Mongabay.co.id

Perikanan Skala Kecil dan Peran Tak Terbatas di Pesisir

 

Sumber pangan dunia sudah sejak lama menggunakan sumber daya laut sebagai salah satu asupan utamanya. Hal tersebut berlaku juga di Indonesia, di mana sumber pangan yang berasal dari laut terus dimanfaatkan dan mendapat tempat istimewa di atas meja makan.

Memanfaatkan sumber pangan dari laut, berarti juga ikut menguatkan fondasi ketahanan pangan nasional, yang saat ini terus dibangun oleh Pemerintah Indonesia. Siapa pun yang terlibat, maka dia sudah ikut menjaga ketahanan pangan nasional bisa tetap stabil.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Zaini Hanafi mengatakan bahwa ketahanan pangan di Indonesia yang berhasil dijaga stabilitasnya selama ini, di dalamnya ada peran dari perikanan skala kecil.

Hal tersebut menggambarkan bahwa industri perikanan yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di negara lain, khususnya negara perikanan yang sudah maju. Di sana, perikanan banyak ditopang oleh skala besar atau industri.

Dia menyebutkan, dari data statistik perikanan Indonesia yang saat ini ada, sebanyak 2,1 juta orang yang tinggal di kawasan pesisir diketahui terlibat dalam kegiatan perikanan skala kecil. Fakta tersebut menjelaskan bahwa ketahanan pangan nasional sangat bergantung kepada mereka.

Dengan peran yang tidak sedikit, maka dirasa perlu untuk memberikan perhatian lebih besar kepada perikanan skala kecil di Indonesia. Oleh karena itu, akses nelayan kecil untuk memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan harus dijamin terus tersedia.

“Nelayan kecil juga menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota,” ungkap Zaini saat berbicara pada rangkaian kegiatan United Nation Oceans Conference (UNOC) di Lisbon, Portugal, minggu ini.

baca : Nelayan Kecil dan Pesta Korporasi di Laut 

Sejumlah perahu nelayan tradisional ditambatkan di pantai timur Pangandaran, Jawa Barat. Foto : shutterstock

 

Pentingnya memberikan kemudahan perikanan skala kecil untuk mengakses semua hal yang diperlukan, karena mereka adalah kelompok penggerak perekonomian nasional dari pesisir. Oleh karenanya, sudah sangat tepat jika mereka terus didorong untuk semakin maju dan mandiri.

Ada tiga komponen atau area intervensi untuk mengamankan akses sumber daya perikanan skala kecil yang bisa diterapkan, yaitu sumber daya ikan, aspek lingkungan, dan sosial ekonomi. Hal tersebut diungkapkan Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Ridwan Mulyana.

Rinciannya, untuk akses sumber daya ikan, KKP sudah menyiapkan kemudahan akses melalui kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Kebijakan tersebut menjamin perikanan skala kecil dan tradisional untuk bisa mendapat kuota tangkapan dengan tujuan untuk ekonomi biru.

“Regulasi zona penangkapan ikan dan alat penangkapan ikan dibuat untuk memastikan daerah penangkapan perikanan skala kecil terlindungi dari operasi penangkapan ikan skala besar,” jelas dia pada side event UNOC Lisbon 2022 bertajuk International Year of Artisanal Fisheries and Aquaculture (IYAFA).

Untuk aspek lingkungan, ada sejumlah program kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk melindungi dan mengamankan kesehatan laut, termasuk ekosistem laut yang penting seperti mangrove, terumbu karang, dan padang lamun.

baca juga : Hak Istimewa Nelayan Tradisional pada Zona Penangkapan Terukur

Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Ridwan Mulyana (duduk 2 dari kiri) dalam side event UNOC di Lisbon, Portugal 2022. Foto : KKP

 

Kemudian, aspek terakhir tentang sosial ekonomi, dilaksanakan dengan memastikan kearifan lokal ada dalam pengelolaan sumber daya perikanan dan terus dilakukan penguatan. Keterlibatan mereka, bisa memastikan ekosistem laut terjaga dengan baik, dengan tetap memanfaatkan sumber daya laut di dalamnya.

Adapun, bentuk kearifan lokal yang selama ini sudah dilibatkan dalam upaya memaksimalkan pemanfaatan sumber daya ikan, adalah panglima laot di Aceh, awig-awig di Nusa Tenggara Barat, dan penerapan sasi yang banyak dilaksanakan di kawasan Indonesia Timur.

Hal lain yang juga dilakukan, adalah melaksanakan program perlindungan dan pemberdayaan nelayan kecil yang menjadi bentuk implementasi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya ikan dan Petambak Garam.

Menurut Ridwan Mulyana, demi memberikan pelayanan terbaik kepada perikanan skala kecil, Pemerintah Indonesia juga melibatkan banyak mitra dan dukungan dari pelaku usaha. Semua itu dilaksanakan, agar regulasi, perlindungan, dan pemberdayaan bisa berjalan baik.

Pengakuan perikanan skala kecil dalam perhelatan dunia tersebut, menjadi janji dari Pemerintah Indonesia yang akan terus menggandeng mereka untuk terus berkembang dan sejahtera secara ekonomi.

baca juga : Perikanan Skala Kecil Salah Satu Penyumbang Masalah di Laut Arafura

Sekelompok nelayan tradisional dengan perahu kecilnya sedang menangkap ikan di perairan Maluku. Foto : shutterstock

 

Juga, yang terus dijanjikan dalam beberapa tahun terakhir ini, adalah menghadirkan laut yang sehat melalui penerapan ekonomi biru. Dengan demikian, itu diharapkan bisa terus mendorong hadirnya produk perikanan dari Indonesia sebagai solusi ketahanan pangan dunia.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono saat berbicara pada Blue Food Coalition dalam UNOC 2022 di Lisbon. Kegiatan tersebut adalah sesi khusus untuk membahas tentang ketahanan pangan melalui produk akuatik.

Komitmen yang dikampanyekan Indonesia pada sesi tersebut, adalah rencana penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Kebijakan tersebut diklaim akan bisa mengatasi praktik penangkapan ikan berlebihan dan sekaligus melestarikan populasi ikan.

Perlunya menjaga kelestarian ikan beserta populasinya, karena wilayah laut Indonesia mendominasi luas secara keseluruhan. Karenanya, Indonesia adalah rumah bagi ekosistem laut dan keanekaragaman hayati laut yang paling produktif.

“Indonesia juga termasuk produsen dari hasil perikanan tangkap dan budi daya terbesar di dunia,” terang Trenggono.

Menurut dia, kebijakan tersebut akan menggantikan sistem perikanan yang selama ini hanya dilakukan melalui proses administrasi perizinan. Itu menjadi solusi atas kegiatan penangkapan ikan yang tidak terkendali dan berlebihan, yang berimbas pada kerusakan ekosistem dan menurunnya populasi perikanan.

perlu dibaca : KKP Tawarkan Penangkapan 5,99 Juta Ton Ikan Berbalut Konservasi untuk Perusahaan 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam acara United Nation Oceans Conference (UNOC) di Lisbon, Portugal. Foto : KKP

 

Solusi Cerdik

Selain itu, kebijakan tersebut juga untuk menjawab persoalan praktik penangkapan ikan secara ilegal, tak terlaporkan, dan menyalahi aturan (IUUF) yang masih terjadi di wilayah perairan yuridiksi Indonesia. Ini juga sebagai bentuk komitmen Indonesia melawan praktik tersebut sebagaimana yang disampaikan pada UNOC tahun 2017 di New York, Amerika Serikat.

“Kebijakan ini akan mengatasi praktik penangkapan ikan yang berlebihan dan mengubahnya menjadi praktik penangkapan ikan yang sah secara hukum, dilaporkan dan diatur, melestarikan populasi ikan dan pengawasan terhadap aktivitas penangkapan ini akan berbasis satelit,” papar dia.

Di luar kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang akan diterapkan segera oleh Indonesia, upaya untuk menghadirkan laut yang sehat juga dilakukan dengan memperluas kawasan konservasi perairan.

Trenggono menyebutkan, kawasan mangrove, padang lamun, hingga terumbu karang menjadi habitat bagi biota-biota laut untuk terus tumbuh dan berkembang biak. Populasi perikanan yang melimpah akan berkontribusi besar dalam menjawab kebutuhan pangan dunia.

Pada kesempatan tersebut, dia juga memaparkan capaian Indonesia dalam memenuhi tiga komitmen yang disampaikan di New York, lima tahun lalu. Komitmen tersebut, adalah target perluasan kawasan konservasi seluas 20 juta ha dengan capaian 28,4 juta hektare pada 2021.

Kemudian, penerbitan peraturan tentang Persyaratan dan Mekanisme Sertifikasi Hak Asasi Manusia (HAM) Perikanan sebagai komitmen dalam memerangi pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Industri Perikanan.

Khusus untuk rencana kebijakan baru tentang penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang bertujuan untuk menghilangkan stigma IUUF, pengawasannya akan dilakukan dengan memanfatkan teknologi satelit.

Langkah ini diharapkan bisa mendorong pemberantasan IUUF, sekaligus mengeluarkan kejahatan perikanan dari daftar kejahatan terorganisir transnasional.

perlu dibaca : Akankah Nasib Awak Kapal Perikanan Mengalami Perbaikan? 

Ilustrasi. Seorang nelayan tradisional melempar jaring untuk menangkap ikan. Foto : shutterstock

Blue Carbon

Menghadirkan laut yang sehat, tak hanya bermanfaat untuk regenerasi sumber daya ikan saja yang memberi manfaat secara ekonomi bagi perikanan skala kecil. Lebih dari itu, ada manfaat lain yang juga tak kalah besarnya bisa berkontribusi pada banyak aspek kehidupan.

Manfaat tersebut, tidak lain adalah keberadaan karbon biru yang menyebar di wilayah pesisir. Cara kerja karbon biru adalah menyerap atau menyimpan karbon dioksida (CO2) dalam ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, padang lamun, dan rawa pasang surut.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan kalau Indonesia saat ini tengah mempersiapkan penerapan karbon biru untuk mengurangi resiko bencana yang diakibatkan perubahan iklim.

“Indonesia sangat meyakini bahwa sangat penting untuk menciptakan laut yang sehat, aman, dan produktif untuk kesejahteraan bangsa melalui kebijakan pengembangan karbon biru,” ucap dia pada kegiatan Global Coalition for Blue Carbon (GCBC), UNOC 2022.

baca : Karbon Biru dalam Ekonomi Biru di Perairan Laut Indonesia

Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo (duduk tengah) dalam kegiatan Global Coalition for Blue Carbon (GCBC), UNOC 2022 di Portugal. Foto : KKP

 

Agar penerapan bisa berjalan baik, sejumlah strategi sudah disiapkan oleh Pemerintah Indonesia. Di antaranya, adalah perluasan zona larang tangkap dalam pengelolaan kawasan konservasi laut, peningkatan efektivitas kawasan konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar kawasan konservasi laut.

Kemudian berikutnya adalah, penguatan, perlindungan dan peningkatan kualitas kawasan stok karbon biru. Terakhir, adalah memperkuat sinergi pengelolaan karbon biru di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Tiga strategi tersebut kini menjadi fokus untuk dilaksanakan dalam persiapan penerapan karbon biru sebagai bagian dari adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Persiapan tersebut menjadi bagian dari target pengurangan emisi karbon Indonesia’s 2nd Nationally Determined Contribution (2nd NDC) pada 2025.

Menurut dia, karbon biru adalah bagian dari jasa ekosistem pesisir yang berperan penting dalam implementasi kebijakan ekonomi biru. Secara nasional, melalui terbitnya Peraturan Pemerintah, laut atau karbon biru telah dipromosikan sebagai sektor baru yang akan berkontribusi pada NDC 2025.

“Untuk mencapai target ini, Indonesia mempersiapkan kondisi yang memungkinkan untuk implementasi karbon biru,” tutur dia.

baca juga : Karbon Biru di Tengah Tantangan dan Hambatan

Kawasan mangrove di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, Jateng. Foto : KLHK

Victor menambahkan, Indonesia meyakini GCBC berpeluang menjadi wadah kerja sama dan kolaborasi dalam pengelolaan ekosistem karbon biru. Khususnya, peran ekosistem dalam meningkatkan dorongan global untuk mencapai target mitigasi perubahan iklim, serta perannya dalam mengurangi risiko bencana.

Namun demikian, Indonesia memiliki beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti, seperti bentuk organisasi GCBC, mekanisme keanggotaan, konsekuensi keuangan bagi negara peserta, status hukum perjanjian yang dibuat dalam koalisi dan mekanisme untuk mengenali dan menghubungkan target pencapaian koalisi dengan kondisi, dan target nasional masing-masing negara anggota.

Diketahui, UNOC 2022 di Lisbon mengangkat tema besar Scaling up ocean action based on science and innovation for the implementation of Goal 14: stocktaking, partnerships and solutions“. Melalui tema tersebut, peserta konferensi didorong untuk menghasilkan solusi inovatif berbasis sains yang sangat dibutuhkan dunia yang bertujuan untuk memulai babak baru aksi secara global.

Acara UNOC yang digagas oleh PBB ini berlangsung di Lisbon, Portugal pada 27 Juni sampai 1 Juli 2022.

Exit mobile version