Mongabay.co.id

Menilai Kerusakan Terumbu Karang Akibat Kapal Kandas

 

Kerusakan terumbu karang merupakan isu sensitif dan menjadi perhatian penggerak konservasi dan pemerintah saat ini. Demikian juga dengan isu kerusakan dua ekosistem lain yaitu mangrove dan rumput laut. Sama halnya dengan hutan, kerusakan terumbu karang bahkan telah menjadi perhatian dunia dengan dikenalnya Indonesia sebagai pusat keanekaragaman biota di dunia dan ditetapkan sebagai salah satu negara The Coral Triangle Initiative (CTI) yang dirintis sejak tahun 2009 bersamaan dengan WOC (World Ocean Conference) di Manado.

Salah satu faktor kerusakan karang yang belum terekspose adalah kapal kandas dan tumpahan muatan kapal di laut. Penegakkan hukum terkait kerusakan terumbu karang ini terkait dengan UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.

Sementara faktor penyebab kerusakan lain yang sudah banyak dikenal adalah penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (destructive fishing), penggunaan jangkar, sedimentasi, penggunaan karang untuk bangunan, penambangan, dan pemanfaatan karang hias yang tidak mengikuti aturan yang berlaku.

Ada dua lembaga yang saat ini aktif menangani kasus kapal kandas pada terumbu karang, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tujuan penyelesaian kasus kapal kandas agar adanya perhatian pemilik kapal terhadap kerusakan lingkungan dalam hal ini terumbu karang, bisa juga ekosistem lain untuk dikembalikan pada kondisi normal sebelum terjadi kecelakaan. Dalam pelaksanaannya, KLHK dan KKP membutuhkan tenaga ahli kerusakan terumbu karang, ahli ekologi terumbu karang dan ahli valuasi ekonomi.

baca : Terumbu Karang Seluas Setengah Lapangan Bola Rusak Akibat Kapal Kandas

 

Kapal Intan Kelana 3 yang badan kapalnya patah menyebabkan muatan tanah Ore Nikel tumpah menutupi sebagian karang dan sedimentasi serta perairan menjadi keruh di Perairan Morowali, Sulawesi Tengah pada Juni 2020. Foto : Muhammad Ramadhany

 

Pada tulisan ini akan dijelaskan dampak kerusakan dilihat dari tipe kerusakan dan dampak secara biologi dan ekologi, kemudian dilanjutkan tahapan restorasi yang dibutuhkan. Harapannya semua pihak terkait dapat berperan dalam mempertahankan dan meningkatkan kesadaran terhadap konservasi lingkungan termasuk konservasi terumbu karang.

Kejadian kecelakaan kapal di kawasan terumbu karang perlu adanya laporan dari masyarakat, kelompok seperti LSM lokal ke pemda setempat. Selanjutnya pemda berkoordinasi dengan Direktorat Pengawasan Sumberdaya Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.

Tim pengawas PSDKP KKP tersebut turun ke lokasi untuk memastikan apakah kapal kandas pada ekosistem karang dan melihat muatan kapal yang tumpah ke laut dan memastikan bahwa kapal memang kandas di atas habitat karang atau lamun dan telah merusak ekosistem yang ada di lokasi tersebut.

Kegiatan verifikasi perlu dilakukan dengan melibatkan semua unsur tim, biasanya terdiri dari PSDKP, ahli kerusakan karang, ahli ekologi dan ahli valuasi ekonomi serta tim pendukung lainnya. Data luasan kerusakan, dampak secara ekologi dan kerugian secara ekonomi diperoleh dari hasil kerja masing-masing tim.

 

Data tipe kerusakan

Tipe kerusakan karang sesuai penyebabnya dari bagian badan kapal, sehingga dalam kegiatan verifikasi di lapangan sering menggunakan metode fish bone.

Ada beberapa tipe kerusakan karang akibat kapal kandas, yaitu trajectory zone, mound/pile zone, dispersion zone/sedimentation dan propeller zone.

Trajectory zone merupakan kerusakan akibat lunas kapal, ada lagi bagian substrat dasar yang terdorong oleh badan karang sehingga membentuk gundukan memanjang sesuai panjang kapal (mound/pile zone). Bagian terluar akibat dorongan badan kapal bisa melebar membentuk gundukan berupa sedimen, patahan karang bahkan bongkahan karang (dispersion zone- sedimentation). Terakhir bagian cekungan akibat putaran propeller kapal (propeller zone), seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

baca juga : Inilah Hukuman bagi Kapal Perusak Terumbu Karang di Perairan Bangka Belitung

 

Kerusakan karang dihubungkan dengan penyebab bagian badan kapal (fish bone). Didesain oleh Pahlano

 

Semua luasan ini akan dihitung. Semakin cepat waktu pengukuran setelah kapal kandas, semakin akurat dan tidak akan terjadi faktor secondary damage. Kerusakan karang yang tergolong secondary damage ini terjadi apabila bongkahan karang yang terangkat, patah, pecah oleh dorongan kapal kandas, akan berpindah posisi dengan mengelinding terdorong arus dan ombak sehingga dapat menimpa karang disampingnya dan menyebabkan kerusakan karang baru.

Kerusakan karang bisa berupa cekungan akibat propeller mencapai kedalaman 3-5 m berdiameter 7-10 m sesuai ukuran kapal. Kerusakan ini terjadi apabila kapal berusaha keluar dari lokasi sehingga butuh tenaga kuat dan putaran propeler yang tinggi, ini membuat cekungan dan menyebabkan karang terdorong dan terangkat sehingga karang patah dan berpindah tempat dari posisi semula.

Karang yang terlindas akan terlihat pada pecahan karang, patah dan biasanya ada bekas cat badan kapal yang menempel pada karang, sebagai bukti nyata bahwa badan kapal yang kandas telah menabrak karang tersebut.

Selain kerusakan karang akibat fisiknya kapal, muatan kapal juga dapat menyebabkan kematian karang. Kasus seperti ini pernah terjadi di Morowali, Sulawesi Tengah dimana ore nikel tumpah ke laut hingga dasar perairan. Disamping itu, karang dapat terdampak secara multi-stress dalam hal ini tanah ore nikel dapat menyebabkan sedimentasi.

perlu dibaca : Kapal Tanker Rusak Terumbu Karang di Alor. Bagaimana Selanjutnya?

 

Dampak tumpahan muatan kapal dimana koloni karang ditutupi sedimen dan tanah ore nikel di Morowali, Sulawesi Tengah. Foto: Ofri Johan

 

Data kerusakan ekologi terumbu karang

Data lain yang diperoleh dari lapangan termasuk tutupan karang hidup, karang mati (patahan karang, karang mati ditutupi alga, karang baru mati apabila baru kejadian) dari kedua lokasi terdampak dan lokasi kontrol.

Jenis karang terdampak dikelompokkan dalam karang lama tumbuh, sedang dan cepat tumbuh. Perhatian untuk lebih fokus pengambilan data pada karang yang lama tumbuh seperti karang Porites lutea, P. Lobata, Favia sp., Favites sp., Goniastrea sp., Symphyllia sp., Lobophyllia sp. dan Diploastrea sp.

Biasanya jenis-jenis karang inilah yang tergolong lama hingga sedang kecepatan tumbuhnya. Karang yang memiliki laju pertumbuhan cepat tidak akan membutuhkan waktu rehabilitasi yang lama dibandingkan dengan karang yang pertumbuhan laju pertumbuhan sedang, apalagi karang laju pertumbuhan lambat.

baca juga : Kapal Rusak Karang, Kado Pahit 27 Tahun Usia Penetapan TN Bunaken

 

Koloni karang dari kelompok pertumbuhan lambat terdampak oleh kapal kandas. Koloni karang terangkat, pecah, retak dan patah menjadi bagian kecil (gambar kanan). Kejadian di Perairan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Foto: Ofri Johan

 

Adapun lokasi kontrol akan dijadikan standar awal tutupan karang hidup dan kondisi kriteria lainnya sebelum kejadian kapal kandas, sehingga tidak merugikan pihak pemilik kapal dalam tuntutan jumlah biaya konpensasi dan restorasi nantinya.

Tahapan survei turun ke lokasi ini disebut juga proses verifikasi para ahli dengan adanya laporan kapal kandas sebelumnya, setelahnya dilakukan klarifikasi dan apabila luasan dan data ekologi sudah disepakati akan dilanjutkan dengan negosiasi dari tim valuasi ekonomi dengan pemilik kapal.

Pihak asuransi kapal untuk mendapatkan nilai dan harga konpensasi kerugian akibat dampak kerusakan terumbu karang, baik dampak langsung terhadap perekonomian masyarakat pesisir seperti terganggunya wilayah penangkapan, budidaya dan lokasi wisata. Pembahasan berlanjut pada biaya yang dibutuhkan untuk rehabilitasi karang terutama jenis-jenis karang terdampak dari kelompok karang lama tumbuh hingga laju pertumbuhan sedang.

Apabila biaya konpensasi sudah dibayarkan ke kas negara, maka komponen biaya rehabilitasi dapat dimanfaatkan sesuai dengan metode, proporsi jenis karang yang akan ditranplantasikan dan berapa lama monitoring serta perawatan dilakukan.

Semua tahapan sudah dilalui dan disepakati kedua belah pihak, maka sidang diluar pengadilan ini dapat dikatakan berjalan lancar. Apabila kesepakatan tidak tercapai, kasus dapat dilimpahkan ke pengadilan.

Semoga kita semua tetap menjaga kondisi terumbu karang dan berperan langsung atau tidak langsung dalam rehabilitasi, misalnya turut melaporkan kejadian kerusakan karang termasuk kapal kandas ini yang terjadi di wilayah Indonesia.

 

***

 

*Dr. Ofri Johan, S.Pi., M.Si. Peneliti pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebelumnya Peneliti di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

 

**Yoki Jiliansya, S.Pi, M.Si  dan ***Saiful Bahri, M.Si. Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP

 

 

Exit mobile version