Mongabay.co.id

Kisah Sukses Akses Air Bersih di Desa Tana Rara

 

Cuaca sedikit berawan pagi itu, Rabu (14/9/2022), ketika rombongan awak media sampai di Desa Tana Rara, Kecamatan Loli, yang merupakan desa dampingan LSM Save the Children untuk program Air untuk Sumba.

Berjarak 12 km dari Kota Waikabubak, ibukota Kabupaten Sumba Barat, Desa Tana Rara dihuni 409 Kepala Keluarga (KK), dengan jumlah jiwa sebanyak 2.173, terdiri dari 1.019 laki-laki dan 1.154 orang perempuan. Sebanyak 928 jiwa merupakan anak-anak.

Hampir sama dengan wilayah lainnya di Sumba, pemukiman di desa ini pun berada di dataran tinggi dan perbukitan sementara sumber mata air berada di lembah.

“Makanya pemukiman di desa ini kesulitan air bersih sementara lahan pertanian seperti sawah tidak kekurangan air,” sebut Benny Johan, Spesialis Pemberdayaan Masyarakat, Save the Children.

Benny sebutkan, Desa Tana Rara memiliki sejumlah sumber mata air, yaitu mata air di dekat kantor desa dan empat mata air di dusun dengan debit besar, yang bahkan bisa untuk melayani kebutuhan seluruh masyarakat Kabupaten Sumba Barat.

“Sumber mata air tersedia dan melimpah, namun permasalahannya ada pada akses,” ucapnya.

Topografi Kabupaten Sumba Barat berupa pesisir, rangkaian pegunungan dan bukit-bukit kapur yang curam, berketinggian antara 0-800 meter di atas permukaan air laut (mdpl) dengan karakteristik wilayah yang sama dengan wilayah lain di Pulau Sumba yang tergolong kering.

Sebanyak 94,34% wilayah Kabupaten Sumba Barat merupakan lahan kering. Curah hujan tahunan cukup rendah hingga menengah berkisar antara 800–1900 mm per tahun dengan hari hujan sekitar 70-150 hari hujan per tahun.

Data BPS NTT menyebutkan, di Sumba Barat, jumlah orang yang terkena dampak kekeringan dan mengungsi  meningkat secara signifikan. Tahun 2018 berjumlah 21.668 meningkat hampir 6 kali lipat menjadi 139.746 pada tahun 2019.

baca : NTT Alami Krisis Air Bersih. Apa yang Harus Dilakukan?

 

Warga Desa Tana Rara, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi NTT mengambil air dari bak penampung di mata air untuk dibawa ke rumah menggunakan sepeda motor. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Manfaat Ganda

Berjarak tak jauh dari kantor Desa Tana Rara, terlihat anak-anak dan perempuan sedang mengambil air di depan rumah mereka. Ember dan jerigen berisi air menumpuk di sekitar keran.

“Air ini baru kami nikmati bulan Oktober tahun lalu,” ucap Dorkas Bili.

Ibu tiga anak ini mengakui dulunya harus berjalan kaki sejauh 500 meter ke mata air di belakang kantor desa. Sehari bisa 4 sampai 6 kali berjalan kaki mengambil air menggunakan jeriken dan ember.

Senada, Joshua Tendi Rai Bili berusia 11 tahun pun mengaku saban hari berjalan kaki ke mata air Wee Ranu. Pagi hari siswa kelas 6 SD ini sekali saja mengambil air. Sore hari bisa sampai 5 kali.

Joshua biasa membawa dua jeriken ukuran 5 liter untuk sekali ambil air. Waktu belajar dan bermain sore hari pun tersita.

“Malam baru bisa belajar. Capek juga angkat air. Kalau dari mata air ke rumah bisa 3 kali istirahat di jalan. Sekarang sudah tidak angkat air lagi karena keran air sudah di depan rumah,” tuturnya.

Benny menjelaskan, salah satu pesan dari program sponsorship Save the Children adalah meningkatkan kualitas layanan kesehatan, pendidikan dan perlindungan terhadap anak-anak di desa Tana Rara. Salah satu caranya penyediaan air bersih untuk warga.

Apalagi desa ini memiliki sekolah dan Puskesmas yang melayani 7 desa sekitarnya. Dalam sebulan,hanya untuk bangsal bersalin saja dibutuhkan 15 ribu liter air.Pihak Puskesmas pun terpaksa membeli air dari mobil tanki.

“Harganya bervariasi antara Rp130 ribu hingga Rp150 ribu untuk satu tanki ukuran 5 ribu liter,” sebut Nani Mila Mesa, warga desa Tana Rara.

Nani katakan, kalau ada pesta maka otomatis warga membeli air dari mobil tanki. Kalau berjalan kaki, ada warga yang rumahnya berjarak ± 2 km dari mata air.

Meski ada mata air tetapi lokasinya berada di dataran rendah. Pemerintah desa juga memiliki dana terbatas untuk membangun jaringan air bersih.

Melihat masalah itu, Save the Children menggandeng Perkumpulan Stimulant Institute membangun jaringan air bersih untuk kebutuhan warga, puskesmas dan sekolah.

Jaringan air bersih yang dibangun mampu melayani 300 KK di tiga dusun dari empat dusun di Desa Tana Rara.

Kepala Desa Tana Rara, Benyamin Bili Raingu bersyukur dengan adanya jaringan pipa air bersih sampai ke pemukiman. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, warga bisa menggunakan air bersih untuk meningkatkan perekonomian dengan membuat kolam ikan.

“Kesehatan warga pun lebih terjamin karena sejak ada air maka warga bisa mandi tiga kali sehari. Kebutuhan air di sekolah dan Pusksesmas pun terlayani,” ucapnya.

baca juga : Bangun Tujuh Bendungan di NTT, Apakah Bisa Menjawab Krisis Air?

 

Seorang warga dan anaknya sedang mengambil air bersih di depan rumah warga Desa Tana Rara,Kabupaten Sumba Barat,Provinsi NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Debit Mencukupi

Naskah ilmiah Potensi Sumber Daya Air untuk Penyediaan Air Baku di Pulau Sumba yang diterbitkan Balitbang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian PUPR memaparkan debit air di Sumba Barat.

Berdasarkan analisis debit andalan (besarnya debit untuk memenuhi kebutuhan air) di Kecamatan Loli termasuk Desa Tana Rara mengalami surplus selama 8 bulan.

Surplus terjadi bulan Desember-Juli dan defisit selama empat bulan yakni Agustus-November. Jumlah defisit air pada bulan-bulan tersebut sebesar 140,3 liter/detik, namun masih dapat dipenuhi oleh potensi recharge air tanah sebesar 130 liter/detik setiap bulannya.

Total potensi air permukaan yang masih dapat dimanfaatkan cukup besar, yaitu 4.700,6 liter/detik pada kondisi surplus.

Seluruh kecamatan di wilayah di Sumba Barat memiliki potensi air yang masih dapat dimanfaatkan setelah memenuhi kebutuhan untuk air baku RKI (rumah tangga, kota dan industri) dan ternak.

Sedangkan di Kecamatan Lamboya dan Lamboya Barat, kondisinya bisa surplus air selama 12 bulan. Potensi air permukaan yang masih dapat dimanfaatkan sebesar 1.2473,8 liter/detik , di Kecamatan Lamboya dan sebesar 2.109,4 liter/detik di Wanokaka.

Juga di Kecamatan Lamboya Barat sebesar 2.4257,8 liter/detik, Loli 4.700.6 liter/detik, Tana Righu 71,8 liter/detik serta Kota Waikabubak sebesar 2.742 liter/detik.

Kepala Bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Dinas PUPR Kabupaten Sumba Barat, Edyman menerangkan, masih ada 30 desa di Sumba Barat yang masih membutuhkan air bersih.

Masalahnya, lokasi sumber air berada jauh dari pemukiman warga yang berlokasi di dataran tinggi dengan topografi berbukit-bukit.

“Satu program bisa melayani 100 kepala keluarga saja itu sudah luar biasa.Tahun 2021 kami di Desa Tana Rara membangun sistem penyediaan air minum berupa 20 sambungan rumah dengan sumber air berasal dari sumur bor yang dialirkan menggunakan pompa air tenaga surya,” ungkapnya.

baca juga : Iligai, Kampung di Tengah Hutan yang Sulit Air Bersih  

 

Panel surya untuk suplai tenaga pompa air pada mata air Wee Ranu di Desa Tana Rara, Kabupaten Sumba Barat, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Digunakan Sewajarnya

Mata air Wee Ranu berada sekitar 300 meter dari kantor Desa Tana Rara. Air keluar dari rumpun bambu yang tumbuh subur. Sekelilingnya dipenuhi pepohonan besar dan hutan bambu.

Bak penampung air berukuran besar berada tak jauh dari mata air.Energi dari panel surya digunakan untuk menggerakan pompa. Bila cuaca panas terik, air bisa mengalir hingga malam.

Media and Brand Manager, Save the Children Indonesia, Dewi Sri Sumanah menyebutkan, pihaknya melihat langsung permasalahan akses air bersih yang menjadi kebutuhan dasar bagi warga dan anak-anak, khusus di Sumba Barat terutama Desa Tana Rara

“Mereka harus mengambil air setiap harinya sehingga kehilangan waktu belajar dan bermain bahkan mengalami kecapaian,” ucapnya.

Dewi katakan Save the Children bekerjasama dengan pemerintah desa  dan masyarakat memastikan sumber mata air bisa ditampung agar bisa disalurkan ke 24 titik keran air di depan rumah warga termasuk juga sekolah dan puskesmas.

Ia sebutkan, Sumba termasuk wilayah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T) sehingga pihaknya mendorong pemerintah setempat untuk memprioritaskan program-program terkait pemenuhan hak anak.

Dia berharap fasilitas air bersih dijaga dan dipelihara. Pemerintah desa harus melakukan monitoring dan air masuk dalam prioritas pembangunan di desa agar titik kerannya bisa ditambah.

“Kami bersedia mendukung pemerintah desa dengan membuat perencanaan pembangunan jaringan air bersih untuk satu dusun lagi dengan anggaran dana desa,” ungkapnya.

Dewi tekankan bahwa semua pihak perlu melakukan aksi, salah satunya tentang akses air bersih yang merupakan dampak dari krisis iklim sehingga ia harapkan agar masyarakat yang mempunyai air maka usahakan digunakan sewajarnya.

“Harus menjaga sumber air, termasuk juga menjaga lingkungan. Tidak membuang sampah sembarangan terutama di sekitar sumber air dan bisa melestarikan tanaman,tumbuhan dan memaksimalkan air,” pungkasnya.

 

Exit mobile version