Mongabay.co.id

Harga Rajungan Murah, Nelayan di Demak Resah

 

Umumnya, nelayan akan bergairah ketika hasil tangkapannya melimpah. Namun, nampaknya itu tidak berlaku bagi Muhtadin (50), nelayan rajungan asal Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Meski ia berhasil membawa rajungan sebanyak dua ember bekas cat berukuran 25 kg penuh, namun wajahnya tidak menunjukkan ekspresi yang sumringah. Sebab, nominal yang diterima dari pengepul tidak sesuai dengan bobot rajungan yang disetor.

Saat ditimbang, bobot rajungan hasil tangkapannya itu sebanyak 15 kilogram. Namun, ketika dirupiahkan dia hanya mendapatkan uang Rp270 ribu dari hasil melaut. Padahal, harga rajungan sebelum lebaran Rp120 ribu per kilogram, mestinya dari hasil kerja kerasnya itu dia bisa mengantongi uang jutaan rupiah.

Tetapi karena sudah dua bulan ini harga rajungan sedang menurun sehingga uang yang diterima hanya ratusan ribu rupiah.

“Kalau harga rajungan mentah di tingkat nelayan sekarang ini murah sekali, per kilonya Rp18-20 ribu. Jadi tidak nyucuk dengan perbekalan,” ujar Muhtadin, usai menimbang rajungan di pengepul, Senin (18/06/2022).

baca : Nelayan Kelimpungan Akibat Ketidakjelasan Harga Rajungan

 

Nelayan di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah membawa rajungan untuk dimasak, sebelum dikirim ke pabrik. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, harga rajungan yang hanya sekitar Rp18-20 ribu per kilo itu tidak mampu menutup biaya perbekalan nelayan. Uang yang didapat itu hanya cukup untuk beli bahan bakar.

Dalam sekali melaut saja dia bisa menghabiskan uang Rp200 ribu untuk beli solar. Belum lagi terpotong untuk biaya beli umpan.

 

Tak Mampu Beli Alat Tangkap

Padahal, selain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari Muhtadi juga perlu menambah alat tangkap yang sudah rusak. Untuk menangkap rajungan dia menggunakan alat tangkap berupa bubu lipat. Alat tangkap ini dikenal dengan ramah lingkungan.

Bubu lipat yang digunakan itu berbentuk segi empat yang dipasang secara pasif, terbuat dari rangka besi dan ditutup menggunakan jaring Polyethylene (PE). Panjang ukuran 49 cm, lebar 35 cm. Sedangkan tingginya 18 cm.

Biasanya dalam sekali melaut dia bisa membawa 500-550 bubu. Tetapi karena sebagian alatnya sudah rusak sehingga dia hanya bisa membawa 400 bubu. Hal ini berpengaruh terhadap hasil tangkapannya menjadi menurun.

baca juga : Bentuk Forum Komunikasi, Ini Harapan Nelayan Rajungan kepada Pemerintah

 

Saat ini harga rajungan ditingkat nelayan sedang turun drastis, semula Rp120 ribu per kilo menjadi Rp18-20 ribu. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Saat harga rajungan stabil, jangankan beli alat tangkap. Ketika mesin rusak juga mampu dibelinya. Selain itu, uangnya juga bisa disimpan untuk digunakan memperbaiki perahu.

Lebih dari itu, dari komoditas rajungan itu dia juga bisa membuat rumah dan menyekolahkan anak-anaknya hingga tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Namun, sekarang dia harus menelan pil pahit atas turunnya harga rajungan di tahun ini.

Bagi pria yang sudah 30 tahun merasakan pahit manis hidup di laut, komoditas rajungan sudah menjadi bagian dari nyawa hidupnya. Sehingga ketika harganya anjlok, ekonominya sangat terpukul. “Baru kali ini kami merasakan harga rajungan semerosot ini. Sekarang hanya mampu untuk beli beras, itupun uang sisa dari beli solar. Beruntung lauknya dapat sendiri,” keluhnya.

Nelayan lain, Samsul Arifin (27) mengaku sudah sebulan ini tidak berangkat melaut. Meskipun berat, namun jalan itu yang mesti dipilih. Daripada dia harus menanggung rugi. Karena antara biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penghasilan yang didapatkan.

Apalagi bahan bakar yang digunakan untuk mencari rajungan juga mahal. Sebab, nelayan harus ke tengah laut dengan menghabiskan waktu yang hampir seharian.

Misalnya sekali melaut, dia harus menyiapkan biaya untuk membeli sekitar 30 liter solar. Belum lagi ditambah dengan biaya makan, umpan dan lain-lainnya.

Pria yang masih bujang ini melanjutkan, umumnya nelayan rajungan ditempatnya berangkat melaut dimulai dari jam 02:00 WIB dini hari. Sementara waktu mendarat berbeda-beda, ada yang jam 09:00 WIB, ada juga yang sore hari baru datang.

baca juga : Dampak Perubahan Cuaca, Pendapatan Nelayan Rajungan Menurun

 

Para nelayan menimbang rajungan hasil tangkapannya di Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Ragam Spekulasi Muncul

Dikalangan nelayan tradisional, penurunan harga rajungan ini memunculkan beragam spekulasi. Diantara isu yang berkembang salah satunya adalah karena adanya perang Rusia dan Ukraina. Sehingga menyebabkan terjadinya inflasi di Amerika Serikat.

Data Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) mencatat, tahun 2020 di Negara Paman Sam itu masih menjadi pasar terbesar untuk ekspor komoditas rajungan yang didominasi dengan produk olahan dalam kemasan kedap udara atau kaleng.

Tahun 2019 ekspor rajungan termasuk kepiting mencapai 25,9 ribu ton dengan nilai sebesar 393 juta dollar AS, atau setara dengan Rp5,3 triliun. Selain Amerika, Cina, Jepang, Perancis, Inggris Malaysia hingga Singapura juga menjadi pasar ekspor rajungan.

Selain karena perang, isu lain yang berkembang adalah adanya campuran daging dari Indonesia. Zainudin (43), pengepul rajungan asal desa setempat mengaku tidak tahu pasti kenapa harga rajungan bisa turun.

Meski begitu, ia beranggapan bahwa menurunnya harga rajungan tersebut dikarenakan saat ini sedang musimnya, sehingga stok di pabrik melimpah.

baca juga : Produksi Perikanan Naik Selama Pandemi, Tapi Kepiting Rajungan Tidak Terjual

 

Pengepul mengecek rajungan yang sudah dimasak. Sekelompok kepiting dari marga suku Portunidae itu kemudian dikirim ke pabrik. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, berdasarkan pengalaman selama menjadi pengepul rajungan baru kali ini harga rajungan turun drastis. Di tahun-tahun yang sama, harga rajungan turunya sedikit-sedikit. Paling selisihnya Rp10 ribu. Namun di tahun ini hargannya turun cepat sekali.

“Kalau saya ini kerjanya anti rugi, karena mainnya fee dari perusahaan. Jadi, baik harga tinggi maupun rendah itu sama saja. Pengaruhnya tidak terlalu signifikan,” kata bapak tiga anak ini.

Biasanya ketika harga rajungan masih mahal, dalam sehari modal yang disiapkan untuk membeli rajungan nelayan Rp50-50 juta. Saat harga rajungan murah, modal yang disiapkan berkurang menjadi Rp25-30 juta per hari.

 

Exit mobile version