Mongabay.co.id

Akar Kuning Banyak Dicari di Hutan Leuser, Mengapa?

 

 

Akar kuning atau kayu kuning yang dalam bahasa ilmiah disebut Arcangelisia flava [L] Merr merupakan tumbuhan liana dari Suku Menispermaceae. Tumbuhan ini, di kalangan masyarakat diyakini berkhasiat sebagai obat herbal untuk menyembuhkan penyakit.

Akar kuning tumbuh merambat/melilit pada tumbuhan lain, dengan diameter batang sekitar 5 sentimeter dan panjang bisa mencapai 20 meter. Jenis ini dapat ditemukan di hutan Indonesia, Thailand, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini.

Di Provinsi Aceh, akar kuning ditemukan hampir di seluruh kawasan hutan yang masih alami, baik di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] maupun di Hutan Ulu Masen. Buah dari pohon ini dimakan orangutan dan satwa arboreal lainnya.

Foto: Kedih, Primata Berjambul Khas Sumatera

 

Akar kuning yang memiliki khasiat untuk pengobatan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Anwar, warga Kecamatan Mane, Kabupaten Pidie, Aceh, mengatakan masyarakat di daerahnya masih mencari akar kuning di hutan.

“Kayu kuning yang dipercaya dapat mengobati penyakit malaria, keracunan, dan juga kanker, dijual ke pengepul yang selanjutnya dibawa ke Medan, Sumatera Utara. Harga jualnya, sekitar Rp3.000 per kilogram,” ujarnya, Sabtu [25/06/2022].

Pencarian akar kuning terus berlangsung karena ada kesesuaian harga antara pembeli dan penampung.

“Kayu kuning sangat mudah diketahui, saat kulitnya dibelah warnanya kuning,” ungkapnya.

Foto: Dimusnahkannya 71 Paruh Rangkong Gading Hasil Perburuan di Hutan Leuser

 

Pohon akar kuning banyak tumbuh di hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Suryadi, masyarakat Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, mengatakan hal senada. Banyaknya permintaan kayu kuning, membuat sejumlah orang dari luar daerah mendatangi hutan Leuser.

“Mereka berhari-hari mencari. Setelah kayu kuning terkumpul akan dijual ke pengumpul. Sisa-sisa penebangan terlihat jelas dan membuat kami sedih, terlebih Ketambe merupakan lokasi wisata alam yang sering didatangi pengunjung,” jelasnya.

Suryadi menuturkan, beberapa kali bertemu dengan para pencari kayu kuning di hutan Leuser. Namun, dirinya tidak bisa berbuat, karena tidak memiliki kewenangan.

“Banyak masyarakat yang melihat kejadian ini.”

Isra, warga Aceh Tenggara lainnya, mengatakan pernah melihat langsung para pencari kayu kuning masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], saat dia dan keluarga berwisata di Sungai Alas. Tepatnya, di objek wisata Gurah, TNGL wilayah Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara.

“Mereka bahkan menyeberang ke tempat penelitian Ketambe. Bila stasiun penelitian saja berani mereka datangi, apalagi tempat lain,” ujarnya.

Baca: Ubi Hutan, Tumbuhan Kaya Manfaat di Kawasan Ekosistem Leuser

 

Batang akar kuning ini bila dikupas akan terlihat warna kuning. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kabid Perlindungan dan Konservasi Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh, Muhammad Daud, mengatakan perburuan kayu akar kuning di dalam kawasan hutan seperti hutan lindung dan hutan produksi memang ada.

Namun, terkait perburuan akar kuning di TNGL, pihaknya tidak bisa memastikan karena pengelolaannya memiliki lembaga khusus.

“Perburuan atau pencarian akar kuning di hutan produksi dan hutan lindung tidak boleh dilakukan jika tidak ada izin. Di Aceh, ada beberapa yang memiliki izin tapi pelaku yang berburu ilegal juga ada,” ujar Daud, Rabu [29/06/2022].

Plh Kepala BBTNGL, Ruswanto menyatakan perburuan kayu akar kuning di TNGL yang merupakan kawasan konservasi memang ada.

“Kami juga mendapatkan laporan itu dari tim lapangan,” terangnya, Rabu [29/06/2022].

Ruswanto menambahkan, staf BBTNGL terus berupaya melakukan tindakkan pencegahan dengan cara persuasif.

“Seperti membangun pendekatan dengan masyarakat, pimpinan daerah, serta lembaga penegak hukum,” paparnya.

Baca juga: Madu Kelulut dan Kelestarian Hutan Leuser

 

Pengambilan akar kuning berlebihan dikhawatirkan akan mengganggu kelestariannya di hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Tentang kayu kuning 

Sulandjari, Sugiyono, Sri Rossati dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret [UNS] dalam “Kajian Pengembangan 3Sp Familia Menispermaceae bagi Ketersediaan Bahan Baku Herbal Medicine Berpotensi Hepatoprotektor dan Anti Kanker” menjelaskan bahwa beberapa peneliti telah membuktikan khasiat obat dari tanaman Arcangelicia flava, Coscinium fenestratum dan Fibraurea tinctura. Khasiatnya adalah untuk antimalaria, kanker servik, kanker prostat, hepatoprotektor, juga sebagai antibakteri.

Kayu kuning di banyak negara termasuk Indonesia, merupakan tumbuhan obat multiguna. “Sedangkan reproduksi secara alaminya lambat dan upaya budidayanya belum ada, sehingga pelestarian mutlak diperlukan,” ungkap peneliti.

Riset ini coba mengungkap habitat Arcangelicia flava, Coscinium fenestratum, dan Fibraurea tinctura di Indonesia, beserta teknik pembibitan untuk budidaya.

“Hasilnya menunjukkan, Coscinium fenestratum dan Fibraurea tinctoria tumbuh pada tanah dengan keasaman rendah dan berpasir. Sementara Arcangelisia flava tumbuh pada tanah dengan keasaman netral dan berpasir.”

Mereka menjelaskan, pertumbuhan Coscinium fenestratum, Fibraurea tinctoria dan Arcangelisia flava menghendaki curah hujan dan kelembaban tinggi dengan intensitas cahaya rendah.

“Hormon Giberelin [GA3] dengan konsentrasi 40-60 ppm meningkatkan perkecambahan biji Coscinium fenestratum, Fibraurea tinctoria, dan Arcangelisia flava lebih cepat ketimbang  hormon NAA,” jelas laporan itu.

Mengutip tulisan dari BRIN, dijelaskan bahwa hampir semua bagian dari tumbuhan akar kuning memiliki khasiat. Akarnya berguna untuk mengobati bronchitis [radang saluran nafas], diabetes, dan maag. Bunganya bermanfaat sebagai obat disentri.

Batang/kayunya untuk mengobati cacar air, panas dalam, penurun panas, hingga rematik, dan sakit kuning. Daunnya untuk mengobati kurang darah dan sariawan, serta buahnya untuk mengobati sariawan.

 

Exit mobile version