Mongabay.co.id

Tinggalkan Plastik, Gunakan Wadah Ramah Lingkungan untuk Daging Kurban

 

 

 

 

Hari raya Idul Adha 1443 Hijriah datang. Pada hari raya kurban ini, akan banyak potong hewan seperti sapi maupun kambing serta akan ada pembagian daging. Pembungkus daging yang kebanyakan dari kantong plastik sekali akan menimbulkan masalah sampah belakangan. Berbagai kalangan mengingatkan, agar tak gunakan wadah atau bungkus daging dari plastik sekali pakai. Banyak pilihan bungkus atau wadah bisa digunakan dari daun-daunan seperti daun pisang, pelepah pinang, sampai besek bambu dan lain-lain.

Seperti Umamah Turriyamah, mempersiapkan segala sesuatu beberapa hari sebelum Idul Adha. Pelopor Komunitas Bye Bye Plastik Bag Batam itu bersama keluarga akan menyembelih satu sapi kurban di Bengkong Indah Atas, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Ada yang berbeda proses kurban keluarga ini. Umamah juga mencari daun pisang untuk membungkus daging yang akan dibagikan kepada tetangga, menggantikan kantong plastik.

Umamah rela mencari hingga ke kawasan yang cukup terpencil di Kota Batam. “Saya bahkan sampai mencari daun pisang ke Barelang,” katanya kepada Mongabay, 7 Juli lalu.

Dia pun membeli besek atau wadah dari anyaman bambu. “Kalau keluarga ambil daging bawa wadah sendiri,” kata Umamah.

Berhenti pakai kantong plastik sekali pakai ketika momen Idul Adha sudah dilakukan Umamah sejak tiga tahun lalu.

Dia mempunyai tanggung jawab mensosialisasikan pengurangan penggunaan plastik ini. Sejak aktif di Komunitas Bye Bye Plastik Bag, dia jadi paham bahaya plastik sekali pakai ini.

Selama ini, dia keliru memberi alasan penggunaan plastik dengan kata-kata nyaman, murah, cantik, dan higienis. “Sejatinya plastik ini sangat berbahaya,” katanya.

 

Baca juga : Banyak Manfaat, Saatnya Gunakan Kembali Daun Sebagai Pembungkus Daging Kurban

Sapi yang siap jadi hewan kurban pada Idul Adha ini di batam. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Edukasi Umamah tak hanya dalam bentuk penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Di beberapa pertemuan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dia juga menyampaikan kepada anggota bahaya sampah plastik sekali pakai.

Selama sosialisasi, Umamah melihat masyarakat belum sadar bahaya plastik sekali pakai terhadap lingkungan hidup. Ia diperparah dengan proses pendaur ulang sampah plastik di Indonesia minim.

Menurut dia, kesadaran masyarakat masih kurang karena sudah nyaman dengan kantong plastik sekali pakai. Apalagi untuk mendapatkan kantong sangatlah mudah dan murah.

Padahal, katanya, opsi selain kantong plastik banyak, seperti daun pisang, pelepah pinang, daun jati, ataupun besek dan banyak lagi.

Zaman dulu, kata Umamah, daging kurban dibawa dengan ditusuk rotan ataupun bambu. “Bisa juga membawa daging dengan nampan atau kontainer sendiri,” katanya.

Dampak sampah plastik sangat besar. “[Plastik] dibuang, ada yang ke tempat sampah, ada yang buang begitu saja, bahkan masuk ke laut,” kata Umamah.

Sampah plastik yang terbuang sembarangan itu, bisa jadi partikel kecil. “Meskipun dibuang ke TPA Punggur Kota Batam, terkena sinar matahari, air hujan, dan seterusnya plastik itu akan jadi partikel kecil yang akhirnya terbuang ke laut.”

Tak sampai di situ, kata Umamah, partikel kecil plastik atau mikroplastik tadi akan merusak dan mencemari ekosistem perairan. “Hewan-hewan laut akan tercemari sampah plastik ini, bisa berdampak ke nelayan.” Bahkan, ikan-ikan yang sudah mengandung mikroplastik itu, bisa berujung di manusia.

 

Baca juga: Kurangi Plastik, Wadah Daging Kurban Pakai Besek

Sapi yang dijual di Batam untuk hewan kurban. Foto: Yogi ES/ Mongabay Indonesia

 

Memaknai kurban

Nissa Wargadipura, pendiri Pesantren Ekologi Ath Thaariq mengatakan, sampah jadi momok di Indonesia. Perlu upaya menyetop atau kurangi sampah plastik ini termasuk saat bagikan daging kurban di Idul Adha.

“Salah satunya tak menggunakan plastik di waktu proses pembagian daging kurban,” katanya saat dihubungi Mongabay.

Masyarakat, katanya, harus memahami agama secara holistik atau kaffah dalam kehidupan, yaitu mengendalikan diri dari hal yang merusak. Sudah menjadi rahasia umum sampah plastik akan merusak lingkungan alam.

“Dalam visi kami (Pesantren Ekologi Ath Thaariq) mengedepankan rahmatan Lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).” Pesantren menekankan kepada alam semesta, gender dan sosial.

Ketiga hal itu, katanya, harus saling berkaitan dan tak bisa terpisahkan dalam konsep rahmatan lil alamin.

Selama ini, Umat Muslim mengatakan persoalan hablum minallah (hubungan dengan Tuhan) dan hablum minannas (hubungan dengan manusia). Namun, katanya, jarang sekali menekankan soal hubungan dengan alam.

Nissa mengatakan, persoalan ini harus jadi keputusan politik dengan melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai sebagai bungkus daging hewan kurban. Tak hanya melarang penggunaan plastik sekali pakai, juga memperhatikan secara ekologis semua proses perayaan Idul Adha.

Berhenti gunakan kantong plastik, tidak hanya berdampak kepada alam. Dalam penelitian, katanya, daging yang dibungkus dengan kantong plastik lebih cepat busuk dibandingkan daun pisang.

“Kalau pakai daun lebih segar, itu dalam sebuah penelitian di pesantren kita.”

Nissa menghitung dasar, volume sampah kantong plastik setiap perayaan kegiatan kurban. Misal, satu sapi hasilkan 400 kantong kresek berisi daging, dikalikan jumlah sapi di satu wilayah.

 

Daun nyangku sebagai pengganti plastik untuk membungkus daging kurban. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dia mencontohkan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, rata-rata setiap Idul Adha dengan hewan kurban 300 sapi disembelih. Artinya, dalam satu hari raya kurban di Garut menghasilkan 120.000 helai kantong plastik. “Itu luar biasa banyak, baru satu hari, Idul Adha ini penyembelihan bisa tiga hari berturut-turut.”

Beralih dari sampah plastik ke wadah ramah lingkungan juga bisa membuat mata pencaharian warga hidup, seperti petani bambu, kria besek, petani daun pisang dan lain-lain.

Pada Hari Raya Kurban, Ath-Thaariq, sejak lama menerapkan penggunaan wadah bukan plastik, dengan daun pisang maupun besek bambu.

Tak hanya memikirkan mengganti kantong plastik sekali pakai juga pemilihan hewan kurban dengan memperhatikan pertimbangan alam.

Hewan kurban di Pesantren Ekologi Ath Thaariq bukanlah sapi, tetapi kerbau. Karena hidup kerbau bebas, lebih sehat dari sapi yang hidup dalam kandang.

Azhari, Ketua Masyarakat Peduli Laut dan Lingkungan Hidup Indonesia (MAPELL) mengatakan, seharusnya bersama-sama membangun perspektif tak pakai kantong plastik buat daging kurban. Dia berharap, praktik pakai wadah daging kurban bukan kantong plastik jadi regulasi pemerintah.

 

Besek, sebagai pembungkus daging kurban, menggantikan plastik kresek. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia

 

*********

 

Exit mobile version