Mongabay.co.id

Begini Implementasi Ekonomi Biru di Laut Natuna dan Natuna Utara

 

Menjelang diberlakukan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, Pemerintah Indonesia bekerja keras untuk menurunkan aksi penangkapan ikan dengan cara ilegal, tak terlaporkan, dan melanggar regulasi (ilegal, unreported and unregulated fishing/IUUF). Upaya tersebut dilakukan, agar kebijakan bisa memberi manfaat lebih maksimal.

Di antara upaya untuk mencegah IUUF terjadi, adalah dengan meningkatkan kemampuan aparat di lapangan dalam melakukan deteksi dini praktik pelanggaran. Demikian diungkapkan Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KKP) I Nyoman Radiarta belum lama ini di Subang, Jawa Barat.

Menurut dia, penguatan aparat di lapangan sangat diperlukan, karena ada banyak hal yang bisa mendorong terjadinya aktivitas IUUF. Untuk itu, perlu dilakukan kolaborasi antara BRSDM KP dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.

Dengan melakukan penguatan aparat di lapangan, maka pengawasan juga bisa berjalan lebih baik lagi dibandingkan sebelumnya. Terutama, lokasi perairan yang dinilai sangat rawan dan menjadi favorit bagi pelaku IUUF untuk melaksanakan kegiatan tidak terpuji tersebut.

“Komitmen ini merupakan implementasi program prioritas KKP, yaitu penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur untuk keberlanjutan,” jelas Radiarta.

baca : Banyak Kapal Asing di Natuna, Sayangnya Patroli Laut Terbatas

 

Peserta Pelatihan Teknis Pengawas Perikanan KKP untuk penguatan pencegahan praktik Illegal, Unreported, Unregulated (IUU) Fishing yang diselenggarakan oleh BRSDM KKP dan Ditjen PSDKP KKP. Foto : KKP

 

Namun, selain untuk tujuan di atas, penguatan aparat di lapangan juga bertujuan agar program prioritas KKP lainnya bisa berjalan baik dan bisa menyesuaikan dengan target yang sudah ditetapkan. Sebut saja, peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Penguatan juga dilakukan, karena tugas pengawasan dan penegakkan hukum di bidang perikanan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa pengawasan Sumber Daya Ikan (SDI) menjadi tugas yang diberikan kepada KKP untuk keberlanjutan pengelolaan SDI. Oleh karena itu, IUUF perlu ditekan untuk mendorong pemanfaatan SDI yang optimal dan tercapainya kesejahteraan pelaku utama.

Selain itu, juga untuk meningkatkan pembangunan ekonomi nasional melalui peningkatan devisa negara dari bidang perikanan. Pada pelaksanaan di lapangan, dibutuhkan peran pengawas perikanan yang cakap untuk mendorong terciptanya pemanfaatan SDI.

Adapun, bentuk penguatan aparat yang akan bertugas di lapangan, dilakukan dengan memberikan pelatihan teknis pengawas perikanan di seluruh Indonesia. Dengan demikian, diharapkan para pengawas perikanan dapat memahami tentang tugasnya di lapangan dengan baik dan tepat.

Di lapangan, petugas harus melaksanakan tugas untuk pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan, usaha pengolahan ikan, distribusi hasil ikan, budi daya perikanan, penangkapan ikan, ketaatan operasional kapal perikanan, serta tindak pidana kelautan dan perikanan.

baca juga : KKP dan TNI AL Tangkap Kapal Ilegal, Nelayan Natuna Terus Menjerit

 

Proses penangkapan satu dari enam kapal ikan asing berbendera Vietnam yang ditangkap di Laut Natuna Utara pada Minggu (16/5/2021) oleh kapal pengawas KP Hiu Macan 01. Foto : Ditjen PSDKP KKP

 

Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP KKP Suharta mengatakan, sesuai UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), kegiatan pengawasan perikanan harus dilakukan dengan cara terintegrasi. Termasuk, dengan memastikan pelaku usaha melakukan proses perizinan usaha berbasis resiko.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan selalu berkampanye untuk terus meningkatkan pengawasan di wilayah laut, baik yang berada di perairan teritorial maupun Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Menurut dia, langkah tersebut dilakukan bukan untuk memerangi IUUF saja, namun juga untuk menjaga kelestarian ekosistem laut secara berkelanjutan. Karena itu, penguatan pengawasan di laut menjadi hal yang mutlak melalui peningkatan kualitas SDM.

Salah satu wilayah perairan yang selalu menjadi tujuan kegiatan IUUF karena dikenal dengan potensi ekonomi yang besar, adalah Laut Natuna dan Natuna Utara yang secara administrasi masuk ke dalam wilayah enam provinsi dan 30 kabupaten/kota, salah satunya Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Laut Natuna dan Laut Natuna Utara masuk dalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711.

Di perairan tersebut, hampir selalu ada aktivitas IUUF di setiap waktu sepanjang tahun. Para pelaku IUUF, biasanya didominasi oleh kapal ikan asing (KIA) dengan bendera Vietnam, dan kemudian KIA berbendera Malaysia, Filipina, dan bendera negara lainnya.

baca juga : KIA Vietnam Makin Berani di Natuna, Nelayan: Kami Mau Makan Apa?

 

Seorang ABK kapal asing Vietnam yang melakukan pencurian ikan di Natuna pada April 2022. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Namun, agar potensi ekonomi yang sangat besar tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan rencana dengan menggunakan prinsip ekonomi biru. Semua potensi yang ada diharapkan bisa bermanfaat untuk ekonomi dan ekologi secara bersamaan.

Pemanfaatan dengan cara tersebut bisa terwujud, karena Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) Laut Natuna-Natuna Utara sudah resmi diterbitkan.

Aturan RZ KAW sendiri merupakan prasyarat penerbitan izin berusaha di ruang laut berupa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

“Tanpa adanya rencana zonasi, maka prasyarat perizinan usaha berupa KKPRL tidak bisa diterbitkan dan kegiatan usaha tidak bisa dilakukan,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo beberapa waktu lalu di Jakarta.

Dengan terbitnya Perpres 41/2022, para pelaku usaha diimbau untuk segera mengajukan PKKPRL sebagai salah satu syarat pemanfaatan ruang laut secara legal dan berkelanjutan. Dengan demikian, potensi ekonomi yang ada di Laut Natuna dan Natuna Utara bisa dimanfaatkan secara legal.

 

Potensi Ekonomi

Victor mengatakan, penetapan Perpres menjadi momentum penting karena Pemerintah saat ini tengah mendorong investasi untuk memulihkan kondisi perekonomian nasional yang sudah terdampak oleh pandemi COVID-19. Adapun, kegiatan investasi tetap mempertimbangkan aspek ekologi untuk menjaga kesehatan ekosistem laut.

Adapun, beragam potensi ekonomi yang ada di perairan Natuna, mencakup perikanan tangkap dan budi daya, pemasangan kabel telekomunikasi dan pipa bawah laut, eksplorasi minyak dan gas, wisata bahari, dan jalur pelayaran kapal lintas antarnegara.

“Di wilayah Laut Natuna-Natuna Utara juga terdapat wilayah konservasi,” lanjutnya.

baca juga : Laut Natuna Diatur Zonasi, Nelayan: Jangan Batasi Kami

 

Padatnya lalu lintas kapal-kapal kargo di Selat Malaka menuju Singapura. Perairan selat Malaka merupakan jalur pelayaran tersibuk di dunia. Foto : shutterstock

 

Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menambahkan, kehadiran Perpres RZ KAW akan memicu perbaikan tata kelola semua kegiatan ekonomi yang ada di Laut Natuna dan Natuna Utara. Itu artinya, diharapkan tidak akan ada lagi tumpang tindih area antara satu dengan yang lain dan berpotensi bisa mengganggu operasional kegiatan.

Menurut dia, pengaturan dilakukan untuk memastikan kegiatan ekonomi dan kelestarian ekosistem bisa berjalan berkelanjutan sesuai prinsip ekonomi biru. Dengan kata lain, Perpres akan menertibkan semua kegiatan ekonomi yang sebelumnya masih semrawut.

“Dengan adanya Perpres ini, apakah itu alur kabel laut, migas, dan kegiatan lainnya, bisa dipercepat proses (PKKPRL)-nya karena sudah ada dasar ruangnya di mana, yang sudah diatur sedemikian rupa dan dipastikan tidak mengganggu satu sama lain,” terang dia.

Sedangkan Guru Besar Ilmu Ekologi Pesisir IPB University Dietriech G. Bengen menanggapi tentang Perpres RZ KAW Laut Natuna-Natuna Utara sebagai kemajuan yang bisa membawa dampak positif pada keberlanjutan ekosistem laut.

Selain itu, kehadiran regulasi tersebut juga diyakini akan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di sekitar Kabupaten Natuna. Khususnya, mereka yang beraktivitas pada sektor kelautan dan perikanan, baik yang berada di laut ataupun daratan.

“Kita harapkan saat implementasi dapat mendukung kelautan dan perikanan dengan berprinsip keberlanjutan, yaitu keberlanjutan sumber daya alam serta prinsip partisipasi keterlibatan masyarakat lokal dan pihak terkait untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di sana,” urainya.

baca juga : Ini Target Pemerintah Selesaikan Rencana Zonasi Pemanfaatan Ruang Laut Indonesia

 

Seorang nelayan tradisional dari Pulau Batam, Kepulauan Riau, yang melaut di daerah perbatasan antara Singapura-Indonesia. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Asisten Operasi Survei dan Pemetaan Pusat Hidro Oseanografi TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama TNI Dyan Primana Sobarudin yang hadir pada kegiatan yang sama, juga memberikan tanggapannya tentang kehadiran Perpres 41/2022.

Menurut dia, potensi ekonomi di dua perairan tersebut memang sangat besar dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi nasional. Untuk alur pelayaran misalnya, kedua perairan tersebut terkenal sangat padat karena menjadi jalur utama pelayaran untuk kapal laut dari Asia Timur dan Pasifik.

Kemudian, ada juga potensi ekonomi yang berasal dari keberadaan kabel telekomunikasi dan pipa bawah laut yang jumlahnya sangat banyak. Semua potensi tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik dan bisa dikelola tanpa harus berbenturan dengan kebijakan yang lain.

“Perpres RZ KAW ini juga tidak akan mengganggu mata pencaharian nelayan,” tegas dia.

Dengan adanya Perpres tersebut, justru pengaturan zonasi akan membuat nelayan jauh lebih mudah dalam mencari ikan. Hal itu, karena lokasi yang ditetapkan untuk area tangkapan ikan dilakukan melalui kajian berbagai aspek.

“Baik itu keselamatan maupun jumlah potensi sumber daya perikanan yang ada di ruang laut,” tambah dia.

Dyan Primana Sobarudin menerangkan, dengan adanya Perpres RZ KAW Laut Natuna-Natuna Utara, itu akan membantu nelayan menjadi lebih mudah dalam menentukan lokasi tangkapan ikan. Nelayan tidak perlu lagi pusing karena takut area tangkapan ikan akan beririsan dengan lokasi kabel pipa bawah laut, konservasi, ataupun jalur migas.

Itu artinya, penentuan lokasi tangkapan ikan bagi nelayan, akan menyelamatkan diri nelayan dan juga lingkungan di laut. Lantaran, jika terjadi peristiwa yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, ada ancaman yang tidak bisa dihindari dan harus dihadapi para nelayan, seperti bila kabel komunikasi putus bakal berdampak luas.

perlu dibaca : Kabel Laut Makin Banyak Tapi Semrawut. Bagaimana Solusinya?

 

Ilustrasi. Kabel bawah laut. Foto : shutterstock

 

Selain berdampak positif pada optimalisasi potensi ekonomi, kehadiran Perpres 41/2022 juga akan berdampak positif pada penguatan aspek pertahanan dan keamanan Negara. Hal tersebut, karena letak geografis Natuna berhadapan langsung dengan negara tetangga di Asia Tenggara.

Tentang pertahanan dan keamanan Negara tersebut, Direktur Wilayah Pertahanan Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksmana Pertama TNI Idham Faca menyebut bahwa itu akan berfokus pada pengembangan pertahanan dengan penambahan kekuatan.

“Jadi ekonomi tetap jalan, pertahanan juga tetap jalan,” tutur dia.

Diketahui, luas kawasan Laut Natuna dan Natuna Utara mencapai 628.300,5 kilometer persegi (km2) yang melingkupi enam provinsi dan 30 kabupaten/kota. Perairan ini juga meliputi kawasan konservasi dan menjadi lokasi migrasi sejumlah biota laut seperti penyu, tuna, serta mamalia laut lainnya.

 

 

Exit mobile version