Mongabay.co.id

Warga Resah Rencana Tambang Emas di Wonogiri

 

 

 

 

Dahi Sapto mengernyit begitu membaca kop surat ‘PT. Alexis Perdana Mineral’ yang baru diterima 19 Juli lalu. Lebih terkejut lagi saat warga Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah ini meneruskan membaca isi surat itu.

Pada keterangan surat, lengkap dengan lampiran berisikan nama-nama yang diundang. “Perihal tentang konsultasi publik terkait rencana kegiatan penambangan emas di sini,” katanya saat berbincang dengan Mongabay, awal Agustus lalu.

Sapto pantas kaget. Lama dia tak mendengar perkembangan rencana penambangan APM setelah kajian analisis mengenal dampak lingkungan (amdal) sebelumnya ditolak Pemerintah Provinsi Jateng. Setelah hampir empat tahun berselang, perusahaan yang 100% dikuasai Far East Gold (FEG) itu kembali datang untuk melanjutkan rencana mereka.

“Saya kira sudah tidak lanjut lagi. Ndilalah (tiba-tiba) ada undangan ini. Ya kaget, wong sudah tenang tidak ada kabar, ternyata datang lagi,” kata Sapto.

Esok harinya, Sapto dan warga lain, Wagiyo memutuskan datang ke tempat konsultasi publik itu. Paling tidak, dia bisa mendapat kabar terbaru terkait rencana APM.

Sapto menyebut, secara umum, ada dua poin penting yang menjadi catatan dari hasil pertemuan itu. Pertama, terkait rencana APM melanjutkan kegiatan menambang emas di Kecamatan Selogiri. Kedua, guna memuluskan rencana itu, APM berencana merelokasi warga.

 

Warga Wonogiri hidup dari pertanian dan perkebunan. Mereka resah akan ada tambang emas masuk. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

***

Kabar rencana penambangan APM begitu santer belakangan. Menjelang akhir Juli lalu, perusahaan dijadwalkan menggelar sosialisasi kedua di beberapa dusun yang masuk dalam peta terdampak. Tetapi, kegiatan itu urung lantaran konsultan dikabarkan sedang berduka.

Akhirnya, sosialisasi pada 1 September lalu dengan melibatkan PT Mitra Adi Pranata, selaku konsultan penyusun kajian amdal. Sosialisasi digelar di tiga lokasi yang masuk dalam peta terdampak sekaligus, yakni, Dusun Geran, Bulu dan Nglenggong, Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.

Dalam sosialisasi yang berlangsung hingga malam hari itu, warga sepakat menolak rencana penambangan emas APM. Alasannya, kegiatan itu dinilai lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Apalagi, lokasi tambang APM tepat berada di tengah permukiman.

Umar Dani, warga Geran mengatakan, masyarakat dusun sudah cukup nyaman dengan kehidupan saat ini. Hidup berkecupan dengan mengandalkan penghasilan dari pertanian dan perkebunan. Sejak kabar penambangan APM, masyarakat diliputi keresahan.

“Bagaimana ndak resah, wong lokasi yang ditambang itu tepat di tengah permukiman,” katanya kepada Mongabay, awal September lalu.

Umar menilai, kehadiran APM hanya akan melahirkan dampak negatif bagi warga dan lingkungan sekitar. Apalagi, lokasinya tepat di tengah permukiman. “Ini belum pernah terjadi sebelumnya ada tambang di tengah permukiman.”

Tak hanya di Dusun Gerran. Suara penolakan juga terdengar saat sosialisasi di Dusun Bulu. Joko Sukianto, salah satu pemuda setempat menyebut, rencana tambang APM hanya akan merusak alam Desa Jendi. Apapun usaha pemulihan yang akan dilakukan perusahaan tak akan mampu mengembalikan alam Jendi pada kondisi semula.

 

Pemukiman warga di Wonogiri ini akan jadi area pertambangan emas? Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, sikap ngotot perusahaan terus menambang emas di Selogiri makin menegaskan sikap yang hanya memikirkan diri sendiri. Apalagi, sebelumnya, usaha perusahaan untuk eksploitasi emas di wilayah setempat juga ditolak Pemerintah Jawa Tengah.

Kan sudah tahu kalau ini permukiman padat penduduk. Harusnya rencana itu tidak dilakukan.”

Joko sebelumnya bekerja sebagai montir di Jakarta. Dia sadar ancaman kerusakan alam di desanya. Dia memutuskan tidak kembali ke Jakarta.

Selama di kampung, Joko mencoba mengembangkan budidaya tanaman holtikultura seperti melon gold, semangka sampai cabai. Hasilnya, pun cukup lumayan. Dari lahan seluas 1.000 meter persegi, dia bisa mendapat jutaan rupiah sekali panen.

Dari pengalaman itu, dia sadar bila alam Desa Jendi cukup untuk memberi penghidupan tanpa harus merusak.

Wagiyo, warga lain menuturkan hal serupa. Dia bilang, sebelumnya, warga sudah tenang setelah dokumen amdal APM ditolak Pemprov Jateng. Kini, setelah perusahaan kembali melakukan proses penyusunan amdal, ketenangan mulai terkurang.

“Padahal sebelumnya ya enak. Waktunya kerja ya kerja, tidur ya tidur. Gara-gara ada rencana tambang ini warga jadi susah.”

Dia bilang, perusahaan menjanjikan porsi tenaga kerja yang lebih besar dari warga setempat bila tambang itu jadi beroperasi. Hal itu, katanya, tetap tak sebanding.

Saat ini, kehidupan ekonomi warga sudah cukup mapan. “Kalau pun dipekerjakan, bisa bertahan berapa lama. Kalau umur tambang habis, kan ya habis juga pekerjaannya. Sudah begitu lingkungan terlanjur rusak, tidak bisa diapa-apain,” kata Wagiyo.

 

 

Lahan pertanian begini subur di Wonogiri, akan jadi area pertambangan emas? Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Penolakan rencana tambang APM juga disampaikan Mbah Jambul. Sesupuh Dusun Nglenggong, Desa Jendi tak sudi meninggalkan lingkungan demi memberi jalan tambang bagi APM. Perusahaan, kata Mbah Suro, berjanji mengganti semua aset milik warga. Ada banyak hal yang tidak bisa diukur dengan materi.

Kedamaian, kehidupan nyaman, tradisi, dan nilai-nilai kearifan lokal, katanya, antara lain yang tak bisa tergantikan. “Justru itu yang tidak ada nilainya. Belum tentu ketika kita hidup di tempat yang baru bisa menemukan suasana, menyamanan hidup seperti di tempat yang kita tinggali sekarang ini.”

Dengan cara apapun, dia menolak memberi jalan tambang. Sejengkal pun, dia tidak akan membiarkan lahannya pindah tangan. Dia dan warga lain sudah nyaman meski tanpa kehadiran tambang.

Mbah Jambul pantas gusar karena lahan rumahnya masuk dalam lokasi tapak APM. Dalam perencanaan, perkiraan lubang tambang mencapai 15 hektar lebih dengan kedalaman 150 meter.

Purna Sri Utari, selaku konsultan mengatakan, ada dampak yang ditimbulkan dari pertambangan APM baik positif maupun negatif. Karena itu, kajian amdal menjadi sesuatu yang penting.

Dia bilang, amdal salah sala satunya menghitung kemungkinan dampak itu. Dia menjamin semua masukan dan penolakan warga yang disampaikan dalam sosialisasi dicatat. “Saya catat semua,” katanya, merespons teriakan warga.

Terkait amdal 2018 yang ditolak Pemprov Jateng, Purna tak mengelak. Saat itu, kata Purna, perusahaan dinilai belum siap terkait dengan dampak yang timbul dari kegiatan penambangan ini.

Dengan manajemen baru saat ini, APM mengklaim lebih peka dengan menerapkan teknologi lebih ramah.

Perusahaan telah eksplorasi sejak 2010 di Bukit Randu Kuning, Desa Jendi, Selogiri, Wonogiri. Karena itu, dalam sosialisasi itu, perusahaan pun menyampaikan rencana untuk melanjutkan ke tahap eksploitasi.

Perusahaan mengklaim telah mendapat persetujuan tekno-ekonomi melalui surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Sumber Daya Mineral tertanggal 27 Februari 2017.

Dalam rencana mereka, luas lahan untuk pertambangan dan pengolahan emas sekitar 194,79 hektar. Meliputi Desa Jendi dan Desa Keloran, Kecamatan Selogiri. Operasi penambangan akan dilakukan dengan metode open pit seluas 15,49 hektar.

Perusahaan menyampaikan beberapa potensi dampak yang akan terjadi bila kegiatan penambangan itu dilakukan. Antara lain, penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, peningkatan erosi dan sedimentasi, hingga timbul getaran. Selain itu, juga menyebabkan penurunan kualitas air sungai, penurunan muka air tanah, serta perubahan karakteristik muka air tanah.

Dampak lain, peningkatan kuantitas air permukaan, hingga berpotensi menyebabkan banjir. Kadar asam juga akan meningkat, terganggunya aksebilitas. Keberadaan flora dan fauna di wilayah itu juga terdampak. Begitu juga dengan biota air.

 

Hidup warga sudah nyaman dengan bertani dan berkebun. Mereka resah kala mendengar mau ada pertambangan emas masuk. Foto: A. Asnawi/ Mongabay Indonesia

 

Secara sosial ekonomi, tambang juga akan berdampak pada perubahan sumber mata pencaharian, perubahan pendapatan, bahkan menimbulkan keresahan di kalangan warga dan juga kesehatan. “Terhadap semua dampak ini, perusahaan akan berupaya supaya ini bisa ditekan. Kami berjanji untuk melakukan pengawalan,” kata Purna.

GM APM, Handi Andrian memaklumi gelombang penolakan warga terkait rencana penambangan ini. Menurut dia, semua kegiatan dipastikan menimbulkan dampak. Karena itu, perusahaan siap menerima berbagai masukan.

“Bahwa ada dampak, nanti para ahli yang akan bertugas mengeluarkan acuan apa yang harus kami lakukan untuk meminimalisai, mengelola, bahkan menghilangkan dampak negatif. Kami harus taat, bukan kami yang menentukan.”

“Itu ketentuan para ahli, pemerintah, dan tim penyusun. Kalau kami tidak taat, izin kami dicabut, risikonya besar,” kata Handi.

Rencana penambangan emas oleh APM sejatinya bukanlah yang pertama. Pada 2018, perusahaan sempat mengajukan izin eksploitasi menyusul selesainya eksplorasi sebelumnya. Rencana itu kandas menyusul dokumen amdal diltolak Pemerintah Jawa Tengah.

Kini, setelah kewenangan perizinan tambang di pusat, perusahaan mencoba peruntungan mengajukan kembali izin itu. Konsultasi publik yang digelar marathon belakangan ini menjadi bagian dari persyaratan pengajuan izin dimaksud.

Tercatat total sudah tiga kali APM mengundang warga untuk konsultasi publik. Kegiatan pertama 19 Juli lalu dengan melibatkan 32 undangan. Mulai dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa Tengah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Wonogiri.

Selain itu, beberapa pejabat di Kecamatan Selogiri juga turut diundang. Begitu juga kepala desa di tiga desa terdampak, yakni, Desa Jendi, Keloran dan Kepatihan. Mereka diminta hadir dengan membawa serta perwakilan warga. Masing-masing 2-5 orang. Sedangkan perwakilan buruh dan peternak, hanya satu orang.

Beberapa warga mempersoalan langkah perusahaan yang ‘main tunjuk’ untuk menentukan wakil warga yang berhak hadir. Dengan kata lain, mereka yang diundang hanya berdasarkan pada pilihan perusahaan, bukan usulan warga.

Wagiyo, warga yang mendapat undangan mengakui itu. Dia tak pernah tahu apa yang mendasari perusahaan mengirimkan undangan kepadanya. “Harusnya warga dikasih waktu untuk rembukan dulu untuk menentukan siapa wakilnya. Tidak ujug-ujug begini.”

Pemilihan lokasi pada kegiatan sosialisasi pertama juga dipersoalkan. Pasalnya, kegiatan tidak dilaksanakan di lingkungan warga, selaku komunitas terdampak. Melainkan di Rumah Joglo yang dinilai warga bukan tempat netral karena milik Bupati Wonogiri, Joko Sutopo.

Rere Christanto, Manajer Kampanye Isu Tambang dan Energi Walhi Nasional, melihat gambaran eksisting lokasi saat ini, tidak seharusnya pengajuan izin APM disetujui. Apalagi, wilayah tapak yang akan digali berada tepat di tengah-tengah permukiman penduduk.

“Kalau sampai izin itu turun, pemerintah benar-benar telah mati. Karena ini jelas-jelas perampasan ruang hidup warga di Jendi. Bagaimana mungkin, wilayah yang ditinggali banyak nyawa akan diubah menjadi area tambang. Nalar sehat manapun tidak akan bisa menerima.”

 

 

 

*******

 

Exit mobile version