- Sebanyak 71 paruh rangkong gading, 28 kilogram sisik trenggiling, serta satu kulit dan tulang harimau, dimusnahkan dengan cara dibakar oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, pada Rabu, 24 November 2021.
- Pemusnahan dilakukan berdasarkan surat perintah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terhadap perkara pidana Deny Azan [47], warga Desa Timang Gajah, Kecamatan Gajah Putih, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, yang ditangkap saat memperdagangkan bagian tubuh satwa dilindungi itu, pada 3 November 2020, di Jalan Lintas Bireuen – Takengon, Aceh Tengah.
- Deny Azan dijatuhkan pidana penjara selama satu tahun tiga bulan dan denda 000.000. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan dua bulan.
- Deny Azan membeli paruh rangkong gading dan sisik trenggiling dari pemburu di Kabupaten Bener Meriah yang dikumpulkan selama satu Sementara kulit dan tulang harimau dibeli dari warga Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, pada 30 Oktober 2020.
Masih ingat dengan pengungkapan kasus perdagangan bagian tubuh satwa liar dilindungi berupa paruh rangkong gading [Rhinoplax vigil], kulit harimau sumatera [Panthera tigris sumatrae], dan sisik trenggiling [Manis javanica], di Aceh Tengah, pada 3 November 2020 lalu?
Dalam operasi di Jalan Lintas Bireuen – Takengon, Aceh Tengah, Provinsi Aceh tersebut, Baintelkam Mabes Polri, Kepolisian Daerah [Polda] Aceh, bersama Direktorat Penegakkan Hukum [Gakkum] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], menangkap dua pelaku.
Mereka adalah Deny Azan [47], warga Desa Timang Gajah, Kecamatan Gajah Putih, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, dan sopirnya Lukman Hakim. Barang buktinya, 71 paruh rangkong gading, 28 kilogram sisik trenggiling, serta satu kulit dan tulang harimau.
Baca: Mewaspadai Perburuan Rangkong Gading di Hutan Leuser

Dalam persidangan terungkap, Deny Azan membeli paruh rangkong gading dan sisik trenggiling dari pemburu di Kabupaten Bener Meriah yang dikumpulkan selama satu tahun. Sementara, kulit dan tulang harimau dibeli dari warga Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah, pada 30 Oktober 2020.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Takengon, Kabupaten Aceh Tengah, dengan Hakim Ketua Endi Nurindra Putra, serta Bani Muhammad Alif dan Fadhli Maulana sebagai Hakim Anggota, saat membacakan putusan dengan Nomor: 135/Pid.B/LH/2020/PNTkn, pada 23 Februari 2021 menyebutkan, Deny Azam terbukti melakukan tindak pidana.
Baca: SRAK Rangkong Gading Sudah Ditetapkan, Bagaimana Implementasinya?

Terdakwa dengan sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan mati, serta memperniagakan kulit atau bagian-bagian lain satwa dilindungi.
Terdakwa terbukti melanggar pasal 40 Ayat [2] Jo Pasal 21 Ayat [2] huruf b dan d Undang-Undang RI No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
“Menjatuhkan pidana kepada Deni Azan dengan hukuman penjara satu tahun tiga bulan dan denda Rp50.000.000. Dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan dua bulan,” ujar Endi.
Baca: Digagalkan, Penyelundupan 72 Paruh Rangkong Gading Tujuan Hong Kong

Dalam putusan tersebut juga dinyatakan, seluruh barang bukti dirampas, untuk dimusnahkan.
“Sementara satu unit mobil jenis Toyota Vios dikembalikan kepada saksi Lukman Hakim,” ungkap Endi.
Baca juga: Awetan Harimau Sumatera Disita dari Rumah Warga di Palembang, Hukumannya?

Pemusnahan
Rabu, 24 November 2021, Kejaksaan Negeri Kabupaten Aceh Tengah melakukan pemusnahan barang bukti kasus dengan cara dibakar. Kegiatan yang dilakukan di halaman Kejaksaan Negeri Kabupaten Aceh Tengah itu, dihadiri juga Kapolres Aceh Tengah, AKBP Nurochman Nulhakim.
“Dilakukan berdasarkan surat perintah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terhadap perkara pidana tahun 2020 sampai 2021,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri [Kajari] Aceh Tengah, Yovandi Yazid, Rabu [24/11/2021] di Takengon.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Arianto mengatakan, pemusnahan barang bukti, serta pelaku yang telah mendekam di penjara, diharapkan memberikan pelajaran pada pelaku kejahatan satwa liar.
“Memburu dan memperdagangkan bagian tubuh satwa dilindungi merupakan kegiatan bertentangan hukum. Pelakunya bisa terjerat pidana. Kami berharap tidak ada pelaku lain seperti ini,” terangnya.

Agus mengatakan, BKSDA Aceh akan terus mendukung penegakkan hukum, terkait perburuan dan perdagangan satwa liar, baik hidup maupun mati.
“Kami bersama lembaga penegak hukum berupaya mencegah perburuan dan perdagangan satwa liar, maupun bagian tubuhnya.”

Satwa liar itu dilindungi karena populasinya semakin sedikit dan terancam punah. Satwa-satwa itu juga sangat penting bagi kehidupan manusia.
“Habitatnya satwa liar memang di alam. Membunuh satwa liar, berarti kita sama saja merusak tatanan kehidupan manusia,” paparnya.
