Mongabay.co.id

Cerita Warga Terdampak PLTU Indramayu di HUT Kemerdekaan Indonesia

 

 

 

Puluhan warga Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berjalan beriringan menuju lapangan terbuka di dekat PLTU, Rabu pagi (17/8/22). Mereka membawa berbagai hasil tani seperti padi, pisang, bawang dan lain-lain. Beberapa di antara mereka mengenakan kebaya dipadu topi caping petani. Sebagian lagi membawa nasi tumpeng.

Poster-poster dari kertas karton bertuliskan penolakan pembangunan PLTU juga mereka bawa. Bendera merah putih berkibar memeriahkan karnaval yang mereka gelar guna memperingati Hari Kemerdekan Indonesia yang memasuki 77 tahun.

Derap langkah mereka diiringi sholawat. Seorang lelaki bertindak sebagai orator berkali-kali memekikkan semangat memecah kesunyian.

“Tolak PLTU!!!”

“Tolak!!!”

Setibanya di lapangan, mereka berbaris dengan rapi. Seorang lelaki membacakan doa untuk keselamatan dan kelancaran acara. Tak lama seorang pimpinan upacara mengambil alih komando. Tiga perempuan bertugas membawa baki terdapat bendera merah putih, maju ke tiang buat pengibaran bendera.

“Kepada sang bendera merah putih, hormat grak!!!”

 

Baca juga: Berkonflik dengan PLTU Indramayu II Berbuntut Penangkapan, Warga Mekarsari Lapor Komnas HAM

Para perempuan Desa Mekarsari, Indramayu, merayakan HUT Kemerdekaan RI di dekat PLTU Indramayu. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Lagu Indonesia raya berkumandang. Upacara kenaikan bendera merah putih itu berjalan begitu khidmat.

Di belakang mereka, pada cerobong asap PLTU Indramayu I terus mengeluarkan asap hitam pekat.

Situasi semarak yang pagi itu, kontras dengan kekhawatiran yang mereka rasakan. PLTU Indramayu I berkapasitas 3X330 MW itu telah menyebabkan banyak kerugian warga seperti gagal panen, polusi udara, ruang hidup hilang dan kesehatan buruk terus mengintai mereka. Saat ini, kekhawatiran mereka berlipat ganda dengan rencana pembangunan PLTU Indramayu II berkapasitas 1X1.000 MW.

Surmi, buruh tani di Desa Mekarsari, mengatakan, alami gangguan mata. Dulu penglihatan normal, bisa melihat dengan jelas. Kejadian dua tahun lalu, membuat pandangan matanya menjadi kabur.

Kala itu, dia sedang ngarit rumput di lahan garapan dekat PLTU Indramayu, asap tebal membumbung tinggi dan pekat mengenai matanya.

“Itu kayak asap meledak. Tebal sekali asapnya dari bawah dan hitam banget. Gedung sampai enggak kelihatan. Enggak tahu pembakaran apa. Saya sampai takut sendiri. Pas saya di situ angin dari barat. Saya lari menghindar. Mata perih dan gelap,” katanya.

Imbas dari peristiwa itu, pandangan mata Surmi jadi kabur. Dia sudah beberapa kali melakukan pengobatan ke rumah sakit di Cirebon hingga harus menjalani operasi mata. Hingga kini penglihatan belum membaik sepenuhnya.

Dia juga sering sesak napas.

 

Baca juga: Warga Mekar Sari Khawatir Daya Rusak Pembangkit Batubara Sesi II Indramayu

Suara warga terdampak PLTU Indramayu di HUT Kemerdekaan RI. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Suami Surmi pun juga sering gatal-gatal dan sesak napas.

“Teman-teman saya ada enam orang yang sudah meninggal juga karena sesak napas.”

Surmi buruh tani sejak kecil. Dia bahkan tak sempat menyelesaikan pendidikan sekolah dasar. Tak bisa membaca dan menulis. Dia khawatir kalau bangun lagi PLTU makin mengancam sumber kehidupannya.

“Saya nanti bagaimana kalau dibangun PLTU? Mata pencaharian dari mana? Susah. Untuk anak cucu saya nanti bagaimana? Orang saya kerjanya itu-itu saja. Saya kan tidak sekolah, ya jadi buruh tani terus dari kecil.”

Sejak ada PLTU I, sudah menyebabkan banyak kerugian. Tanaman kelapa warga banyak mati. Tanaman pisang pun kena penyakit.

“Pisang dalam batang hitam. Banyak yang begitu. Bukan satu dua. Pohon daun kuning. Lama-lama layu. Pas ditebang, dalamnya hitam.”

Dia pun merasa belum merdeka hidup dalam kondisi lingkungan seperti itu. Ancaman setiap saat mengintai.

“Saya belum merdeka. Orang pemerintah saja tidak peduli sama rakyat. Apalagi masih ada ancaman pembangunan PLTU II. Ya, sekarang mau dibangun PLTU, saya makan dari mana? Katanya merdeka tapi itu pemerintah begitu, gak peduli sama rakyat.”

Sawi, warga Desa Mekarsari juga tak ingin pembangunan PLTU Indramayu II lanjut. Jarak dari rumahnya ke lokasi yang akan jadi lokasi PLTU hanya 145 meter. Dia was-was.

“Apalagi, dulu saya pernah dikriminalisasi karena dituduh memasang bendera terbalik.”

 

Baca juga: Buntut Protes PLTU Indramayu, Buruh Tani Mendekam dalam Tahanan

Peringatan HUT RI warga Mekarsari yang hidup dan terdampak PLTU Indramayu I. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Beberapa tahun lalu, warga Mekarsari menang gugatan di PTUN Bandung. Mereka merayakan dengan bendera merah putih. “Pas pasang, bendera tidak terbalik. Besoknya heboh dengan informasi bendera terbalik.” Kala itu, bendera yang dia pasang sudah tak ada ‘diamankan’ kepolisian. Sawi bersama ponakannya, Sukma mendekam di penjara selama dua bulan satu minggu.

“Katanya bendera terbalik. Saya tengok ke lokasi bendera sudah tak ada. Apanya yang terbalik? Bederanya juga sudah tidak ada.”

Bertepatan dengan HUT 77 tahun Indonesia, dia berharap jangan sampai ada kriminalisasi warga lagi. Meski begitu, jerat hukum tak menyurutkan langkah Sawi, justru memperkuat tekad melawan pembangunan PLTU Indramayu II.

“Jangan sampai ada kriminalisasi lagi. Lebih baik kita musyawarah. Tidak etis masa’ warganya sendiri dijebloskan untuk alasan tak masuk akal.”

Rodi, Ketua Jaringan Tanpa Asap Batubara Indramayu (Jatayu) bilang, sejak Indonesia merdeka 1945, warga belum benar-benar merasakan kemerdekaan.

Warga Desa Mekarsari, misal, hingga hari ini hidup dibayangi ketidakpastian. Ada proyek PLTU dan akan diperluas hingga mengancam ruang hidup warga.

“PLTU itu mengancam kenyamanan dan kesehatan rakyat. Jikalau manusia sudah terancam hidupnya, berarti belum merdeka.”

 

Perayaan HUT RI warga Mekarsari, Indramayu dengan membawa hasil panen dan tumpeng. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Andai pemerintah bisa mengendalikan nafsu dan niat membangun energi beracun itu, katanya, mungkin masyarakat ke depan akan hidup nyaman. “Jikalau memaksa membangun PLTU warga akan hancur.”

Warga tak ingin alami dampak makin buruk. Mereka pun akan terus bersuara.

Meiki W Paendong, Direktur Eksekutif Walhi Jabar mengatakan, secara fisik warga di Desa Mekarsari ikut bersukacita merayakan HUT RI tetapi mereka belum benar-benar merasakan kemerdekaan. Mereka masih hidup dibayangi ancaman PLTU dan pembangunan PLTU baru.

Pembangunan PLTU Indramayu II, katanya, akan membuat lahan mereka beralihfungsi hingga merampas hak kemerdekaan warga untuk bertani. Begitu juga hak warga menghirup udara bersih dan sehat terampas.

“Mirisnya, terampas oleh negara sendiri. Hak untuk hidup sehat, hak bekerja, mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan mereka untuk bertani juga terampas.”

Saat PLTU Indramayu I beroperasi saja, wilayah tangkap nelayan menyempit. Biasa nelayan bisa menangkap udang rebon dan benih bandeng dengan mudah, sejak ada PLTU jadi sulit. Bayangkan, kalau sampai ada bangun PLTU lagi.

“Kedaulatan mereka selaku nelayan, terancam. Wilayah tangkap terbatas dan tidak menutup kemungkinan malah hilang. Mereka tidak merdeka mencari ikan di wilayah tangkap mereka sendiri.”

 

Sebuah PLTU Batubara memberikan dampak menurunnya kualitas kesehatan masyarakat akibt debu mengandung logam berat dan beracun. Foto : Tommy Apriando

 

Warga Mekarsari, perempuan dan laki-laki semarak merayakan HUT Kemerdekaan RI, kontras dengan kondisi mereka yang hidup dana kekhawatiran di dekat PLTU batubara. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

*******

 

Exit mobile version