Mongabay.co.id

Bekantan, Monyet Belanda yang Menyukai Hutan Mangrove

 

 

Satwa unik ini namanya bekantan [Nasalis larvatus]. Hidungnya mancung sehingga dijuluki monyet belanda. Habitatnya hutan mangrove di Pulau Kalimantan.

Jatna Supriatna dan Edy Wahyono, dalam buku “Panduan Lapangan Primata Indonesia [2000]” menjelaskan, selain hidungnya yang panjang di antara primata lainnya, ciri utama bekantan adalah bagian wajahnya tidak ditutupi rambut. Sementara, panjang ekornya sama dengan panjang tubuhnya, sekitar 559-762 mm.

Warna rambut tubuhnya juga bervariasi; bagian punggung cokelat kemerahan, sedang ventral dan anggota tubuhnya berwarna putih keabuan.

“Ukuran hidung jantan dewasa lebih besar dari betina, demikian pula tubuhnya,” ungkap penulis buku tersebut.

Dalam buku berjudul “Konservasi Bekantan Berbasis Masyarakat di Pulau Bunyu” dijelaskan bahwa proporsi makan bekantan sebagian besar adalah daun, buah, bunga dan kulit pohon, serangga, kepiting, serta lainnya. Selain makanan, bekantan membutuhkan air untuk keperluan minum dan berenang. Sungai termasuk komponen ekologis yang memengaruhi pemilihan habitat bekantan di hutan bakau.

Baca: Perubahan Perilaku Bekantan Terekam Jelas Kamera Jebak, Penasaran?

 

Bekantan yang mudah dikenali dari bentuk hidungnya. Foto: Shutterstock

 

Tahun 2017, tim Ecology and Conservation Center for Tropical Studies [Ecositrop] berhasil mendokumentasikan perubahan perilaku bekantan dengan menggunakan kamera jebak [trap] antara 2013 hingga 2017 di hutan Kalimantan Timur. Hasil penelitian tersebut berhasil mendokumentasikan pergerakan bekantan di atas permukaan tanah [terestrial]. Temuan ini diduga kuat menandai adanya perubahan lingkungan yang mengancam kehidupan Proboscis Monkey ini.

“Pergerakan bekantan jutru banyak terekam di perkebunan sawit, HTI, dan daerah reklamasi tambang. Seluruh kawasan, yang selama ini dikenal bukan habitatnya,” ungkap Yaya Riyadin, Koordinator peneliti Ecositrop yang juga Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman [Unmul].

Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan perilaku bekantan dari arboreal [bergerak di atas tajuk pohon] ke terrestrial dan hal itu akan membawa konsekuensi. Misalnya, kehidupannya yang menjadi potensial dimangsa ular phyton, macan dahan, atau diterkam kucing hutan.

Kondisi tersebut berpengaruh pada kestabilan populasi bekantan. Untuk mengantisipasinya, Yaya menawarkan tiga solusi yang bisa dilakukan. Pertama, membangun koridor untuk memudahkan pergerakan bekantan dari daerah rusak ke wilayah berhutan. Kedua, melindungi habitatnya secara keseluruhan. Ketiga, sosialisasi kepada para pihak guna memberikan perlindungan.

Bekantan saat ini mengalami ancaman karena perburuan dan hilangnya habitat utama berupa hutan mangrove, baik akibat kerusakan atau telah dialihfungsikan. Kepada Mongabay Indonesia, Yaya Riyadin mengatakan, jumlah populasi bekantan hingga saat ini belum diketahui pasti. Namun, bila mengkompilasi berbagai hasil penelitian di Sabah, Brunei, Serawak, dan Kalimantan diperkirakan sekitar 15 hingga 20 ribua-an individu.

IUCN [International Union for Conservation of Nature & Natural Resources] memasukkan bekantan dalam status Genting [Endangered/EN].

Pemerintah Indonesia telah menetapkan status perlindungan bekantan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi.

Baca: Monyet Misterius Ini Hasil Hybrid Bekantan dengan Lutung Perak?

 

Bekantan yang menyukai hutan mangrove sebagai habitat hidupnya. Foto: Shutterstock

 

Adanya peningkatan

Sebuah penelitian berjudul “Populasi dan Sebaran Bekantan [Nasalis larvatus] di Delta Berau [2021]” menyebutkan bahwa populasi bekantan di Delta Berau, Kalimantan Timur, diperkirakan berkisar antara 1.350-1.774 ekor yang terbagi dalam 126 kelompok dan menjadi salah satu populasi yang tinggi di Kalimantan.

Pulau-pulau kecil di Delta Berau memiliki populasi bekantan yang tinggi, beberapa di antaranya adalah pulau tidak berpenghuni dengan kondisi habitat yang masih baik. Selain itu, organisasi sosial bekantan masih tumbuh alami.

Hal itu ditandai dengan masih dijumpainya tipe-tipe kelompok bekantan [one-male group dan all-male group]. Bekantan sebagian besar menyebar di wilayah Pulau Besing, Tanjung Perangat, Pulau Saodang Kecil, Bebanir Lama, dan Teluk Semanting.

“Delta Berau, Kalimantan Timur, merupakan lokasi penyebaran bekantan yang berada di luar kawasan konservasi yang kurang mendapat perhatian,” ungkap para peneliti.

Baca juga: Nasib Bekantan yang Jauh dari Sentuhan Rasa Peduli

 

Penelitian lebih jauh tentang perubahan perilaku bekantan yang bergerilya di tanah memang perlu dilakukan. Foto: Ecositrop

 

Penelitian lain bertajuk “Populasi dan Habitat Bekantan di Taman Wisata Alam Pulau Bakut, Kalimantan Selatan [2020]” menyebut bahwa populasi bekantan dalam waktu 10 tahun terakhir dari 2010 sampai 2020 mengalami peningkatan. Perburuan tidak terjadi karena TWA Pulau Bakut dijaga petugas dari pagi hingga sore hari.

Hasil analisis vegetasi menunjukkan, terdapat 8 jenis tumbuhan yang dijadikan sumber pakan alami bekantan dengan pohon pakan yang didominasi tumbuhan Sonneratia caseolaris dengan memakan bagian daun dan buah. Bekantan lebih memilih tumbuhan pakan yang mempunyai kandungan serat kasar dan protein tinggi.

Tahun 2022 ini, Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Selatan melaporkan peningkatan 10 persen populasi bekantan di wilayah mereka. Peningkatan itu dari sekitar 3.000 ekor pada 2019 menjadi 4.000 individu.

“Ini tentunya menjadi kabar gembira di tengah upaya kita semua yang peduli dengan konservasi bekantan,” kata Kepala BKSDA Kalsel Mahrus Aryadi seperti dikutip dari Antara.

 

Exit mobile version