Mongabay.co.id

Tambang Emas Ilegal Jarah Cagar Alam Panua

 

 

 

 

Eksavator mengupas dan mengeruk tanah. Bongkahan-bongkahan batu terangkat hingga terbentuk lubang menganga. Tak jauh dari sana sejumlah orang menunggu dan siap mengolah bebantuan itu untuk menambang, mencari butiran bahkan bongkahan emas. Itulah aksi

penambangan emas ilegal di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Parahnya, pertambangan ilegal itu masuk merambah ke Gunung Langge, Cagar Alam Panua.

“Pertambangan dalam kawasan konservasi ini sudah lama. Mereka gunakan alat berat,” kata Abdul Mutalib Palaki, anggota Resort Cagar Alam Panua, kepada Mongabay, akhir Juli lalu.

Mutalib, petugas lapangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Seksi WIlayah II Gorontalo biasa bertugas sebagai penakar penyu di Cagar Alam Panua. Belakangan dia juga bertugas mengawasi Panua dari pembalakan liar, perburuan satwa dan pertambangan emas ilegal.

Pertambangan emas di desa itu sejak 1990-an dengan cara cari emas secara tradisional, tak ada pakai alat berat. Mereka nambang emas pakai sekop, cangkul, linggis dan betel agar bisa mengupas kulit bumi.

Setelah bumi dikeruk, mereka memisahkan emas dari partikel-partikel lain yang menyatu dengan mineral itu. Alat yang digunakan, pengayak, dan wadah meletakkan hasil penambangan.

 

Tambang emas ilegal di di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, sudah merambah ke Gunung Langge, Cagar Alam Panua. Foto: Sarjan lahay/ Monagaby Indonesia

 

Alat pengayak, dan wadah untuk hasil tambang itu menjadi media untuk proses pemisahan antara batu, tanah, dan kotoran lain dengan serbuk emas.

Pemisahan itu juga pakai air raksa atau merkuri (hydrargyrum) agar serbuk emas mudah tertangkap. Setelah itu, katanya, emas dibakar dan jual ke pengepul.

Namun, kata Mutalib, pertambangan tradisional dulu itu, berada dalam area penggunaan lain (APL), belum ke kawasan konservasi. Pada 2014, sudah ada ekskavator, pertambangan mulai merambat ke CA Panua.

Berdasarkan catatan Mutalib, sekitar 13 hektar kawasan konservasi terbabat jadi pertambangan emas ilegal dengan alat berat.

Kala pepohonan ditebang, katanya, air sungai keruh, bahkan sudah tak ada lagi jalan air aktivitas terlarang itu. Alhasil, CA Panua sudah tergerus pertambangan ilegal.

“Sejak dulu, saya sudah larang warga tak nambang di kawasan konservasi, itu wilayah dilindungi. Tetap warga penambang, tetap gunakan alat berat.”

Cagar Alam Panua adalah salah satu hutan konservasi di Pohuwato, secara administrasi Desa Maleo, Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato.

Cagar Alam Panua ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 472/Kpts-II/1992 tertanggal 25 Februari 1992 seluas 45.575 Hektar. Luas menyusut ketika disahkan rencana tata ruang wilayah Gorontalo 2010 jadi 36.575 hektar.

 

Cagar alam Panua, terjarah tambang emas. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Bentang alam rusak

Pertambangan tanpa izin atau pertambangan emas ilegal ini merusak bentang alam. Dari penelusuran Mongabay akhir Juli lalu, terlihat di lokasi pertambangan, pepohonan terbabat, hutan jadi gundul.

Rahmat Karim, penambang mengatakan, pertambangan oleh warga sudah 1990-an. Mulai 2014, sejumlah warga sudah pakai ekskavator. Alat berat di sana bisa sampai ratusan unit

Dia contohkan saat bulan puasa, ada sekitar 104 ekskavator. Ada sekitar 8-12 beroperasi di CA Panua.

Rahmat bilang, kalau pakai alat berat, emas yang bisa didapatkan dalam satu hari bisa sampai satu kilogram dengan Rp600.000 per-gram.

Warga bisa sewa akat berat dengan tarif Rp1,3 juta dan biaya masuk alat berat ke lokasi Rp15 juta per unit.

Dia bilang, biaya itu bisa kembali dalam waktu sekejap jika kelola tambang emas ilegal itu. Pertambangan ilegal biasa dari pagi sampai malam hari.

“Biasanya, kita menyewa alat berat itu dengan durasi 200 jam biaya Rp300 juta. Biasa juga, durasi itu kita perpanjangan sesuai kebutuhan kita,” Kata Rahmat kepada Mongabay, Akhir Juli lalu.

 

Kawasan yang dulunya bertutupan di Cagar Alam Panua, kini gundul jadi bekas galian tambang emas. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Pada akhir 2021, Pemerintah Pohuwato membuat surat edaran melarang warga menambang di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo. Aktivitas itu masih berjalan hingga kini.

Saipul Mbuinga, Bupati Pohuwato mengatakan, hingga saat ini belum ada pencabutan surat edaran. Surat itu masih berlaku dan harus jadi acuan para penambang ilegal di Kecamatan Dengilo.

Fransisxo Guru Singa Tambunan, Kepala Resort Cagar Alam Panua mengatakan, sering memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk tak menambang emas di cagar alam.

Bersama kepolisian, katanya, sudah dua kali operasi penegakan hukum. Hasilnya, pada 8 juni lalu, ada sembilan pelaku diamankan, delapan orang pelaku utama dan satu operator alat berat.

“Pelaku sudah ditahan Polres Pohuwato dan terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun,” kata AKBP Joko Sulistiono, Kapolres Pohuwato Juli lalu.

Pada Mei lalu Dit Reskrim Polda Gorontalo berhasil menangkap orang yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena menambang emas ilegal di desa itu.

 

Dini Hardiani Has, peneliti dan dosen Konservasi Hutan, Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo mengatakan, pertambangan ilegal yang masuk cagar alam bisa menghilangkan fungsi hutan. Bencana alam, katanya bisa terjadi kalau aktivitas ini terus berjalan.

Kawasan konservasi ini, ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan hingga memiliki daya serap karbon dioksida tinggi. Hutan juga pemasok oksigen paling besar di permukaan bumi.

Hutan, kata Dini, sebagai tempat tinggal berbagai keragaman hayati.

Cagar Alam Panua, katanya, habitat maleo, burung endemik Sulawesi. Di sini juga ada julang Sulawesi (rangkong) dan satwa-satwa lain.

Keragaman flora di cagar alam ini, katanya, juga bermanfaat bagi ekosistem termasuk manusia. Entah sebagai sumber makanan, obat-obatan, dan lain-lain.

Fransisxo bilang, pertambangan ilegal itu tak akan sampai ke konservasi andai penindakan cepat dilakukan.

Jailani, dari UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah III Pohuwato mengatakan, sering operasi pertambangan emas ilegal itu.

 

Begini penampakan Cagar Alam Panua kala terjarah tambang emas. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Dia sudah tahu lama ada aktivitas tambang ilegal itu, tetapi untuk ambil tindakan sulit karena keterbatasan anggota. Ratusan penambang emas itu, katanya, tak akan mampu diatasi oleh 23 petugas.

“Apalagi, mereka menambang karena masalah ekonomi, jadi kita dilema,” katanya.

Sumitro Monoarfa, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pohuwato mengaku belum ada data seberapa besar wilayah yang kena tambang ilegal, Belumtahu juga pihak-pihak yang terlibat.

Berdasarkan penelusuran mereka, kata Sumitro, air di lokasi pertambangan semua sudah keruh. Bentang alam dan pegunungan gundul, sungai pun rusak. Di lokasi itu, katanya, bahkan sudah beberapa banjir.

Saat ini, katanya, pemerintah daerah membuat satgas untuk mengurus semua pertambangan ilegal di Pohuwato. Satgas akan melibatkan semua kalangan, termasuk pemerintah provinsi, kabupaten, dan berbagai dinas terkait, pakar dan organisasi warga penamban.

“Pertambangan ilegal di Dengilo sudah sangat parah. Benar-benar merusak lingkungan sekitar,” kata Sumitro.

Penegakan hukum hingga kini belum bikin jera. Operasi petugas sempat bikin alat berat ‘sepi’ tetapi kini mulai kembali lagi.

“Saat ini, sudah ada lagi alat berat dalam kawasan konservasi. Mereka melakukan aktivasi sesuka hati, tanpa menghiraukan larangan kita,” kata Mutalib.

 

 

******

Exit mobile version