Mongabay.co.id

Nelayan Lokal Meradang: Tangkap Kapal Cantrang yang Menjamur di Natuna

 

Kapal cantrang semakin marak melaut di perairan pesisir Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Aktivitas kapal ini membuat nelayan lokal meradang, mereka terpaksa turun ke laut menangkap kapal cantrang tersebut.

Penangkapan terbaru terjadi pada 15 Agustus 2022 lalu. Beberapa nelayan Desa Air Nusa dan Batu Ampar Natuna menggunakan satu kapal turun ke laut mengejar dan mengamankan kapal-kapal cantrang itu. Tidak hanya melanggar zona tangkap, kapal cantrang juga melanggar alat tangkap yang digunakan.

Berjarak tujuh mil dari pesisir pantai nelayan menemukan setidaknya enam kapal cantrang asal Pati, Jawa Tengah, sedang menangkap ikan menggunakan pukat cantrang. Mereka berusaha mengejar kapal tersebut, namun kalah dari segi jumlah kapal, nelayan lokal Natuna hanya bisa mengamankan satu kapal, KM Soyo Sentoso.

Kapal diamankan nelayan sedang menarik jaring cantrang di laut. Mereka juga berupaya melarikan diri dari kejaran nelayan Serasan Timur Natuna, dengan cara memutuskan tali selambar cantrang agar bisa menambah kecepatan kapal.

Tetapi usaha mereka tidak membuahkan hasil, nelayan Serasan Timur sudah merapat ke kapal cantrang tersebut dan menaiki kapal. “Meskipun jaring cantrang sudah diputuskan, nelayan duluan sampai ke atas kapal,” kata Hendri Ketua Aliansi Nelayan Natuna bercerita kepada Mongabay Indonesia, Jumat (19/08/2022).

baca : Nelayan Natuna Protes Jaring Tarik Berkantong mirip Cantrang

 

Beberapa nelayan Natuna sedang merapat ke arah KM Soyo Sentoso, 16 Agustus 2022 di perairan Natuna. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan lima kapal lainnya kata Hendri, berhasil meninggalkan pesisir Serasan Timur. Hendri mengatakan, pihaknya dihubungi nelayan Serasan Timur setelah dilakukan penangkapan. “Akhirnya kami ke lokasi, setelah mendapatkan laporan dari Nelayan Serasan,” katanya.

KM Soyo Sentoso berukuran 71 gross tonnage (GT) ini melanggar zona tangkap. Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.59/2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di WPP RI dan Laut Lepas disebutkan, kapal ikan berukuran di atas 30 GT hanya boleh beroperasi di Jalur Penangkapan Ikan III. Yaitu perairan yang berjarak di atas 12 mil laut dari garis pantai.

Namun kapal yang dinahkodai oleh Aniq Fu’adi ini ditemukan sedang menangkap ikan berjarak sekitar 7 mil dari tepi pantai Pulau Serasan. “Di perairan itu banyak rumpon nelayan juga yang disapu mereka,” kata Hendri.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Natuna itu bersama nelayan lain juga melakukan pemeriksaan alat tangkap yang digunakan KM Soyo Santoso. Hasilnya, alat yang digunakan kapal ini adalah positif cantrang, dengan ciri bermata jaringnya diamond (trapesium) bukan kotak, dan ukuran mata kantong 1,5 cm padahal seharusnya 5 cm sesuai aturan. “Itu kecil sekali, kelingking saja tidak masuk ke mata jaring itu,” kata Hendri.

Ia melanjutkan, yang sesuai aturan di kapal itu hanyalah bentang sayap yaitu berukuran total 60 meter. “Kita juga temukan bukti ikan hasil tangkapan mereka, ikan yang ditangkap berukuran kecil,” katanya.

Penggunaan jaring cantrang sudah dilarang sejak bulan Mei 2021, melalui Permen KP No.18/2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di WPP RI dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan. Cantrang diganti KKP menjadi jaring tarik berkantong.

baca juga : Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing

 

Nelayan Natuna memeriksa alat penangkapan ikan (API) berupa cantrang yang digunakan KM Soyo Sentoso asal Pati, Jateng, saat melaut di Natuna. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Hendri menjelaskan, setelah ditelusuri di KM Soyo Sentoso mempunyai izin API yang dikeluarkan KKP berupa jaring tarik berkantong, tetapi yang digunakan tetap cantrang. “Saya sudah sampaikan, jaring tarik berkantong itu alat tangkap ‘fiksi’, tidak ada itu,” katanya.

Ketua ANN wilayah Serasan Imran mengaku, perairan Natuna khususnya di Serasan sudah mulai rusak sehingga hasil tangkapan nelayan lokal berkurang. “Fokus nelayan sekarang memang di rumpon itu, tetapi kapal cantrang merusaknya,” katanya.

Nelayan ini berharap pemerintah menyelesaikan persoalan ini, begitu juga ia meminta kapal Pati Jawa Tengah menaati aturan yang sudah ada. “Karena kita sama-sama merah putih, jangan anggap remeh kapal-kapal kecil (Natuna) ini,” katanya.

Maraknya kapal cantrang melanggar alat tangkap dan zona tangkap di Natuna sudah terjadi sejak Menteri Kelautan dan Perikanan Eddy Prabowo melegalkan kembali cantrang, sebelum akhirnya dilarang. Nelayan terus melaporkan keberadaan kapal cantrang tersebut. Mereka tidak hanya berhadapan dengan kapal asing di laut lepas, di pesisir harus konflik dengan kapal cantrang.

Data terbaru IOJI, 9 Agustus 2022 juga menunjukkan hal yang sama, bahwa melalui pemantauan satelite adanya dugaan pelanggaran oleh KII (Kapal Ikan Indonesia) berukuran lebih dari 30 GT dengan alat tangkap jaring tarik berkantong di Laut Natuna Utara. KII ini diduga kuat melanggar jalur penangkapan karena beroperasi di area kurang dari 12 mil dari bibir pantai Pulau Subi di Natuna.

Berdasarkan Pasal 7 dan 100 Undang-Undang Perikanan jo. Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja, pelanggaran jalur KII dengan alat tangkap jaring tarik berkantong diatas dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.250 juta. Pelanggaran ini juga dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran (pelanggaran pertama), pembekuan izin (pelanggaran kedua), dan pencabutan izin (pelanggaran ketiga) berdasarkan Pasal 130 (2) Permen KP Nomor 58 Tahun 2020.

Lokasi maraknya kapal cantrang melaut di Natuna berada di sebelah barat pulau besar Natuna. Tepat perairan antara Kalimantan-Natuna.

baca juga : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing

 

Ukuran mata jaring yang digunakan KM Soyo Sentoso berupa cantrang. Ukuran mata jaring ini dinilai tidak sesuai dengan aturan KKP. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Bayar Nelayan, Kapal Dilepas

Usai diamankan pada tanggal 15 Agustus 2022, KM Soyo Sentoso dilepaskan 17 Agustus 2022 oleh nelayan setelah membayar kompensasi ganti rugi rumpon nelayan lokal sebesar Rp90 juta. Kasus ini bahkan tidak dilaporkan kepada PSDKP, Bakamla ataupun Polairud.

Kepala Kantor Camat Serasan Timur Turnadi membenarkan KM Soyo Sentoso sudah dilepaskan oleh nelayan setelah membayar kompensasi. “Betul sudah dilepaskan, itu hasil negosiasi nelayan dengan pemilik kapal cantrang,” kata Turnadi kepada Mongabay Indonesia, Jumat (20/08/2022).

Awalnya, jelasnya, pemilik kapal hanya mau memberi Rp80 juta tetapi nelayan meminta tambahan. “Akhirnya pemilik kapal cantrang menyanggupi dengan harga Rp90 juta, setelah ditransfer kapal langsung dilepaskan, saya tidak melihat bukti transfer ataupun uangnya, itu murni keputusan nelayan,” kata Turnadi.

Dia melanjutkan, sebenarnya uang yang diberikan pemilik kapal cantrang sebagai ganti rugi untuk nelayan yang rumponnya rusak atau hilang karena cantrang. Setidaknya terdapat 83 rumpon nelayan rusak.

Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak. Semua tindakan diambil nelayan, menahan kapal, menuntun, ataupun melepaskan. “Itulah kerasnya nelayan ini, Kapolsek saja ingin menarik kapal ke pelabuhan tidak dibolehkan,” katanya.

Tarnadi mengatakan pihaknya fokus menjaga tidak terjadi tindakan anarkis oleh nelayan. “Sebenarnya, berdasarkan prosedur hukum diserahkan ke Polsek, Polsek buat laporan,” katanya.

Tarnadi hanya berharap kasus ini cepat selesai agar tidak berlarut-larut. “Kami berharap nelayan cantrang mematuhi aturan, karena sudah pasti tau batas-batasannya, dan juga nelayan jangan anarkis,” katanya.

baca juga : Nelayan Natuna Kecewa Kapal Pati Hanya Didenda Rp150 Juta

 

 

Mongabay Indonesia mencoba menghubungi Kapolsek Serasan Iptu A.Malik Mardiansyah. Sampai berita ini diturunkan, Malik tidak menjawab konfirmasi.

Ketua Nelayan Serasan Timur Sandi yang diduga menerima kompensasi dari pemilik kapal cantrang juga tidak bisa dikonfirmasi. Mongabay Indonesia sudah mencoba menghubungi Sandi, namun pesan yang dikirim hanya dibaca.

Namun, Sandi membuat klarifikasi di media sosial grup Facebook masyarakat Natuna ‘Berita Natuna’. Sandi menepis kabar kompensasi diterimanya hanya Rp90 juta, bukanlah Rp120 juta seperti yang beredar di kalangan nelayan Natuna. “Saya ingin mengklarifikasi terkait kompensasi yang diterima nelayan Air Nusa dan Batu Ampar yang mengamankan kapal KM Soyo Sentoso,” katanya.

Ia juga membantah, adanya keterlibatan pihak kecamatan (kantor Camat), keamanan dan pihak desa terkait kompensasi tersebut. “Ini murni keputusan nelayan Desa Air Nusa dan Batu Ampar yang ikut turun mengamankan kapal,” katanya.

Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri kecewa dengan proses penanganan kapal cantrang yang ditangkap oleh nelayan Serasan tersebut. Menurutnya, pemerintah di kecamatan Serasan Timur, Kapolsek dan perangkat desa harus memberikan efek jera terhadap kapal cantrang yg sudah menyusahkan nelayan-nelayan tradisional Natuna.

“Bukan hanya berpikir kompensasi ganti rugi semata, malah tindakan yang mereka lakukan terkesan menjadi perantara pemilik cantrang dalam upaya membebaskan kapalnya,” kata Hendri.

Kompensasi menurut Hendri, memang suatu kewajiban yang dibayar oleh nelayan kapal cantrang karena merusak rumpon. Tetapi, proses hukum pelanggaran zona tangkap dan API harus tetap diproses ke instansi terkait.

Padahal kata Hendri, terdapat tuntutan yang lebih besar dan penting dari sekadar kompensasi. Yaitu Kapal KM Soyo Sentoso mendatangkan pihak KKP, HNSI Jawa tengah, asosiasi pemilik cantrang Pati serta pemilik KM Soyo Sentoso ke Natuna atau Serasan.

Kemudian, membuat komitmen bersama bahwa ini terakhir kalinya cantrang berada di bawah 30 mil, jika masih melanggar maka nelayan akan menindak dengan cara mereka sendiri apakah dibakar atau ditenggelamkan.

“Kompensasi nelayan bukan menghilangkan proses hukum, kok dibiarkan lepas padahal ada aparat hukum juga disitu,” katanya. Setelah adanya keputusan dilepaskan karena membayar kompensasi, Hendri bersama nelayan yang tergabung di ANN tidak ikut campur lagi sampai kapal dilepaskan.

 

Exit mobile version