Mongabay.co.id

Menangkan Gugatan Sengketa Informasi, JURnal Celebes Dorong Transparansi Informasi PSDA

 

Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURnal) Celebes berhasil memenangkan gugatan sengketa informasi terhadap Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) Sulawesi Selatan dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Luwu Timur, di Komisi Informasi (KI) Provinsi Sulsel. Kedua lembaga tersebut diwajibkan memberikan data dan transparan terkait data perizinan tambang di Sulsel.

Dimenangkannya gugatan sengketa informasi ini dinilai sebagai momentum untuk mendorong transparansi informasi terkait pengelolaan sumber daya alam, khususnya di bidang pertambangan. Selama ini, menurut Mustam Arif, Direktur Eksekutif JURnal Celebes, salah satu hambatan utama dalam tata kelola sumber daya alam berkelanjutan, terutama di sektor industri ekstraktif adalah krisis transparansi informasi.

“Transparansi informasi adalah inti dari demokrasi pengelolaan sumber daya alam, tetapi di sisi inilah menjadi wilayah gelap kuasa kebijakan dan korporasi bermanipulasi melalui produk perizinan. Sehingga jangan heran kalau sesuai data Komisi Pemberantasan Korupsi, korupsi di sektor perizinan menempati urutan kedua dalam kasus korupsi di Indonesia saat ini,” katanya kepada Mongabay, di Makassar, Senin (8/8/2022).

Menurut Mustam, selama ini banyak terjadi manipulasi perizinan di sektor pengelolaan sumber daya alam terutama di sektor pertambangan. Persyaratan-persyaratan formal sementara sering dilakukan dengan proses manipulatif termasuk transparansi publik. Masyarakat diklaim telah mengetahui dan terlibat dalam proses. Padahal kerap terjadi hanya klaim keterlibatan yang tidak representatif, malah ada pemalsuan administrasi.

baca : Muhammad Al Amin: dari Tambang Pasir Laut hingga Krisis Ekologi di Sulsel

 

Sidang sengketa informasi di kantor Komisi Informasi Sulsel, Senin (11/7/2022) memenangkan gugatan JURnal Celebes terkait informasi tambang di Luwu Timur atas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi (DPMPTSP) Sulsel. Foto: JURnal Celebes.

 

“Ada perusahaan tambang di kawasan hutan yang mestinya tidak bisa beroperasi tanpa ada izin meminjam kawasan hutan. Tetapi kami temukan ada perusahaan tambang yang beroperasi tanpa ada Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan,” lanjutnya.

Karena transparansi informasi menjadi wilayah gelap untuk bermain-main korupsi sumber daya alam, kataya, maka masyarakat pun kemudian sulit mendapatkan informasi terkait pengelolaan SDA, terutama di sektor perizinan.

Dikatakan Mustam, informasi dan transparansi yang menjadi hak masyarakat sulit diperoleh dari institusi pemerintah yang dimandati mengatur, mengawasi tata kelola sumber daya alam. UU Keterbukaan Informasi Publik dan mandat Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dilaksanakan oleh instansi pemerintah (badan publik) dengan setengah hati karena dianggap rentan dalam melindungi kepentingan kuasa kebijakan dan korporasi.

“Karena itu, keterbukaan informasi dan transparansi pengelolaan SDA perlu terus didorong karena dari sisi inilah ke depan akan menentukan SDA bisa dikelola secara berkelanjutan atau terjadi krisis SDA dan degradasi lingkungan. Akan membuat makin banyak koruptor memenuhi penjara apabila KPK masih kuat,” tambahnya.

Rizal Fauzi, pengamat kebijakan publik dari Universitas Hasanuddin Makassar, menyambut positif apa yang telah dilakukan JURnal Celebes dan atas respons Komisi Informasi Sulsel atas tuntutan tersebut.

“Ini patut kita apresiasi. Hal ini menandakan bahwa partisipasi kelompok sipil sudah tepat menempuh jalur formal dalam mengakses dokumen perizinan tersebut. Dengan adanya kajian tersebut, advokasi dapat dilakukan lebih komprehensif dengan kajian pembanding dan advokasi lapangan nantinya,” katanya.

Di sisi lain, Rizal menyayangkan sikap pemerintah provinsi dan kabupaten yang baru memberikan dokumen tersebut melalui mediasi komisi informasi. Hal ini dinilai melanggar ketentuan UU No.14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan tidak menerapkan beberapa prinsip good governance yakni transparansi.

“Seharusnya data perizinan lingkungan itu harus terbuka ke publik agar dapat dilakukan pengawasan bersama masyarakat. Hasil kajian tentang analisis dampak lingkungan yang menjadi landasan aktivitas tambang tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini publik dapat melakukan kajian pembanding sebelum beroperasinya pertambangan tersebut,” katanya.

baca juga : Nurdin Abdullah: Sawit dan Tambang Bukan untuk Sulawesi Selatan

 

Lima orang perwakilan Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulawesi Selatan yang dikuasakan Pemohon (JURnaL Celebes) menghadiri sidang pemeriksaan awal di kantor Komisi Informasi Provinsi Sulsel, Kamis (4/8/2022). Sulsel. Foto: JURnal Celebes.

 

Menurut Rizal, memang tidak bisa dipungkiri bahwa sejak perubahan UU No.32/2004 ke UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menempatkan kewenangan pertambangan di tingkat provinsi membuat publik semakin sulit mengakses informasi.

“Padahal dengan kemajuan teknologi, harusnya akses ke publik lebih mudah serta tidak perlu melewati banyak prosedural, karena pada prinsipnya keterbukaan informasi tersebut memberi ruang kepada publik untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan maupun pengawasannya.”

Rizal menambahkan bahwa prinsip good governance harus selalu diterapkan, termasuk bidang perizinan lingkungan, khususnya perizinan tambang. Sebabnya, perizinan tambang ini sangat rawan untuk disalahgunakan dan jika tidak melalui proses yang profesional maka akan berdampak pada kerugian masyarakat sekitar dan tidak sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

 

Gugatan JURnal Celebes

Dilaksanakannya sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Sulsel dilakukan karena dua badan publik itu dianggap tidak memenuhi dan mengabaikan permohonan informasi yang diajukan JURnaL Celebes sebelumnya.

Sidang sengketa pertama adalah antara JURnal Celebes dan DPMPTSP Provinsi Sulsel, dilaksanakan pada 11 dan 18 Juli 2022 lalu. Pada sidang pertama 11 Juli 2022, dihadiri langsung Kepala Dinas DPMPTSP Sulsel, Sulkaf S. Latief, sebagai pihak tergugat atau termohon.

Pada sidang pertama ini, Sulkaf menyampaikan permohonan maaf kepada JURnaL Celebes karena staf DPMPTSP Sulsel tidak sempat membalas permohonan informasi yang diajukan. Sidang kemudian dilanjutkan dengan mediasi pada 18 Juli 2022, di mana termohon antara lain menyatakan akan memperlihatkan dokumen satu perusahaan tambang di Luwu Utara dan satu perusahaan tambang di Luwu Timur.

baca juga : Catatan Akhir Tahun WALHI Region Sulawesi: Industri Nikel Ancam Sulawesi

 

Lokasi pertambangan PT. Citra Lampia Mandiri di Kabupaten Luwu Timur, Sulsel. Foto : PT. Citra Lampia Mandiri

 

Sidang sengketa informasi selanjutnya dengan tergugat DLH Luwu Timur digelar Kamis 4 Agustus 2022, di mana lima orang perwakilan Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulawesi Selatan yang dikuasakan Pemohon (JURnaL Celebes) menghadiri sidang pemeriksaan awal. KATA Sulawesi Selatan sendiri adalah koalisi terdiri atas 8 organisasi masing-masing; JURnaL Celebes, LBH Makassar, Walhi Sulawesi Selatan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Sulawesi Selatan, Perkumpulan Wallacea, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri, Yayasan Lapar Sulsel, dan Environmental Law Forum (ELF) Universitas Hasanuddin.

Termohon PPID DLH Kabupaten Luwu Timur pada sidang tersebut kemudian memberikan dokumen lingkungan ke pemohon seperti dokumen lingkungan PT. Citra Lampia Mandiri antara lain, Dokumen Ringkas Eksekutif (RE) Laterit Besi tahun 2008, Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Laterit Besi tahun 2009, dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) pertambangan nikel tahun 2009 dan dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) pertambangan nikel tahun 2009. Sementara untuk dokumen lingkungan PT. Panca Digital Solution (PDS), termohon menyatakan bahwa bukan kewenangan DLH Lutim, tapi kewenangan DPLH Sulsel.

Menurut Muhammad Taufik Parende, kuasa pemohon dari JURnaL Celebes, pengajuan permohonan informasi ke kedua institusi pemerintah tersebut dimaksudkan sebagai bahan penelitian dalam memberikan masukan dan saran kepada pengambil kebijakan untuk memperkuat perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

“Kami berpandangan bahwa kerja-kerja pemantauan, pengawasan, pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam dan lingkungan hidup bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi semua pihak bisa berkolaborasi dalam upaya mewujudkan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan. Karena itu, dokumen lingkungan hidup yang dimohonkan oleh JURnaL Celebes adalah untuk mengetahui sejauh mana kepatuhan perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam oleh perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan nikel, dan bagaimana proses pengawasan dan pemantauan sumber daya alam yang dilakukan oleh dinas terkait,” katanya.

 

Exit mobile version