Mongabay.co.id

Membumikan Prinsip Ekonomi Biru di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil

 

Penerapan prinsip ekonomi biru dalam semua program kerja yang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), diklaim akan menghadirkan manfaat yang banyak dan bisa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Manfaat tersebut, akan menciptakan peluang usaha dan lapangan pekerjaan dalam jumlah besar. Dengan demikian, masyarakat dipastikan akan terlibat dalam semua program kerja tersebut, sehingga akan bisa membantu pengembangan ekonomi mereka masing-masing.

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada pekan lalu di Jakarta, menjelaskan bahwa program ekonomi biru yang dimaksud adalah kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota, serta pengembangan budi daya laut, pesisir, dan air tawar.

Dia mengatakan, khusus untuk kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, akan ada manfaat ekonomi berlipat ganda yang bisa dirasakan oleh para pihak terkait. Terutama, tenaga kerja, industri perikanan, dan aktivitas perikanan lainnya.

“Perputaran uang yang diperoleh akan mencapai sekitar Rp407 triliun per tahun. Seluruh aktivitas penangkapan ikan terukur akan dipantau melalui sistem pengawasan berbasis satelit,” ungkap dia.

Selain dari penangkapan ikan terukur berbasis kuota, manfaat secara ekonomi yang berlipat ganda juga bisa dirasakan dari kegiatan budi daya perikanan. Fokusnya, adalah mengembangkan udang, kepiting, lobster, dan rumput laut.

“Keempatnya merupakan produk perikanan unggulan ekspor Indonesia dan potensi penyerapan komoditas tersebut di pasar global sangat besar,” sebut dia.

baca : Karbon Biru dalam Ekonomi Biru di Perairan Laut Indonesia

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada pekan lalu di Jakarta, menjelaskan program ekonomi biru yaitu kebijakan penangkapan terukur berbasis kuota, serta pengembangan budi daya laut, pesisir, dan air tawar. Foto : KKP

 

Sakti Wahyu Trenggono menerangkan, upaya untuk menggenjot produksi perikanan budi daya, karena ada tujuan yang ingin dicapai, yaitu bagaimana budi daya bisa mengurangi jumlah tangkapan yang memiliki kontribusi signifikan di laut.

Dengan demikian, diharapkan populasi ikan bisa tetap terjaga dengan baik dan sekaligus bisa melindungi jenis ikan tertentu untuk ditangkap. Selain itu, rumput laut juga berperan penting dari budi daya, karena ada nilai strategis untuk menyerap karbon dan menjadi bahan baku utama untuk industri-industri lain.

Adapun, empat komoditas budi daya perikanan yang dikembangkan, diklaim juga akan membuka peluang usaha untuk masyarakat pelaku usaha dari hulu hingga ke hilir. Dari situ, daya serap terhadap tenaga kerja juga diharapkan bisa terus berkembang menyesuaikan kebutuhan dunia usaha.

Contohnya, nilai ekspor udang nasional terus mengalami peningkatan setiap tahun, meski sedang pandemi COVID-19. Rincinya, pada 2020 nilainya mencapai USD2,04 miliar, dan meningkat menjadi USD2,2 miliar pada 2021. Begitu pula dengan rumput laut, permintaan cukup tinggi khususnya dari pasar Tiongkok.

“KKP memandang ekonomi biru sebagai salah satu acuan utama untuk membuat laut Indonesia berkelanjutan dan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Strategi untuk mewujudkan komitmen tersebut adalah dengan mengembangkan tiga pilar utama ekonomi biru, yaitu ekologi, ekonomi, dan sosial,” pungkasnya.

baca juga : Ekonomi Biru untuk Menjaga Ekosistem Laut dan Pesisir

 

Aktivitas bongkar muatan hasil tangkapan ikan di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, Kota Tegal, Jawa Tengah. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Selain melalui program prioritas, ekonomi biru juga diterapkan melalui program perluasan kawasan konservasi laut, pengelolaan sampah laut, dan melakukan pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan, penerapan prinsip ekonomi biru dilaksanakan melalui optimalisasi peran ruang laut yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi nasional, dan menjaga kedaulatan Negara.

Dia meyakini, menerapkan prinsip ekonomi biru berarti menjaga kesehatan laut dan keberlanjutannya agar bisa dinikmati oleh semua generasi hingga masa mendatang. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan ekologi di waktu yang sama.

“Karena itu output dari penerapan blue economy dibungkus dalam regulasi dan program-program kerja yang tujuannya untuk menyeimbangkan ekologi dan ekonomi,” terang dia belum lama ini.

Untuk program perluasan kawasan konservasi dan pengelolaan sampah plastik di laut, itu menjadi bagian utama dari program kerja KKP dengan menggunakan prinsip ekonomi biru. Keduanya dilaksanakan sepanjang tahun ini, dan menjadi bagian dari mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Dengan terus bertambahnya kawasan konservasi yang semakin luas, maka manfaat ekonomi dan ekologi juga bisa dioptimalkan secara bersamaan. Imbasnya, sumber daya ikan akan berlimpah jumlahnya dan peluang perdagangan karbon dari ekosistem pesisir juga akan bisa terwujud.

baca juga : Ini Rekomendasi Perguruan Tinggi untuk Perbaikan Pengelolaan Perikanan Indonesia

 

Sejumlah nelayan perempuan mengumpulkan hasil tangkapan ikan di kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto : A. Asnawi/Mongabay Indonesia

 

Victor Gustaaf Manoppo meyakini, target dua juta hektare kawasan konservasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, optimis bisa dicapai pada akhir 2022 nanti. Saat ini, luasan yang sudah dicapai mencapai 1,73 juta ha atau 73 persen dari target tersebut.

“Sampai akhir tahun saya yakin bisa melebihi target,” ucap dia.

Secara nasional, luas kawasan konservasi yang dikelola oleh KKP, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Pemerintah Daerah sudah mencapai 28,4 juta ha. Namun, dia menyebut kalau target bukan hanya mencakup luasan saja, namun juga meningkatkan kualitas kawasan konservasi.

“Keuntungannya stok ikan bisa kita jaga, plus kita bisa dapatkan nilai karbon yang dihasilkan oleh kawasan konservasi,” tutur dia.

 

Pemulihan Pesisir

Selain kawasan konservasi, penerapan prinsip ekonomi biru juga dilakukan dengan memulihkan ekosistem perairan pesisir dengan penanaman kembali mangrove. Untuk 2022 ini, target pemulihan mencapai 200 ha dan sudah tercapai seluas 168 ha.

Khusus untuk pengelolaan sampah di laut, KKP akan menggandeng kementerian/lembaga (K/L) lain, Pemerintah Daerah, dan juga para pelaku usaha. Kerja sama tersebut diharapkan bisa menghasilkan pengelolaan sampah yang bermanfaat secara ekonomi dan menghasilkan produk turunan bernilai jual tinggi.

Tak cukup itu, upaya untuk mengelola sampah plastik di laut juga dilakukan KKP dengan melibatkan peran aktif nelayan di pesisir. Namun, rencana khusus untuk berlayar sebulan penuh mengambil sampah, sampai sekarang masih dalam tahap pematangan.

Dari sisi menjaga kedaulatan Negara, KKP juga memfasilitasi empat dari enam sertipikasi pulau-pulau kecil/terluar (PPKT) yang ditargetkan sepanjang 2022. Dengan demikian, telah terbit 54 sertipikat PPKT yang menjadi dasar mempertahankan kedaulatan negara di mata internasional.

“Sertifikasi ini penting karena berkaitan dengan kedaulatan negara,” pungkas dia.

baca juga : Siasat Mempertahankan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Ekonomi Biru

 

Pulau Bungin Bella di Kawasan TN Taka Bonerate, Sulsel. Foto : Asri/TN Takabonerate/Mongabay Indonesia

 

Pentingnya menjaga keseimbangan ekonomi dan ekologi di laut juga dikampanyekan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Komitmen tersebut disuarakan di antara negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Deputi Bidang Koordinasi Sumber daya Maritim Kemenko Marves Jodi Mahardi menyatakan, menjaga keberlanjutan laut berarti menjaga ekosistem pesisir dan laut yang berperan sangat penting. Bukan hanya untuk Indonesia, namun juga bagi skala regional dan global.

Kepada para delegasi yang bertemu secara virtual, dia menjelaskan bahwa prioritas agenda biru Indonesia mencakup restorasi ekosistem pesisir, ekonomi biru berkelanjutan, konservasi laut, serta perikanan tangkap dan budi daya.

Agar agenda biru nasional bisa berjalan sesuai rencana, Pemerintah Indonesia mengembangkan struktur pendanaan yang bisa mendukung langsung pengembangan ekonomi biru berkelanjutan. Di antaranya adalah konsep Blue Halo S, sebuah inovatif pendanaan yang mendukung perikanan berkelanjutan, serta blended finance yang mendukung tujuan SDGs.

Salah satu yang diperkenalkan kepada negara anggota PBB, adalah platform Ocean 20 (O20) yang diharapkan bisa menjadi kelompok kerja (working group) baru pada konferensi tingkat tinggi negara 20 (KTT G20) 2023 yang akan dilaksanakan di India.

Work group O20 tersebut nantinya menjadi arena penyusunan kesepakatan yang berkenaan dengan keberlanjutan kelautan. Hal tersebut menjadi penting, karena negara anggota G20 menempatkan laut sebagai bagian penting dalam pertumbuhan ekonomi.

“Kami melihat banyak potensi kerja sama kelautan yang dapat dilaksanakan bersama PBB. Blue agenda yang kami sampaikan saat ini menjadi program prioritas nasional. Sejumlah program pemanfaatan sumber daya untuk mencapainya juga sudah kami lakukan,” tuturnya.

 

Sejumlah perahu nelayan tradisional ditambatkan di pantai timur Pangandaran, Jawa Barat. Foto : shutterstock

 

Berkaitan dengan peluang Indonesia menjadi pemimpin untuk isu kelautan global, Jodi Mahardi menyebut kalau Pemerintah Indonesia harus bisa fokus untuk mengelola isu kelautan di dalam negeri lebih dahulu.

“Dengan luas teritorial 75 persen adalah laut, hal tersebut dapat menjadi contoh nyata bagi negara lain,” tutur dia.

Agar pengalaman Indonesia bisa dirasakan oleh negara lain, keterlibatan PBB juga menjadi suatu hal yang mutlak diperlukan. Terlebih, karena tenaga kerja bidang kelautan dan kemaritiman juga memerlukan pengembangan kapasitas.

Beruntung, Pemerintah Indonesia sudah menjalin kerja sama dengan ILO untuk mengembangkan kapasitas SDM tersebut. Dengan demikian, saat para pekerja sedang berada di alam, diharapkan mereka bisa turut mendukung keberlanjutan ekosistem di laut dan pesisir.

Kepala Perwakilan PBB untuk Indonesia Valerie Julliand mengapresiasi apa yang sedang dilakukan oleh Indonesia saat ini. Menurut dia, sudah seharusnya jika Indonesia menjadi pemimpin di antara negara pulau dan kepulauan yang ada saat ini.

Hal itu, karena Indonesia memiliki bentang alam pesisir yang luas dan dilengkapi dengan keanekaragaman hayati laut yang sangat kaya. Dengan kekayaan tersebut, Indonesia pasti berpengalaman dalam banyak hal di laut.

“Indonesia adalah negara yang besar dan terus berkembang. Namun Indonesia saat in masih banyak bergantung pada sumber daya alam. Padahal ada potensi sumber daya lain yang juga cukup besar yaitu sumber daya manusia,” jelas dia belum lama ini di Jakarta.

 

Terumbu karang yang ditemukan di perairan Jemeluk, Karangasem, Bali. Foto : shutterstock

 

Namun, dia menyebut kalau tugas untuk meningkatkan kapasitas SDM bukan melulu harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Lebih dari itu, harus ada keterlibatan para pihak yang memiliki kepentingan kuat untuk memanfaatkan sektor kelautan dan perikanan.

Dia menyebut, salah satu lembaga yang memiliki kapasitas untuk meningkatkan SDM, adalah Organisasi Buruh Internasional PBB (ILO) yang secara reguler memiliki program khusus untuk meningkatkan kapasitas SDM.

Melalui keterlibatan ILO, dia yakin para nelayan Indonesia dan tenaga kerja yang berkarir di sektor kelautan dan perikanan bisa dilatih untuk meningkatkan SDM mereka masing-masing. Dengan demikian, semuanya bisa berkontribusi pada agenda nasional yang dijalankan Pemerintah.

 

Exit mobile version