa poster dengan gambar warna warni dengan teks-teks menjelaskan kenapa mereka menolak pembangunan terminal LNG yang dinilai merusak lingkungan itu. Di antaranya, “Siapa yang tanggungjawab jika pantai kami abrasi?” Ada juga tulisan “Pembangunan LNG berpotensi mengancam tempat suci di Desa Intaran.” Berikutnya tulisan yang prihatin dengan kondisi mangrove di Bali saat ini. “Luasan mangrove berkurang kok malah mau ditebang untuk terminal LNG?.”

baca : Areal Tahura Mangrove Rusak Karena Reklamasi Pelindo, Bagaimana Penegakan Hukumnya? [Bagian 2]

 

Aksi warga Desa Intaran, Sanur, Minggu, 19 Juni 2022 yang menolak pembangunan terminal LNG di areal mangrove Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Setelah poster ada iringan mengangkat baliho berukuran sekitar 4×6 meter. Baliho ini kemudian dipasang di perempatan utama desa. Tulisan baliho pun tegas, “Desa Adat Intaran Menolak Terminal LNG di Kawasan Mangrove.” Selamatkan mangrove, terumbu karang, dan tempat suci di kawasan pesisir Sanur.

Iringan ini ditutup dengan anak muda yang mengarak ogoh-ogoh, figur raksasa dari anyaman kertas dan bambu yang menunjukkan sosok yang mereka hormati, Ratu Gede Sambangan. Disusul oleh penabuh gong baleganjur membangkitkan semangat. Sebuah parade aksi protes dengan simbol-simbol budaya di hari raya umat Hindu.

Orasi pertama oleh anak muda Intaran. Ia mengajak warga metangi atau bangun siaga. “Metangi akan mangrove kita akan dirabas, metangi akan terumbu karang dihancurkan, laut kita akan dikeruk, metangi karena tempat suci digerus,” pekiknya.

Berikutnya Kepala Desa Adat Intaran atau Jro Bendesa I Gusti Agung Alit Kencana. Ia heran kenapa rencana pembangunan terminal LNG ini dibuat di kawasan Sanur. Harusnya di Pelabuhan Benoa. Ia mengutip Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Bali, Pasal 42 ayat (1), Perda No 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Atas Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029 (Perda RTRW Bali Perubahan) mengatur bahwa kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai diperuntukkan sebagai kawasan lindung.

Dampak pembangunan terminal ini dinilai buruk bagi ekosistem sekitar. Ia menyebut ancaman kerusakan terumbu karang 3,3 juta meter kubik karena proses pengerukan agar kapal tanker bisa masuk kawasan Muntig Siokan, nama area pesisir yang dikelola Desa Adat Intaran. Apalagi, pihaknya baru menanam saat pandemi Covid. Hutan mangrove pun berisiko akan dibabat 14 hektar untuk lokasi terminal.

“Kita tidak pernah melawan pemerintah tapi perusakan terhadap alam,” ujarnya dari atas truk komando. Pada wartawan, Alit Kencana juga mengatakan tidak menolak LNG sebagai sumber energi bersih. Namun lokasi pembangunan terminalnya yang dinilai bermasalah karena dekat kawasan mangrove dan daerah wisata. Apalagi menurutnya mangrove diyakini bisa menyerap karbon empat kali lebih banyak dibanding hutan tropis. “Mangrove dan terumbu karang menjaga desa kita,” urai pimpinan desa adat Intaran ini.

baca juga : Setelah Reklamasi Pelabuhan Benoa Berhenti, Bagaimana Rehabilitasi Mangrove Kini?

 

Aksi warga Desa Intaran, Sanur, Minggu, 19 Juni 2022 yang menolak pembangunan terminal LNG di areal mangrove Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Ada juga kemungkinan 6 pura atau tempat suci yang terancam kena dampaknya. Saat ini belum ada aktivitas pembangunan, namun menurutnya perlu diwaspadai. “Perda mau diubah, ini sangat berbahaya kalau proyek melanggar aturan. Harusnya proyek menyesuaikan aturan,” jelasnya.

Pihak desa adat menurutnya sudah pernah bertemu pemrakarsa proyek untuk protes lokasi terminal. Karena itu tempat wisata dan akan berdampak jika kapal-kapal tanker masuk. Surat penolakan ini sudah dikirim ke Gubernur, DPRD, Walikota, dan lainnya pada 6 Juni 2022.

“Di instagramnya, Pak Jokowi akan menanam 600 ribu hektar mangrove tapi kenyataannya kita akan membabat mangrove, tidak sejalan. Kami akan bersurat ke Presiden setelah selesaikan di internal Bali,” lanjut Alit.

Ia meminta pemerintah mengikuti Perda Tata Ruang dan mengembangkan Kawasan Strategis Pembangunan Nasional seperti penunjang wisata bukan terminal bahan bakar.

 

Kerjasama PLN

PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PT PLN Gas & Geothermal (PLN GG) dan Perusahaan Daerah Provinsi Bali yaitu PT Dewata Energy Bersih (DEB) melakukan penandatanganan nota kesepahaman studi kelayakan kajian untuk pengembangan LNG Terminal di Bali pada 24 Februari 2022.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN, mengatakan langkah ini merupakan bagian dari transformasi PLN. Juga sejalan dengan arah kebijakan energi dan ketenagalistrikan Pemerintah Provinsi Bali yang terus mendorong penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan.

Dalam siaran pers di website Pemprov Bali, disebutkan Gubernur Bali Wayan Koster secara virtual turut menyaksikan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara PT PLN Gas & Geothermal (PLNGG) dan PT Dewata Energy Bersih (DEB) yang bertujuan untuk Joint Study Pengembangan LNG Terminal Bali. Penandatangan Nota Kesepahaman dilakukan secara virtual oleh Moh Riza Affiandi selaku Direktur Utama PLN GG dan Cokorda Alit Indra Wardhana selaku Direktur PT DEB, pada Selasa (23/2) di Denpasar.

baca juga : Refleksi dari Monumen Kegagalan Proyek Energi Bersih di Bali

 

Rencana lokasi pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove Tahura, Denpasar, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dalam sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan bahwa perjanjian antara Perusda Bali dengan PLNGG itu tindaklanjut perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dengan PT. PLN (Persero) pada 2019 lalu. Tujuannya untuk Penguatan Sistem Ketenagalistrikan dengan Pemanfaatan Energi Bersih di Provinsi Bali.

Tujuan tersebut dinilai sejalan dengan visi pemerintah Provinsi Bali yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru yang dilakukan melalui 22 misi. Misi ke-21 yaitu Mengembangkan Tata Kehidupan Krama Bali, Menata Wilayah dan Lingkungan yang Bersih, Hijau dan Indah.

“Bali memang tidak mempunyai sumber daya alam dan mineral untuk pembangkitan listrik, namun keinginan kuat kami sejalan dengan regulasi energi dan kelistrikan nasional, yaitu untuk menjaga alam Bali bersih mulai dari sumber/hulu hingga ke hilir. Serta upaya kami untuk mendorong peran aktif badan usaha milik daerah/Perusda Bali dan badan usaha lokal dalam penyiapan infrastruktur, logistik pada pembangkit listrik, utamanya yang berbahan energi bersih yaitu gas alam. Sehingga tidak hanya manfaat yang diperoleh oleh daerah namun juga profit, sebagai salah satu alternatif dalam peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor energi,” ujar Gubernur Koster yang juga menjabat Ketua DPD PDI Bali.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa saat masa pandemi ini, beban puncak kelistrikan Bali mengalami penurunan signifikan dari 900 MW menjadi 600 MW. Namun ketersediaan kelistrikan Bali diyakini akan mengalami rebound dalam 1-2 tahun ke depan. Sehingga kapasitas dan daya mampu kelistrikan Bali harus dipersiapkan dengan baik dan mantap. Saat ini adalah waktu yang dirasa sangat tepat menyiapkan kelistrikan Bali.

baca juga : Menguji Pergub Energi Bersih Bali, Bagaimana Implementasinya?

 

Gambaran Terminal LNG yang akan dibangun di Denpasar, Bali. Sumber : Website PT Dewata Energi Bersih

 

Selain mengoptimalkan pembangkit listrik eksisting saat ini yakni PLTDG Pesanggaran kapasitas 200 MW, PLN juga mencanangkan untuk melakukan relokasi PLTG/GU ke lokasi Pesanggaran dengan kapasitas 300 MW. Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan beban di Bali dan penguatan sistem kelistrikan Bali untuk mewujudkan Bali Mandiri Energi Bersih.

PLN juga akan mewujudkan integrasi sistem tenaga listrik Jawa-Bali sebagai sistem interkoneksi kelistrikan terbesar di Indonesia. Untuk pemenuhan bahan bakar Pembangkit Listrik Gas di Pesanggaran akan memanfaatkan gas alam, dalam LNG dan telah memiliki kontrak jangka panjang dengan produsen LNG BP Tangguh.

Tantangan utama yang dihadapi dalam penyediaan pasokan gas alam adalah masih terbatasnya ketersediaan infrastruktur gas, khususnya infrastruktur yang terkait dengan terminal LNG termasuk transportasi LNG serta sarana pendukung lainnya. Oleh karena itu, nota kesepahaman studi kelayakan kajian atas pengembangan bisnis LNG yang dilakukan ini menjadi awal rencana Kerjasama Pengembangan Infrastruktur Terminal Penerima dan Regasifikasi LNG di Bali antara PT PLN GG dan PT Dewata Energi Bersih.

Untuk memanfaatkan potensi bisnis pengembangan Terminal Penerima dan Regasifikasi LNG di Bali beserta bisnis turunan. Diharapkan kajian kelayakan ini dinyatakan feasible, maka para pihak akan melanjutkan pembahasan konsep kerjasama dengan menuangkannya dalam suatu dokumen perjanjian definitif dan dalam pelaksanaannya harus tetap memegang prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).

 

Kawasan hutan mangrove Tahura Ngurah Rai, Denpasar, Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Sosialisasi proyek

Penolakan terminal di Sanur ini sudah disampaikan pada Sabtu (21/5/2022) dalam acara Sosialisasi Rencana Proyek Terminal LNG Bali Sidakarya oleh Dewata Energi Bersih dan Perusda Bali di Gedung Pertemuan Madu Sedana, Intaran, Sanur. Dihadiri Desa Adat Intaran dan Walhi Bali yang mengkritisinya.

Siaran Pers Walhi Bali menyatakan Direktur Walhi Bali Made Krisna Dinata khawatir, terminal LNG di kawasan pesisir ini berpotensi merusak lingkungan dan kawasan suci. Dimulai dari Pura Sukamerta jaraknya hanya kurang lebih 286 meter. Ada juga Pura Dalem Pengmbak, Pura Campuhan Dalem Pangembak, Pura Tirta Empul, dan Pura Merta Sari. Pengerukan alur laut sekitar 3.300.000 m3 itu juga diperkirakan akan mempercepat abrasi pesisir terdampak.

 

Exit mobile version