Mongabay.co.id

Obituari: Rahmad Saleh dan Hadirnya Pusat Informasi Konservasi Gajah

 

 

Rahmad Saleh Simbolon baru menjabat Kepala BKSDA Jambi, saat kami bersama rekan media dan pegiat lingkungan diskusi soal konservasi, Mei 2018.

“Jabatan itu amanah, saya akan bekerja dan berteman dengan siapa saja yang sejalan dengan isu konservasi,” tegasnya.

Kata-kata itu selalu membekas di hati kami, hingga kabar duka itu datang, Selasa pagi, 9 Agustus 2022.

**

 

Rahmad Saleh Simbolon yang begitu peduli akan keselamatan gajah sumatera. Foto: Facebook Rahmad Saleh

 

Rahmad Saleh Simbolon, lahir 4 Maret 1975 di Padang Sidempuan, merupakan alumni Institut Pertanian Bogor [IPB] Fakultas Kehutanan, Prodi Konservasi Sumber Daya Hutan, dan melanjutkan magisternya di Universitas Sriwijaya, Fakultas Kehutanan. Sebagai rimbawan, karirnya diawali sebagai staf pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan, tahun 2000.

Dia pernah menjabat Pj. Kepala Seksi, pada Seksi Pengelolaan TN Wilayah III Balai Taman Nasional Sembilang, 2007-2010. Lalu pindah ke Balai TN Leuser, BKSDA Sumutera Utara, dan terakhir menjabat Kepala BKSDA Jambi, mulai Maret 2018.

Sosok pekerja keras ini, memiliki ide brilian tentang pelestarian lingkungan. Satu terobosan besarnya adalah mengupayakan wilayah habitat dan jelajah gajah di kawasan ekosistem esensial [KEE] di Tebo. Konflik gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] dengan masyarakat di Jambi khususnya Tebo, terus meningkat.

Tebo, terutama lansekap Bukit Tigapuluh, kantongnya populasi gajah terpadat di Sumatera bagian tengah. Mamalia besar ini, yang sebagian besar berada di luar taman nasional, terdesak akibat alih fungsi kawasan hutan menjadi permukiman, pertambangan, dan perkebunan.

KEE seluas 54.000 hektar itu, terdiri hutan tanaman industri dan hutan restorasi serta lima desa yang masuk wilayah Kecamatan Sumay, Tebo.

Baca: Jambi Bakal Bangun Koridor Gajah

 

Rahmad Saleh, sosok tangguh yang selalu semangat bekerja dalam dunia konservasi. Foto: Facebook Rahmad Saleh

 

Rahmad tidak pernah menyerah pada mimpinya menyelamatkan satwa liar di Jambi. Selain inisiasi KEE, dia juga merancang Pusat Informasi dan Konservasi Gajah [PIKG] yang berada di Kawasan Ekosistem Esensial, seluas 4,5 hektar.

Akhir 2018, BKSDA Jambi menginisiasi Kawasan Ekosistem Esensial ini. Dalam implementasinya, pembentukan kawasan ini berjalan sangat dinamis, seperti pembangunan pagar listrik yang dibatalkan berdasarkan peninjauan yang dilakukan tim ahli.

Keputusan itu, tidak membuat BKSDA Jambi yang bermitra dengan para pihak: masyarakat, pemerintah daerah, perusahaan, dan organisasi nirlaba menyerah. Usaha-usaha pemberdayaan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dalam kawasan, penyadartahuan serta upaya mitigasi konflik terus dilakukan.

Hingga, 6 Agustus 2022, Pusat Informasi dan Konservasi Gajah tersebut diresmikan langsung oleh Gubernur Jambi, Al Haris.

Baca: Incaran Kolektor Satwa, Kucing Tandang dalam Keterancaman

 

Gajah sumatera yang hidupnya dalam ancaman kepunahan. Foto: Lili Rambe/Mongabay Indonesia

 

Sosok tangguh

Hefa Edison, Kepala Pusat Informasi Konservasi Gajah, merasa sangat kehilangan atas kepergian Rahmad.

“Beliau adalah memiliki perspektif komprehensif yang dijadikan sebagai landasan dasar pembentukan pusat informasi ini. Tidak hanya gajah, tapi juga memikirkan kesejahteraan masyarakat agar dapat hidup berdampingan harmonis,” terangnya, Senin [15/08/2022].

Hefa menuturkan, Rahmad bukan saja sebagai atasan tapi juga saudara dan bapak baginya. “Bapak itu nggak ada lawan,” kata Hefa. Untuk mengenang jasanya, Hefa dan tim mengabadikan nama Rahmad sebagai nama ruangan utama di PIKG.

Capaian penting lain BKSDA Jambi selama kepemimpinan Rahmad adalah membangun tempat penyelamatan satwa [TPS]. TPS yang dibangun di lahan seluas 7.200 meter persegi ini, terletak di Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi.

TPS yang didirikan tahun 2020 ini, berfungsi menampung satwa sitaan atau serahan masyarakat, serta korban konflik, sehingga BKSDA Jambi tidak perlu lagi menitipkannya ke Kebun Binatang Taman Rimbo.

Fasilitasnya, ada 20 kandang untuk satwa karnivora, herbivora, serta burung. Kliniknya dilengkapi ruang operasi serta dokter hewan siaga 24 jam. Dengan begitu, proses rehabilitasi satwa berjalan baik dan dapat segera dilepasliarkan di habitat aslinya.

Krismanko, Analis Kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sekaligus sahabat, terkesan akan kerja keras dan ketekunan Rahmad untuk dunia konservasi.

”Dia meyakini konsep yang telah dibuat, menjalankan dengan kesungguhan. Tidak banyak teori, benar-benar aplikatif,“ katanya.

Krismanko sempat mendampingi Rahmad, saat kondisi kritis di RSUD Raden Mataher Jambi.

“Rabu, kami masih diskusi di kantornya. Jumat beliau kritis, aku masih bisa jaga sampai subuh. Aku bersyukur, bisa menemani,” ucapnya sedih.

Alber Tetanus, sahabat Rahmad yang juga anggota Forum Konservasi Gajah Indonesia [FKGI] mengatakan, beliau sosok kepala balai pekerja keras. Tangguh memperjuangkan konservasi gajah di jambi, khususnya di Kabupaten Tebo.

“Beliau memposisikan mitra kerja BKSDA Jambi dengan sangat baik,” ungkapnya.

Hampir empat tahun, Alber dan Rahmad bekerja sama, melakukan penyelamatan gajah.  Alber bangga, bisa mengenal dekat sosok tangguh ini.

“Rahmad Saleh adalah pejuang konservasi. Sangat gigih dan teliti,” katanya.

 

Pusat Informasi dan Konservasi Gajah [PIKG] merupakan hasil pemikiran Rahmad Saleh yang terwujud. Foto: Lili Rambe/Mongabay Indonesia

 

Terbuka

Di mata jurnalis, Rahmad memberikan keterbukaan informasi terkait kegiatan yang dilakukan BKSDA Jambi. Dia menyikapi terbuka.

“Meskipun, ada pemberitaan kurang baik seperti konflik dan kematian satwa dan lainnya, Bang Rahmad tetap memberikan sejumlah fakta. Dia tidak ingin kejadian menjadi simpang siur, walau kemungkinan ada pihak yang akan “meyalahkan” kejadian tersebut,” tutur Irma Tambunan, jurnalis Harian Kompas di Jambi.

Rahmad melihat, media sebagai rekan untuk berkolaborasi, memberi gambaran utuh perihal lingkungan.

“Dia galau, selama ini banyak pemberitaaan media tidak berspektif perlindunga satwa, hanya dari sisi manusia. Dan di eranya, semua elemen dari petugas, masyarakat, hingga jurnalis mendapatkan perhatian pebuh dalam kerja konservasi,” paparnya.

Mengutip Chairil Anwar, “Sekali Berarti Sesudah Itu Mati,” Rahmad telah pergi meninggalkan keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengenalnya.

Namun, karya besarnya dalam dunia konservasi, merupakan kerja keras yang menjadi kenangan indah untuk kita semua. Untuk kita lanjutkan bersama.

Selamat jalan, Bang Rahmad.

 

Exit mobile version