Mongabay.co.id

Instruksi Penyelamatan Satwa Liar dari Jerat dan Perburuan Telah Dikeluarkan, Implementasi Lapangan?

Harimau usia 1-1,5 tahun ini telah dievakuasi dan dalam perawatan dokter BKSDA Aceh. Foto: Dok. Forum Konservasi Leuser

 

 

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada 17 Juni 2022 telah mengintruksikan semua jajaran KLHK hingga kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota agar terlibat aktif dalam penyelamatan satwa liar dari penjeratan dan perburuan.

Instruksi tersebut disampaikan melalui surat Nomor: INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tentang Perlindungan Satwa Liar Atas Ancaman Penjeratan dan Perburuan di Dalam dan di Luar kawasan hutan.

“Gubernur, Bupati Wali Kota, Direktur Jenderal dan Badan di ruang lingkup KLHK agar menambahkan Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ke dalam konsideran perizinan atau persetujuan lingkungan dan kehutanan,” jelasnya.

Khusus untuk pimpinan daerah yaitu, Gubernur dan Bupati serta Wali Kota, Menteri LHK mengintruksikan agar, melakukan sinkronisasi program dan kegiatan di wilayah kerjanya dengan upaya perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan.

“Pemerintah daerah juga harus melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada masyarakat akan perlunya perlindungan satwa liar dan memberikan dukungan serta koordinasi dengan KLHK terhadap pelaksanaan perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan,” katanya.

Baca: Tragis, Tiga Harimau Sumatera Mati Akibat Jerat di Aceh Selatan

 

Begini kondisi harimau yang kena jerat pada 22 Januari 2021. Kaki kanan depannya terluka. Harimau ini berhasil diselamatkan dan dilepaskan kembali ke habitatnya. Foto: Dok. Forum Konservasi Leuser

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Arianto menyatakan jerat dan perburuan masih menjadi ancaman besar satwa liar di dalam maupun di luar kawasan hutan.

“Kami bersama lembaga pemerintah lain termasuk pemerintah di tingkat daerah terus berupaya mencegah hal itu. Kami juga melakukan pembersihan jerat, termasuk melalui patroli rutin, serta memberikan pemahaman dan sosialisasi masyarakat untuk tidak memburu satwa liar,” terangnya, Kamis [30/06/2022].

Terkait intruksi Menteri LHK, Agus mengatakan, hal tersebut memperkuat dukungan pemerintah daerah untuk menyelamatkan satwa liar dari jerat dan perburuan.

“Pemerintah tingkat daerah memiliki pijakan saat melakukan kegiatan atau mendukung penyelamatan satwa liar, khususnya yang berada di luar kawasan konservasi,” ungkapnya.

Baca: Jerat yang Lagi-lagi Lukai Harimau Sumatera

 

Kasus beruang kena jerat babi yang dipasang pemburu, hingga harus diamputasi, terjadi juga di Aceh pada 11 Juni 2019. Foto: BKSDA Aceh

 

Jerat ancaman nyata

Ketua Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre [YOSL-OIC], Panut Hadisiswoyo menuturkan, jerat masih menjadi sumber masalah di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL].

“Bahkan, jerat juga dipasang di sekitar kebun masyarakat untuk menjaga dari hama babi, namun sering kali melukai satwa dilindungi,” ungkapnya, awal Juli 2022.

Panut mengapresiasi instruksi Menteri LHK  dan berharap, penegak hukum dapat mengambil tindakan dan pengusutan bila menemukan jerat di dalam maupun di luar kawasan hutan. Namun, akan lebih baik lagi bila instruksi ini menjadi peraturan menteri sehingga lebih mempertegas tindakan hukum kepada pemburu satwa yang menggunakan jerat, termasuk senapan angin.

“Ini penting, sehingga upaya perlindungan satwa liar lebih optimal. Kita mendukung implementasinya di lapangan,” jelasnya.

Baca: Sampai Kapan Jerat Pemburu Melukai Satwa Liar Dilindungi?

 

Begini jerat yang dipasang dengan tujuan untuk menangkap babi, namun berpotensi melukai bahkan membunuh satwa liar dilindungi seperti harimau. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dwi Adhiasto, pemerhati kejahatan satwa liar di Indonesia mengatakan, instruksi tersebut cukup bagus sebagai respon banyaknya satwa liar yang terluka atau terbunuh karena jerat dan perburuan.

“Tapi instruksi kepada kepala daerah sangat tergantung kemauan dan kepekaan mereka. Contoh, telegram Kapolri terkait larangan penggunaan senapan angin, karena tidak ada detil penjelasannya, akhirnya tidak maksimal,” ungkapnya.

Hal penting yang harus dilakukan adalah mendorong kepala daerah agar berkomitmen menjalankan instruksi. Atau lembaga terkait seperti Dinas LHK merespon dengan kegiatan-kegiatan mencegah pemasangan jerat di habitat satwa liar dilindungi, termasuk operasi pemusnahan jerat.

“Kepala daerah memiliki wewenang di beberapa habitat satwa dilindungi, sehingga komitmen mereka sangat penting. Di Provinsi Aceh misalnya, sebagian habitat satwa berada di luar kawasan konservasi, bahkan di areal penggunaan lain. Banyak satwa terluka atau terbunuh akibat jerat di kawasan ini,” tambahnya.

Menurut Dwi, KLHK harus menjelaskan secara spesifik tentang jerat yang sangat berbahaya bagi satwa liar.

“Misal, jerat yang biasa dipakai untuk menangkap babi yaitu aring, biasanya dipasang sangat panjang dan banyak. Ini sangat berbahaya bagi harimau, atau satwa yang berkelompok,” ungkapnya.

Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Jerat yang Lagi-lagi Membuat Harimau Sumatera Sekarat

 

Inilah ragam jerat yang dipasang pemburu untuk menyakiti satwa liar di hutan. Seluruh jerat ini hasil pembersihan yang dilakukan tim Forum Konservasi Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Aceh susun rencana aksi penyelamatan satwa liar

Untuk menyelamatkan satwa dilindungi dan habitatnya, baik di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] maupun Ulu Masen, Pemerintah Aceh menyusun Strategi Rencana Aksi Pengelolaan Satwa Liar [SRAP FL].

Dokumen berbentuk Peraturan Gubernur Aceh itu dibuat untuk perlindungan satwa liar dilindungi dan terancam punah serta menjaga agar habitatnya. Termasuk, mengikuti perintah Qanun atau Peraturan Daerah [Perda] Nomor: 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar di Aceh.

Penyusuna SRAP SL dirumuskan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, lembaga mitra, dan akademisi.

“Masih tahap konsultasi publik guna menyerap informasi, kritik, dan masukan serta hal lain dari masyarakat luas,” ujar Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Muhammad Daud, Rabu [29/06/2022].

Daud mengatakan, ada beberapa poin penting di dokumen tersebut.

“Masalah habitat dan populasi satwa liar, perlindungan dan pemulihan habitat, pengendalian konflik satwa dengan manusia, hingga ke penegakkan hukum menjadi prioritas utama,” tegasnya.

 

Exit mobile version